Bandar Lampung

Kasus DBD di Lampung per Januari 2022 Melonjak Dratis 525 Kasus Dibanding Tahun Lalu

Kasus ini sangat melonjak drastis dari Januari 2021 yang hanya 108 kasus atau melonjak 525 kasus di Januari 2022

Penulis: Bayu Saputra | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra
Kadiskes Lampung dr Reihana. Kasus DBD di Lampung per Januari 2022 melonjak dratis 525 kasus dibanding tahun lalu. 

Pada musim hujan populasi Aedes Aegypti akan meningkat karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya mulai terisi air hujan. 

Kondisi ini akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue. 

Dan juga faktor dari kepadatan penduduk diperkotaan (sanitasi yang buruk seperti pembuangan limbah, air minum yang tidak memadai).

Semua akan memunculkan potensi Aedes Aegypti berkembang biak ditingkat yang tinggi dan membuat lingkungan untuk penularan kondusif. 

Adapun faktor utama banyaknya kasus DBD tersebut yakni kurang partisipasi masyarakat dalam melaksanakan PSN 3 M Plus (masyarakat lebih memilih fogging).

Deteksi dini Kasus DBD yang belum maksimal sistem surveilans kasus dan vektor belum berjalan optimal.

Penanganan KLB (kejadian luar biasa) belum berjalan optimal implementasi penanggulangan fokus belum sesuai SOP.

Pokjanal Dengue sebagai wadah koordinasi LP/LS kurang berfungsi dan kurang berjalan optimal urangnya komitmen daerah dalam  implementasi G1R1J (1 Rumah 1 Jumantik).

Minimnya anggaran operasional dalam pengendalian dengue dipusat atau provinsi atau kabupaten dan kota, climate change (hujan, suhu, kelembaban optimum untuk vektor).

Waspada DBD ditengah pandemi Covid-19, dirinya meminta para warga untuk memaksimalkan Jumantik (juru pemantau jentik).

"Kalau untuk DBD pihaknya akan terus melakukan pemantauan dan yang penting juga masyarakat itu harus pemahaman dengan 3M plus" kata Reihana.

Diantaranya menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas.

Lalu setiap rumah itu harus ada satu Jumantik  (juru pemantau jentik), karena sebagai petugas yang selalu mobile jika terdapat kasus tersebut.

"Jadi dirumah harus ada yang memantau jemantik nyamuk, meskipun pandemi semuanya tentang DBD tidak terlupakan," kata Reihana.

Karena semua ada bagiannya dan juga ada standar pelayanan minimum (SPM) dan tidak mungkin adanya pandemi DBD ini ditinggalkan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved