Berita Lampung

Warga Malang Sari, Lampung Selatan Demo di Tugu Adipura Tuntut Hilangkan Mafia Tanah

Warga Malang Sari, Lampung Selatan telah menepati lahan itu sejak 1998, tiba-tiba ada pihak mengklaim tanah seluas 10 hekltar tersebut.  

Penulis: Bayu Saputra | Editor: Tri Yulianto
bayu saputra
Warga Malang Sari, Lampung Selatan berunjukrasa di Tugu Adipura Bandar Lampung, terkait tanah 10 hektar milik masyarakat yang diklaim oleh mafia tanah. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Puluhan warga Malang Sari, Lampung Selatan berunjuk rasa di tugu Adipura, Bandar Lampung buntut dugaan adanya mafia tanah.

Dalam unjuk rasa itu warga Malang Sari, Lampung Selatan mengaku telah menepati lahan dengan luas 10 hektar itu sejak 1998.  

Namun tiba-tiba ada pihak mengklaim tanah warga Malang Sari, Lampung Selatan itu, hingga membuat mereka berunjuk rasa di tugu Adipura, Bandar Lampung.

Hartini, warga Malang Sari Lampung Selatan (Lamsel) saat diwawancarai Tribunlampung.co.id, Selasa (19/7/2022) mengatakan sangat miris dengan adanya ulah oknum mafia tanah.

Mafia mengklaim tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun lamanya ditempati warga.  

Baca juga: Mantan Kades Bangun Rejo Lampung Selatan Tersangka Mafia Tanah

Baca juga: Aksi Unjuk Rasa di Bandar Lampung Resmi Dilarang

Dirinya bersama puluhan warga Malang Sari sengaja datang ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung dan berunjuk orasa di tengah Kota Bandar Lampung dengan harapannya masalah ini bisa terselesaikan.

"Kami hanya mempertahankan hak kami, dan semoga bisa ditangani dan selesai," kata Hartini.

Dengan begitu maka warga punya ketenangan hati terutama 34 kepala keluarga (KK) dari 10 hektar tanah yang dimiliki. 

Dijelaskannya bahwa ada sekitar 34 KK yang di klaim tanah di Malang Sari ini dengan luasan sekitar 10 hektar.

Dengan lokasinya itu masuk Lamsel dan perbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur ke arah Simpang Sribhawono, Lampung Timur.

"Kita tenang dari 24 yg ahun atau sejak 1998 atau berdirinya reformasi kenapa sekarang ini tanah yang kami tempati ini malah diklaim," kata Hartini.

Warga selama ini sudah mengajukan sertifikat kepada BPN tetapi memang belum diproses.

Baca juga: Wakil Bupati Ardian Saputra: Sertifikat Tanah dari PTSL sudah Dirasakan Masyarakat

Baca juga: Sedang Alami Keretakan Tulang, Nirina Zubir Tetap Hadir di Persidangan Kasus Mafia Tanah

"Jadi kita mengajukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan 2020 terbit sertifikat punya pihak yang mengklaim. Kalau kita kaget tak merasa menjualnya," kata Hartini 

Warga hanya merebut haknya supaya hak ini bisa  kembali lagi dan warga ini profesinya ada yang buruh, tani hingga usaha rongsokan.

"Kami ini selalu menangis terutama anak-anak setiap kali nangis ketakutan karena takut rumahnya akan digusur," kata Hartini.

Lalu anak-anak selalu diejek oleh temannya di sekolah kalau rumah itu akan digusur dan mau kemana kalau digusur.

Sudah berkomunikasi juga dengan pihak kelurahan dan kecamatan tapi tidak ada titik terangnya.

Makanya sengaja rombongannya mengadukan hal tersebut kepada LBH Bandar Lampung hingga berunjuk rasa.

Dalam tulisan banner yang dibentangkan dalam unjuk rasa tersebut yakni seperti "Sapu bersih mafia tanah, pak menteri ditunggu di Malang Sari".

Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi mengatakan bahwa adanya kejanggalan dengan penerbitan tanah di Malang Sari pada 2020.

Tanah yang diduga diklaim oleh Adi Mulyawan pemilik tanah tersebut dengan luas sekitar 10 hektar tidak mendasar.

"Dengan harapan ada kejelasan dan warga juga  sudah melaporkan kasus mafia tanah ini ke Polres Lampung Selatan dan kabarnya sudah dilimpahkan ke Polda Lampung yang mana saat ini sudah ketahap penyidikan statusnya," kata Indra 

Tanah ini sebelumnya belum terbit sertifikat dan pada 2020 tiba-tiba terbit sertifikat tersebut.

Sebelumnya warga mengikuti program PTSL yang diminta oleh pemerintah pusat dan termasuk area PTSL tersebut di Malang Sari.

Sudah ada pokmas dan warga yang mengikuti sertakan program tersebut sejak lama tetapi tidak ada info lebih lanjut.

Warga sudah menduduki tanah tersebut sejak 1970 lalu membangun rumah sekitar 1998.

Hingga hari ini tanah itu dimanfaatkan sebagai warga negara yang baik .

Tapi faktanya tanpa sepengetahuan pada 2020 terbit sertifikat tersebut, apakah proses penerbitan seperti jin atau iblis yang bisa secepatnya.

Tidak seperti itu penerbitan tanah itu dan semuanya diatur Undang-undang dan masyarakat yang menduduki lahan tak pernah menjual tanah itu.

Mereka hari ini berjuang mempertahankan haknya dan hak konstitusionalnya. Dimana mereka bagian dari warga negara Indonesia.

Selama 24 jam para perempuan yang berunjukrasa ini terus merasakan sakit dan takut serta khawatir kalau digusur oleh mafia tanah.

Apa yang mereka lakukan tanpa diketahui warga Malang Sari.

"Warga Malang Sari menuntut menteri agraria untuk datang dan melihat terkait fakta di Malang Sari," kata Indra.

Jadi bukan saja rumah yang ada didalam lahan 10 hektar yang diklaim oleh mafia tanah itu rupanya ada masjid yang juga masuk dalam sertifikat tersebut.(Tribunlampung.co.id Bayu Saputra)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved