Pemilu 2024
Survei SMRC: Mayoritas Publik Tolak Gagasan Penundaan Pemilu 2024
Survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan mayoritas warga menginginkan Pemilu tetap dilaksanakan pada tahun 2024 mendatan
Tribunlampung.co.id – Survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan mayoritas warga menginginkan Pemilu tetap dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang.
Hasil survei SMRC menunjukan mayoritas warga ( 78,9 persen) menolak ide penundaan pemilu 2024.
Direktur Riset SMRC Deni Irvani mengatakan, dalam persentasi hasil survei menunjukan 78,9 persen publik mendukung pemilu tetap digelar pada tahun 2024 mendatang, meski pandemi Covid-19 belum tentu akan berakhir dalam waktu dekat.
Sedangkan yang menilai pemilu harus diundur karena alasan pandemi hanya 11,9 persen.
Publik berpendapat, bahwa menjadi tanggung jawab presiden hasil Pemilu 2024 bila wabah Covid-19 belum berakhir nantinya.
Baca juga: DPR akan Bahas Tahapan Pemilu 2024 Usai Pelantikan Komisioner KPU dan Anggota Bawaslu yang Baru
Baca juga: KSKP Bakauheni Amankan 720 Kilogram Daging Celeng dari Bengkulu Selatan yang Akan Dikirim ke Bekasi
“Angka ini konsisten dengan hasil survei sebelumnya pada September 2021,” kata Deni melalui kanal YouTube SMRC TV, Jumat (1/4/2022).
Menurut Deni, ide penundaan pemilu karena alasan pemulihan ekonomi juga mendapatkan mayoritas dari publik.
Dimana, sebanyak 79,8 persen warga menginginkan pemilu tetap dilaksanakan pada tahun 2024 sesuai undang-undang, walaupun kondisi ekonomi akibat dampak pandemi belumlah pulih.
Publik menilai bahwa adalah tanggungjawab pemerintah hasil Pemilu 2024 untuk menanggulangi masalah ekonomi, bila masalah ekonomi akibat pandemi belum berakhir pada 2024 nanti.
“Hanya ada 11,4 persen masyarakat yang setuju pemilu diundur karena alasan pemulihan ekonomi,” ujar Deni.
Sedangkan, terkait dengan gagasan penundan pemilu karena alasan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru belum selesai, jug ditolak oleh 78,5 persen publik.
“Yang mendukung penundaan pemilu ke 2027 karena alasan pembangunan IKN yang belum selesai hanya sekitar 10,9 persen,” kata dia.
Baca juga: Penggunaan Sistem e-Voting pada Pemilu 2024 Rawan untuk Diretas
Baca juga: KPU Lampung Menilai Kesiapan Teknologi e-Voting Perlu Dipersiapkan Sebelum Diterapkan di Pemilu 2024
Hanya da 5 persen publik Indonesia yang mendukung gagasan masa jabatan presiden tiga periode.
Menurut Deni irvani, hasil survei ini menunjukan bahwa mayoritas warga sebanyak 73 persen menilai ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua kali harus tetap dipertahankan.
Dan hanya 15 persen yang menilai ketentuan tersebut harus diubah.
Deni menjelaskan, dari 15 persen yang menilai masa jabatan presiden harus diubah, 61 persen (ataau sekira 9 persen dari total populsai,red0 ingin masa jabatan presiden hanya satu periode (untuk 5, 8 atau 10 tahun).
“Yang ingin lebih dari dua kali (masing-masing 5 tahun-red) hanya 35 persen, atau hanya 5 persen dari total populasi,” kata Deni.
Dikatakannya,bahwa pendapat warga yang mayoritas ingin mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden dua kali ini konsisten selama 3 kali suvei, yakni pada Mei 2021, September 2021 dan Maret 2022.
“Ide penambahan periode jabatan presiden bukanlah aspirasi yang umum di masyarakat. Hanya sekira 5 persen warga yang setuju dengan pandangan tersebut.”
“Publik pada umumnya ingin seorang presiden hanya menjabat maksimal dua periode saja,” ungkap Deni.
Untuk diketahui, survei yang dilakukan SMRC dilakukan pada 1220 responden yang dipilih secara acak dengan metode stratified multistage random sampling terhadap keseluruhan populasi atau warga Negara Indonesia.
Pengambilan sampel dilakukan melalui wawancara tatap muka dilakukan pada 13-20 Maret 2022.
Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1027 atau 84 persen.
Dimana margin of error survei ini dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar kurang lebih 3,12 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.(*)
Artiket ini telah tayang di Tribunnew.com