Berita Lampung
Petani Damar Pesisir Barat Lampung Keluhkan Harga Damar Mata Kucing Makin Anjlok, Kini Rp 10 Ribu/kg
Harga damar mata kucing di Pesisir Barat, Lampung kini Rp 10 ribu-Rp 11 ribu per kg, padahal semula Rp 30 ribu - Rp 35 ribu per kg.
Tribunlampung.co.id, Pesisir Barat - Para petani damar di Pesisir Barat, Lampung keluhkan harga damar mata kucing yang semakin anjlok.
Harga damar mata kucing saat ini di Pesisir Barat, Lampung di kisaran Rp 10 ribu hingga Rp 11 ribu perkilogram.
Padahal semula harga damar mata kucing di Pesisir Barat, Lampung, kisaran Rp 30- 35 ribu perkilogram.
Menurut Sopyan (35) seorang petani damar di Pekon Penengahan Kecamatan Karya Penggawa, kondisi penurunan harga ini sudah terjadi sejak sepekan terakhir.
"Sekarang harga damar murah banget gak seimbang lagi dengan harga bahan pokok," ungkapnya.
Baca juga: Pemkab Pesisir Barat Lampung Pastikan Pendistribusian Pupuk Subsidi Sesuai Ketentuan
Baca juga: Wisatawan Keluhkan Jalan Wisata Pekon Serai-Walur Pesisir Barat Rusak Parah
Sopyan mengaku, harga damar saat ini jatuh ke harga terendah sejak lima tahun terakhir.
Padahal saat ini harga kebutuhan pokok tinggi, sehingga itu sangat memberatkan petani damar.
Dengan begitu kondisi tersebut membuat kehidupan para petani semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Sekarang bayangkan aja harga cabai saja Rp 60 ribu perkilo, sedangkan damar Rp 10 ribu perkilo, artinya kita butuh 6 kilo damar hanya untuk membeli cabe 1 kilo," ungkapnya.
"Itu baru cabe belum lagi kita bicara kebutuhan lainnya, tentu kondisi ini sangat sulit kami rasakan," lanjutnya.
Sopyan menambahkan, harga damar saat ini tidak sebanding dengan usaha dan resiko yang harus dihadapi para petani saat mengambil getah damar.
Ia menceritakan, untuk mendapatkan getah damar para petani di Pekon Penengahan itu harus berjalan kaki sejauh berilo-kilo meter.
Baca juga: Gunakan Listrik Secara Benar dan Cek Berkala, Biar Hidup Anda Aman Nyaman
Baca juga: Santer Isu Boikot Pemilu 2024, dari Way Haru Pesisir Barat Lampung
"Untuk sampai di kebun damar atau repong damar itu kami harus melewati sungai dan lembah," bebernya.
Belum lagi resiko yang harus diambil pada saat memanen damar.
Untuk memanen getah damar itu para petani harus memanjat pohon menggunakan alat seadanya.
"Kalau untuk memanjat pohon damar itu kita masih menggunakan alat tradisional, seperti ambon (tali yang terbuat dari rotan, dan tembilung (sejenis ember yang terbuat dari pelepah pohon pinang)," ungkapnya.
Hal yang sama juga dikeluhkan Syahroni (39) seorang Petani damar asal Pekon Penggawa V Ulu Kecamatan Karya Penggawa.
Ia mengaku sangat kecewa dengan harga damar saat ini.
Sahroni mengaku harga damar pada awal tahun 2022 masih terhitung normal, namun semakin hari harga damar sekarang semakin anjlok di pasaran.
"Kalau awal tahun dulukan masih normal masih dikisaran Rp 30 ribu hingga 35 ribu tergantung kualitas damarnya," bebernya.
"Tapi kalau sekarang sangat murah cuma Rp 10 ribu, bahkan yang berkualitas saja di hargai cuma Rp 11 ribu itu aja enak kalau ada yang mau beli," tambahnya.
Menurut Sahroni bukan hanya murah, damar di Pesisir Barat saat ini sangat sulit untuk menjualnya di tingkat pengepul.
Sebab para pengepul damar saat ini juga merasa kesulitan menjual damar itu kembali ke pengepul yang lebih besar.
Hal itu di akui Junai (35) satu diantara pembeli damar di Karya Penggawa. Ia mengatakan saat ini komuditi getah damar sedang mengalami masalah di tingkat pengepul yang lebih besar.
Hal tersebut tentu berdampak pada pengepul kecil seperti dirinya.
"Kita bukan tidak mau beli namun duit nya gak ada, modal kita saat ini masih terhutang di pengepul yang lebih besar," bebernya.
"Sehingga untuk membeli barang kembali saat ini kita masih terkendala," sambungnya.
Ia menceritakan, bukan hanya para petani damar yang merasa kebingungan dengan kondisi saat ini, namun kebingungan itu juga dirasakan oleh para pengepul damar seperti dirinya.
Dirinya berharap pemerintah dapat membantu mencarikan solusi untuk mengatasi permaslahan tersebut.
Sebab mayoritas masyarakat Krui menggantungkan hidupnya dari hasil menjual getah damar tersebut.
(Tribunlampung.co.id / Saidal Arif)