Berita Lampung

DPRD Lampung Selatan Menilai Kasus Bocah Makan Daun di Candipuro Sebagai Kekerasan Terhadap Anak

Sekalipun anak itu pelaku, anak tersebut juga korban pemaksaan makan daun dari pemilik kebun di Desa Karya Mulyasari, Candipuro, Lampung Selatan.

Penulis: Dominius Desmantri Barus | Editor: Tri Yulianto
Tribunlampung.co.id/Dok. Jenggis Khan Haikal
Anggota DPRD Lampung Selatan Jenggis Khan Haikal menilai kasus bocah makan daun di Desa Karya Mulyasari, Kecamatan Candipuro sudah masuk kekerasan terhadap anak. 

Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan - Anggota DPRD Lampung Selatan Jengis Khan Haikal menilai kasus bocah makan daun di Desa Karya Mulyasari, Kecamatan Candipuro sebagai kekerasan terhadap anak.

Anggota DPRD Lampung Selatan Jengis Khan Haikal menyebut jika kasus bocah makan daun di Desa Karya Mulyasari, Kecamatan Candipuro terbukti benar, pelaku sudah lakukan pelanggaran undang-undang perlindungan anak.

Sebagai anggota DPRD Lampung Selatan, Jengis Khan Haikal, berharap Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak programkan sosialisasi perlindungan anak agar kasus bocah makan daun di Desa Karya Mulyasari, Kecamatan Candipuro tidak terulang.

Anggota Komisi II DPRD Lampung Selatan ini mengatakan, semestinya perlakukan kepada anak adalah mendidik dan menasehatinya.  

"Anak seharusnya dididik, dinasehati, untuk tidak berkalakuan tidak baik," ujar anggota Fraksi Demokrat tersebut.

Baca juga: Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai Adakan Pelantikan Akbar Unit Kegiatan Mahasiswa

Baca juga: Oknum Bidan DA Gelapkan Mobil Rental Sejak 3 Bulan Terakhir, Kapolresta: Kenali Identitas Peminjam

"Tugas kita bersama untuk mendidik," tambah Jenggis.

Ia menilai kasus bocah makan daun di Desa Karya Mulyasari, Kecamatan Candipuro sebagai kekerasan terhadap anak dan pelanggaran undang-undang perlindungan anak.

"Ini sudah pelanggaran, yaitu undang undang perlindungan anak," kata Jengis yang juga akademisi.

"Kalau kejadian seperti ini jalas sudah melanggar undang undang perlindungan anak," tegasnya

Jengis menuturkan anak seharusnya mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

"Itu sudah jelas diatur berdasarkan UU no 35 tahun 2014 tentang perubahan perlindungan anak no 23 tahun 2002," katanya

Jengis berharap kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lampung Selatan untuk memprogramkan kegiatan sosialisasi tentang perlindungan anak.

Baca juga: 3 Drama Korea Terbaru Dibintangi Personel SNSD, Kompak Tayang Agustus 2022

Baca juga: Penemuan Bayi di Bandar Lampung, RSUD A Dadi Tjokrodipo Akan Koordinasi dengan Dissos

"Serta bagaimana mendidik anak kerjasama dengan dinas pendidikan," katanya.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Lampung yang juga menjadi aktivis perlindungan anak Lampung Selatan Amelia Nanda Sari mengatakan, LPA Lampung memintanya mengaudit langsung atau observasi langsung apa kejadiannya.

"Sampai hari ini pihak keluarga bocah atau desa belum ada yang menghubungi, atau belum ada yang menjebatani," katanya

"Lalu apakah kasus tersebut sudah masuk ke dalam kekerasan terhadap anak, masuk pasalnya," ujarnya.

"Kalau memang peristiwa yang disangkakan oleh pihak pemilik kebun, memang bener adanya, berarti itu tidak pidananya masuk," ucapnya.

"Hanya kita harus memilih lagi apakah saat kejadian di lapangan, apakah dia memiliki saksi, kalau dia tidak memiliki saksi artinya saksi kuncinya ada di kedua anak ini," ungkapnya.

Amel yang juga Wakil Ketua Komisi III DPRD Lampung Selatan mengatakan kemungkinan dalam waktu dekat akan menyambangi rumah kedua bocah tersebut.

"Kendala Dinas PPPA Lampung Selatan belum miliki psikolog klinis sedangkan terjadi peristiwa yang menyebabkan kesehatan mental anak atau trauma psikis pada anak," kata Amel.

Dengan adanya psikolog diharapkan bisa menggali dan mengobati trauma berupa healing serta pskilog klinis.

"Jadi LPA Lampung akan meminta bantuan kepada Dinas PPPA Provinsi untuk sama-sama membawa psikolog klinis ke rumah korban, untuk dapatkan kronologi kejadian yang sebenenarnya dan mengobati trauma pada anak," ujarnya.

"Karena tugas LPA di sini sebagai pendamping, dan menjaga serta mengobati trauma pada anak," kata Amel.

"Sekalipun anak itu pelaku, yang menjadi titik beratnya adalah selain pelaku, anak tersebut juga korban," ucapnya

"Dalam kasus tersebut anak-anak tersebut dapat dikategorikan sebagai korban, karena ada kekerasan yang dialami walaupun bukan kekerasan dalam bentuk fisik," ungkapnya.

Untuk diketahui Kabupaten Lampung Selatan memperoleh Kabupaten Layak Anak (KLA) tingkat Madya dari Provinsi Lampung.

Padahal di dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia nomor 12 tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak dijelaskan kategori KLA, ada beberapa indikator salah satunya kasus kekerasan pada anak rendah.

Sampai berita ini diturunkan Kadis PPPA Lampung Selatan Anas Anshori masih bungkam terkait kasus pemaksaan dua bocah makan daun sawit di Desa Karya Mulyasari, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan.

Saat dikonfirmasi, Anas mematikan panggilan tidak menjawab melalui pesan singkat WhatsApp walaupun sedang online. (Tribunlampung.co.id/ Dominius Desmantri Barus)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved