Bandar Lampung
Catatan LAdA Damar Kasus Kekerasan Seksual Paling Tinggi, Ada 179 Kasus di Lampung
LAdA DAMAR mengungkap terdapat 239 kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak sepanjang Januari-Desember 2
Penulis: sulis setia markhamah | Editor: soni
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - LAdA DAMAR mengungkap terdapat 239 kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak sepanjang Januari-Desember 2021 di Provinsi Lampung.
Direktur Eksekutif LAdA DAMAR Sely Fitriani mengungkapkan, data tersebut dikumpulkan berdasarkan hotline pengaduan dan pemantauan melalui media cetak lokal Lampung.
Dari jumlah tersebut, terusnya, kasus kekerasan seksual merupakan kasus tertinggi yakni sebanyak 179 kasus. "Secara terinci, kasus kekerasan seksual terjadi di ranah privat sebanyak 7 kasus perkosaan, 34 kasus pencabulan, 2 KBGO," jelas Sely dalam Refleksi Awal Tahun 2022, Senin (3/1/2022).
Mengenai kasus kekerasan seksual di ranah publik terjadi 20 kasus perkosaan, 93 kasus pencabulan, 5 kasus kekerasan berbasis gender online, 1 kasus ekshibisonis, 17 kasus perdagangan perempuan pekerja migran Indonesia dan anak untuk tujuan eksploitasi seksual.
"Lima anak perempuan bahkan menjadi korban kekerasan seksual dalam seminggu. Segerakan perlindungan bagi anak perempuan korban kekerasan di Provinsi Lampung ini," pinta dia.
Bentuk kekerasan yang terbanyak kedua adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yakni 35 kasus, dilanjutkan 9 kasus pembunuhan, 5 penganiayaan, dan 5 perampokan.
Berdasarkan kategori usia korban, 170 kasus berusia anak (kurang dari 18 tahun). Menurutnya, anak rentan mengalami kekerasan karena dianggap sebagai pihak yang tidak berani melakukan serangan atau perlawanan ketika mengalami kekerasan. Anak juga belum memiliki nalar yang cukup atas peristiwa yang terjadi.
“Kerentanan terhadap anak ini sering kali terjadi karena orangtua yang kurang waspada terhadap lingkungan sosialnya, dan adanya pembiaran ketika terjadi perubahan pada prilaku anak-anaknya,” papar Sely lebih lanjut.
Baca juga: Sepanjang 2021 Terjadi 239 Kasus kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Lampung
Untuk kategori usia pelaku, sambungnya, berbanding terbalik dengan korban. Pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak hanya 25 pelaku yang tergolong usia anak, selebihnya 208 pelaku berusia di atas 18 tahun atau usia dewasa. Angka Ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung dilakukan oleh laki-laki dewasa.
Pelaku kekerasan seksual bahkan didominasi orang terdekat, seperti tetangga, ayah kandung, ayah angkat, kakak kandung, kakak angkat, guru, guru ngaji, pacar, teman, dan majikan.
Tertinggi di Bandar Lampung
Berdasarkan wilayah kejadian, kasus kekerasan tertinggi di Kota Bandar Lampung sebanyak 47 kasus, kemudian secara berurutan Lampung Timur 34 kasus, Tulang Bawang 21 kasus, Lampung Tengah 20 kasus, Tanggamus 17 kasus, Lampung Utara 16 kasus.
Selanjutnya di Lampung Selatan dan Way Kanan masing-masing 15 kasus, Pesawaran 11 kasus dan Pringsewu 7 kasus, Mesuji 5 kasus, Lampung Barat dan Metro masing-masing 2 kasus, di luar wilayah Lampung (Palembang, Riau, Pangkal Pinang, dan Malaysia) 10 kasus, tidak diketahui 17 kasus.
"Bandar Lampung menjadi wilayah tertinggi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak karena masyarakatnya lebih terbuka dan berani mengungkap kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi disekitarnya atau yang menimpa dirinya," ungkap Sely.
Selain itu juga tersedia sarana dan prasarana yang memadai sehingga memudahkan penjangkauan kasus dibanding daerah lain.
Untuk mencegah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Sely menyarankan semua pihak memberikan perhatian dan perlindungan kepada perempuan dan anak yang rentan akan kasus kekerasan. Baik, dari keluarga melalui edukasi seksual sejak dini kepada anak, hingga masyarakat agar pro aktif mencegah tindakan kekerasan di lingkungan sekitar.
Sementara dari sisi pemerintah, pihaknya mendorong pemerintah untuk proaktif membuat dan mendorong legislatif menciptakan regulasi yang berpihak pada korban kekerasan seksual. ( Tribunlampung.co.id / Sulis Setia Markhamah )
Diantaranya urgensi pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang melindungi korban, serta pemerintah daerah harus memastikan Perda-Perda dan kebijakan lainnya yang terkait dengan persoalan anak-anak dan perempuan diimplementasikan dengan baik.