Bandar Lampung
Sepanjang 2021 Terjadi 239 Kasus kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Lampung
Direktur Eksekutif LAda DAMAR Sely Fitriani mengatakan, kasus asusila mendominasi dengan 179 kasus. Kemudian disusul kekerasan dalam rumah tangga.
Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lampung dalam kurun Januari-Desember 2021 mencapai 239 kasus.
Direktur Eksekutif LAda DAMAR Sely Fitriani mengatakan, kasus asusila mendominasi dengan 179 kasus.
Kemudian disusul kekerasan dalam rumah tangga dengan 35 kasus.
Dilanjutkan 9 kasus pembunuhan, 5 kasus penganiayaan, dan 5 kasus perampokan.
Baca juga: Polsek Menggala Amankan Pelaku Kekerasan pada Anak di Bawah Umur
“Angka tersebut menunjukkan bahwa di Lampung setiap bulan terjadi 20 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak atau setiap minggu terjadi lebih dari 5 kasus,” kata Sely dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/1/2022).
Berdasarkan kategori usia korban, 170 kasus berusia anak (kurang dari 18 tahun).
Anak rentan mengalami kekerasan dikarenakan anak dianggap sebagai pihak yang tidak berani melakukan serangan atau perlawanan ketika mengalami kekerasan, dan juga belum memiliki nalar yang cukup atas peristiwa yang terjadi.
Kerentanan terhadap anak juga sering kali terjadi karena orangtua yang kurang waspada terhadap lingkungan sosialnya, dan adanya pembiaran ketika terjadi perubahan pada perilaku anak-anaknya.
Untuk kategori usia pelaku berbanding terbalik dengan korban.
Baca juga: Kunjungi Metro, Menteri Pemberdayaan Perempuan Minta Pelaku Kekerasan Ditindak
Pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak hanya ada 25 pelaku yang tergolong usia anak.
Sebanyak 208 pelaku berusia di atas 18 tahun atau usia dewasa.
Angka Ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung dilakukan oleh laki-laki dewasa.
Pelaku asusila didominasi orang terdekat, seperti tetangga, ayah kandung, ayah angkat, kakak kandung, kakak angkat, guru, guru ngaji, pacar, teman, dan majikan.
Berdasarkan wilayah kejadian kekerasan terhadap perempuan, tertinggi terjadi di Kota Bandar Lampung sebanyak 47 kasus.
Kemudian disusul Lampung Timur 34 kasus, Tulangbawang 21 kasus, Lampung Tengah 20 kasus, Tanggamus 17 kasus, Lampung Utara 16 kasus, Lampung Selatan dan Way Kanan masing-masing 15 kasus, Pesawaran 11 kasus, Pringsewu 7 kasus, Mesuji 5 kasus, serta Lampung Barat dan Metro masing-masing 2 kasus.
Lalu di luar wilayah Lampung (Palembang, Riau, Pangkal Pinang, dan Malaysia) 10 kasus dan tidak diketahui 17 kasus.
Bandar Lampung menjadi wilayah tertinggi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi logis dikarenakan angka kejadian kriminalitas tertinggi di perkotaan.
Hal ini didukung dengan mudahnya memperoleh data di Bandar Lampung, masyarakatnya lebih terbuka dan berani mengungkap kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di sekitarnya atau yang menimpa dirinya, serta tersedia sarana dan prasarana yang memadai sehingga memudahkan penjangkauan kasus dibanding daerah lain.
Perempuan pekerja migran dan anak di Lampung masih sangat rentan menjadi korban perdagangan orang.
Tercatat 17 perempuan pekerja migran Indonesia menjadi korban TPPO dan kekerasan berbasis gender.
Hal itu karena mayoritas pekerja migran adalah perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga, dan mudah berpindah-pindah majikan hingga tidak terpantau lagi keberadaannya.
"Kerentanan pekerja migran dalam tiap tahapan migrasi dan berbagai persoalan pelanggaran HAM pada saat bekerja dan kembali ke Tanah Air masih menjadi persoalan keseharian yang dialami oleh perempuan pekerja migran," jelasnya.