Kasus Korupsi di Lampung Utara
Akbar Tandaniria Menyesal Terlibat Gratifikasi di Dinas PUPR Lampung Utara
Terdakwa perkara gratifikasi di Dinas PUPR Lampung Utara, Akbar Tandaniria Mangkunegara, mengaku menyesal dengan perbuatannya.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Terdakwa perkara gratifikasi di Dinas PUPR Lampung Utara, Akbar Tandaniria Mangkunegara, mengaku menyesal dengan perbuatannya.
Ia pun memohon maaf kepada orangtua, keluarga, masyarakat, serta jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
Hal tersebut disampaikan Akbar dalam persidangan di Pengadian Negeri (PN Tanjungkarang, Kota Bandar Lampung, Rabu (2/3/2022).
Seperti diketahui, Akbar Tandaniria Mangkunegara yang merupakan adik kandung eks Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara telah didakwa menerima sejumlah uang fee dari para rekanan proyek di Kabupaten Lampung Utara.
Fee tersebut kemudian diserahkan Akbar kepada Agung Ilmu Mangkunegara selaku bupati saat itu.
Akbar disebut representasi (perwakilan) dari Agung Ilmu Mangkunegara selaku Bupati Kabupaten Lampung Utara periode 2014-2019.
Agung sendiri saat ini sedang menjalani hukumannya di Lapas Rajabasa Bandar Lampung.
Ia telah divonis 7 tahun penjara sejak 2020 lalu.
Dalam sidang pada Rabu, Ketua Majelis Hakim Efianto sempat menanyakan keluarga terdakwa Akbar.
Pertanyaan itu langsung membuat Akbar berkaca-kaca kemudian meneteskan air mata.
Baca juga: Ditanya soal Anak dan Keluarga, Akbar Tandaniria Meneteskan Air Mata
Akbar mengatakan, ia memiliki 4 orang anak dari pernikahan dengan istrinya Rahma Saputri.
"Yang kecil masih 7 tahun, yang tua sudah SMK," kata Akbar, sembari menyeka air mata.
Namun Akbar mengakui, dirinya masih menerima gaji setengahnya sebagai ASN Pemprov Lampung. Ia pun menyatakan sangat menyesali perbuatannya dan memohon maaf kepada sejumlah pihak.
"Saya mohon maaf kepada JPU, masyarakat, orang tua dan keluarga. Saya sangat menyesal. Saya berupaya semaksimal mungkin dari apa yang saya nikmati, saya kembalikan ke negara," kata Akbar.
Ia berharap jaksa penuntut umum memberikan tuntutan seringan mungkin.
Termasuk berharap kepada majelis hakim untuk mengabulkan permohonan Justice Collaborator (JC).
Terkait JC yang diajukan terdakwa, Ketua Majelis Hakim Efianto menanyakan kepada terdakwa siapa yang perlu diperdalam lagi dalam perkara tersebut.
Namun sayangnya, terdakwa Akbar tidak mau menyebutkan nama yang diminta oleh majelis hakim.
"Tidak yang mulia, saya rasa tim penyidik yang lebih tahu yang mulia," kata Akbar.
Setoran Fee
Dalam sidang itu, Akbar juga menjelaskan kebiasan pembagian fee proyek di Dinas PUPR Lampura.
Menurutnya, setoran fee 20-30 persen sudah diatur oleh Syahbudin dan Taufik Hidayat.
Syahbudin merupakan kepala Dinas PUPR Lampura saat ini, sementara Taufik merupakan orang kepercayaan Agung.
"Saya tahu angka tersebut dari Taufik dan Syahbudin. Syahbudin yang menentukan karena dia sudah lama di PU," kata Akbar.
Selanjutnya penuntut menanyakan perihal kesanggupan Syahbudin memotong fee proyek yang disetor ke terdakwa merupakan syarat untuk menjadi Kadis PUPR.
"Tidak tahu pak jaksa, setahu saya Syahbudin jadi kepala dinas karena dia memang sudah lama di PU," kata Akbar.
TerdakwA Akbar juga mengungkapkan alasan Agung, menunjuknya sebagai orang kepercayaan.
"Saya diminta kakak saya, karena dia takut dengan pemborong. Sehingga meminta saya yang mengakomodir fee tersebut," kata Akbar.
Teknis serah terima uang fee dari Syahbudin dan Taufik kepada Akbar setelah mengkonfirmasi dengan Agung. Menurutnya, Syahbudin dan Taufik terlebih dahulu menghubungi Agung sebelum akhirnya fee tersebut diserahkan kepadanya.
Dalam sidang, majelis hakim juga menanyakan soal jatah proyek untuk mantan Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri.
Pada persidangan sebelumnya, Bachtiar Basri mengakui menerima jatah proyek dari Agung Ilmu Mangkunegara.
Akbar menjelaskan, saat itu eks Wagub Lampung Bachtiar Basri menghubungi Agung melalui sambungan telepon.
Bachtiar meminta proyek dengan pagu anggaran Rp 15 miliar. Agung lantas memberi jatah proyek sebesar Rp 10 miliar. Sementara sisanya akan diberikan di tahun berikutnya.
Ia juga mengaku jika dijanjikan oleh sang kakak untuk menjadi calon bupati penerus setelah Agung.
Janji itu diberikan karena Akbar memberi Agung uang sebesar Rp 750 juta untuk maju Pemilihan Bupati Lampung Utara periode kedua.
Uang Rp 750 juta itu kata Akbar berasal dari hasil penerimaan fee proyek di Dinas PUPR Lampura.
Uang tersebut tidak dikembalikan lagi oleh Agung.
"Tidak kembali, sebagai gantinya saya dijanjikan untuk menjadi calon bupati penerus setelah Agung," kata Akbar.
Akbar juga mengakui telah menerima keuntungan dari pengumpulan fee proyek dari rekanan dinas PUPR Lampura sebanyak Rp 2,25 miliar.
Uang itu telah dibelikan tanah seluas 3.000 m2 di wilayah Kemiling, Bandar Lampung.
Ia juga mengatakan telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar yang diserahkan ke KPK dalam bentuk uang tunai.
"Selain uang tunai, aset tanah atas nama istri saya juga sudah disita oleh JPU KPK," kata Akbar.
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa, majelis hakim mempersilakan Jaksa Penuntut Umum untuk menyiapkan surat tuntutan.
JPU KPK Ikhsan Fernandi meminta waktu dua minggu untuk itu.
Permohonan tersebut diterima majelis hakim.
"Memberikan kesempatan JPU untuk menyiapkan tuntutan. Maka sidang ditunda dan akan dibuka lagi Rabu, 16 Maret 2022)," kata Efianto menutup persidangan.
(Tribunlampung.co.id/Muhammad Joviter)