Pesisir Barat
Desa Way Haru di Pesbar yang Terabaikan dari Pembangunan, Tak Ada Listrik dan Akses Jalan Sulit
Upaya pemerintah untuk mengentaskan daerah terpencil yang terisolir dari daerah lainnya belumlah sepenuhnya terwujud.
Akibat sering diinjak kaki sapi, kondisi badan jalan tersebut saat ini penuh lubang dan sangat sulit dilintasi kendaraan bermotor.
Buruknya kondisi jalan ditambah faktor alam yang sangat sulit diprediksi akhirnya mencekik perekonomian warga Way Haru.
Pada musim penghujan, ongkos angkut di Way Haru bisa tembus Rp 4.000 per kilogram.
Rp 4.000 per kilogram untuk jarak tempuh 16 kilo meter itu tarif angkutnya sama dengan ongkos angkut Lampung-Jakarta.
Kemudian, mengenai penerangan di Way Haru, sebagian besar warga menggunakan mesin diesel sebagai sumber listrik mereka.
Selain tinggi biaya operasional hariannya (sebab menggunakan solar yang harus didatangkan dari luar Way Haru dengan ongkos angkut selangit), mesin diesel juga butuh biaya perawatan berkala.
“Modal awalnya juga besar bang, makanya kami patungan dengan tetangga, kalo beli sendiri-sendiri gak sanggup,” ujar Nengsih, warga Way Tias.
Pembangkit listrik lainnya yang dipakai oleh warga adalah turbin sederhana yang digerakkan tenaga air.
Tapi modal pembangunannya juga mahal dan memakan biaya yang cukup tinggi.
Menurut Nengsih, cerita tentang sulitnya kehidupan di Way Haru adalah kisah lama dan usang bahkan bisa jadi sudah berlangsung ratusan tahun.
“Tapi ini kampung kami, ini Pekon kami, sejak nenek moyang kami mereka sudah tinggal di sini, jadi kami tak mungkin pindah," ungkapnya.
"Kami tetap yakin dan percaya suatu hari nanti orang-orang yang diatas sana, yang punya kuasa, bakal kasian sama rakyat kecil seperti kami, Amin” ujar Nengsih seolah berdoa dan penuh harap.
(Tribunlampung.co.id /Saidal Arif)