Pesisir Barat
Desa Way Haru di Pesbar yang Terabaikan dari Pembangunan, Tak Ada Listrik dan Akses Jalan Sulit
Upaya pemerintah untuk mengentaskan daerah terpencil yang terisolir dari daerah lainnya belumlah sepenuhnya terwujud.
Tribunlampung.co.id, Pesisir Barat – Upaya pemerintah untuk mengentaskan daerah terpencil yang terisolir dari daerah lainnya belumlah sepenuhnya terwujud.
Masih cukup banyak daerah-daerah terpencil dan terisolir. Tak terkecuali di Provinsi Lampung.
Seperti yang harus dialami oleh masyarakat Way Harus di Kabupaten Pesisir Barat.
Warga harus merasakan hidup terisolis dari dunia luar, karena sulitnya akses menuju wilayah desa mereka.
Bahkan, rencana untuk membangun jalan dan jaringan listri menuju ke Way Haru pun tak jelas juntrungnya.
Baca juga: Bandar Lampung Waspada DBD, Data Terkini Ada 868 Kasus Sejak Bulan Januari
Baca juga: Petualangan Jambret Sadis di Bandar Lampung Berakhir, Dirinya Harus Merasakan Timah Panas di Kakinya
Jalan berat perjuangan warga menuju kesejahteraan bersama dipastikan makin berat jika Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Kehutanan tidak mampu memberi solusi terbaik.
Pasalnya akses jalan menuju ke Way Haru melalui hutan kawasan.
Pemerintah kabupaten Pesisir Barat dan Provinsi Lampung, seakan tak memiliki solusi.
Warga dari Way Harus pun harus berjuang saat hendak keluar. Pasalnya, akses jalan desa sepanjang 16 kilometer yang biasanya bisa ditempuh 4 jam jika musim kemarau, akan berubah jadi 7 jam di musim penghujan.
Penyebab molornya waktu tempuh adalah muara yang banjir (ada tujuh muara sepanjang ruas Way Heni-Way Haru) serta pasang-surut pantai.
Jika muara banjir, pelintas harus menunggu sampai surut.
Sedangkan jika air laut pasang pada musim angin barat, praktis permukaan pantai tidak bisa dilalui kendaraan.
Garis pantai memang jadi ruas jalan alternatif bagi warga untuk menghindari jalan tanah di sisi rimba yang rusak parah, Itu adalah jalan patroli milik BBTNBBS.
Baca juga: Warga Way Haru Berjuang Buka Isolasi di Wilayahnya, Kirim Surat ke Pemkab hingga Presiden
Baca juga: Way Haru Desa Terpencil di Ujung Bengkunat Pesisir Barat, Tak Ada Listrik dan Minim Fasilitas
Sesuai peruntukannya, jalan patroli adalah jalan tanah yang tidak ditingkatkan kualitasnya menjadi jalan onderlagh ataupun jalan beton apalagi aspal.
Disebabkan karena kondisi jalan tanah yang buruk, sudah sejak lama warga menggunakan gerobak sapi sebagai moda angkutan barang.
Akibat sering diinjak kaki sapi, kondisi badan jalan tersebut saat ini penuh lubang dan sangat sulit dilintasi kendaraan bermotor.
Buruknya kondisi jalan ditambah faktor alam yang sangat sulit diprediksi akhirnya mencekik perekonomian warga Way Haru.
Pada musim penghujan, ongkos angkut di Way Haru bisa tembus Rp 4.000 per kilogram.
Rp 4.000 per kilogram untuk jarak tempuh 16 kilo meter itu tarif angkutnya sama dengan ongkos angkut Lampung-Jakarta.
Kemudian, mengenai penerangan di Way Haru, sebagian besar warga menggunakan mesin diesel sebagai sumber listrik mereka.
Selain tinggi biaya operasional hariannya (sebab menggunakan solar yang harus didatangkan dari luar Way Haru dengan ongkos angkut selangit), mesin diesel juga butuh biaya perawatan berkala.
“Modal awalnya juga besar bang, makanya kami patungan dengan tetangga, kalo beli sendiri-sendiri gak sanggup,” ujar Nengsih, warga Way Tias.
Pembangkit listrik lainnya yang dipakai oleh warga adalah turbin sederhana yang digerakkan tenaga air.
Tapi modal pembangunannya juga mahal dan memakan biaya yang cukup tinggi.
Menurut Nengsih, cerita tentang sulitnya kehidupan di Way Haru adalah kisah lama dan usang bahkan bisa jadi sudah berlangsung ratusan tahun.
“Tapi ini kampung kami, ini Pekon kami, sejak nenek moyang kami mereka sudah tinggal di sini, jadi kami tak mungkin pindah," ungkapnya.
"Kami tetap yakin dan percaya suatu hari nanti orang-orang yang diatas sana, yang punya kuasa, bakal kasian sama rakyat kecil seperti kami, Amin” ujar Nengsih seolah berdoa dan penuh harap.
(Tribunlampung.co.id /Saidal Arif)