Pesisir Barat

Perjuangan Berat Perekonomian Warga Way Haru Pesisir Barat, Ongkos Angkut Rp 4.000 per Kg

Buruknya kondisi jalan ditambah faktor alam yang sangat sulit diprediksi akhirnya mencekik perekonomian warga Way Haru. 

Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Saidal Arif
Kondisi jalan menuju Way Haru. Perjuangan berat perekonomian warga Way Haru Pesisir Barat. 

Tribunlampung.co.id, Pesisir Barat - Terbengkalainya rencana pembangunan jalan dan jaringan listrik ke Way Haru jelas merupakan pengingkaran terhadap hak-hak masyarakat Way Haru itu sendiri. 

Jalan berat perjuangan warga menuju kesejahteraan bersama dipastikan makin berat jika KLHK tidak mampu memberi solusi terbaik.

Perjalanan pergi-pulang ke Way Haru memang unik sekaligus pilu.

Sebab ruas jalan sepanjang 16 kilometer ini bisa ditempuh dalam 4 jam jika musim kemarau, namun waktu tempuh bisa membengkak bisa tujuh Jam sampai sehari semalam jika musim penghujan tiba. 

Penyebab molornya waktu tempuh adalah muara yang banjir (ada tujuh muara sepanjang ruas Way Heni-Way Haru) serta pasang-surut pantai. 

Baca juga: Way Haru Desa Terpencil di Ujung Bengkunat Pesisir Barat, Tak Ada Listrik dan Minim Fasilitas

Baca juga: Krui Fair 2022 Sukses Digelar, Stand DPRD Pesisir Barat Jadi Pusat Perhatian Masyarakat

Jika muara banjir, pelintas harus menunggu sampai surut. 

Sedangkan jika air laut pasang pada musim angin barat, praktis permukaan pantai tidak bisa dilalui kendaraan. 

Garis pantai memang jadi ruas jalan alternatif bagi warga untuk menghindari jalan tanah di sisi rimba yang rusak parah, Itu adalah jalan patroli milik BBTNBBS.

Sesuai peruntukannya, jalan patroli adalah jalan tanah yang tidak ditingkatkan kualitasnya menjadi jalan onderlagh ataupun jalan beton apalagi aspal. 

Disebabkan karena kondisi jalan tanah yang buruk, sudah sejak lama warga menggunakan gerobak sapi sebagai moda angkutan barang. 

Akibat sering diinjak kaki sapi, kondisi badan jalan tersebut saat ini penuh lubang dan sangat sulit dilintasi kendaraan bermotor.

Buruknya kondisi jalan ditambah faktor alam yang sangat sulit diprediksi akhirnya mencekik perekonomian warga Way Haru

Pada musim penghujan, ongkos angkut di Way Haru bisa tembus Rp 4.000 per kilogram.  

Rp 4.000 per kilogram untuk jarak tempuh 16 kilo meter itu tarif angkutnya sama dengan ongkos angkut Lampung-Jakarta.

Kemudian, mengenai penerangan di Way Haru, sebagian besar warga menggunakan mesin diesel sebagai sumber listrik mereka. 

Selain tinggi biaya operasional hariannya (sebab menggunakan solar yang harus didatangkan dari luar Way Haru dengan ongkos angkut selangit), mesin diesel juga butuh biaya perawatan berkala. 

“Modal awalnya juga besar bang, makanya kami patungan dengan tetangga, kalo beli sendiri-sendiri gak sanggup,” ujar Nengsih, warga Way Tias. 

Pembangkit listrik lainnya yang dipakai oleh warga adalah turbin sederhana yang digerakkan tenaga air. 

Tapi modal pembangunannya juga mahal dan memakan biaya yang cukup tinggi.

Menurut Nengsih, cerita tentang sulitnya kehidupan di Way Haru adalah kisah lama dan usang bahkan bisa jadi sudah berlangsung ratusan tahun. 

“Tapi ini kampung kami, ini Pekon kami, sejak nenek moyang kami mereka sudah tinggal di sini, jadi kami tak mungkin pindah," ungkapnya.

"Kami tetap yakin dan percaya suatu hari nanti orang-orang yang diatas sana, yang punya kuasa, bakal kasian sama rakyat kecil seperti kami, Amin” ujar Nengsih seolah berdoa dan penuh harap.

(Tribunlampung.co.id /Saidal Arif)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved