Pupuk Ilegal di Lampung Selatan
Dua Tersangka Kasus Pupuk Ilegal di Lampung Selatan Dapat Upah Rp 120 Ribu/Kg, Sehari Bikin 3 Ton
Dua tersangka kasus pupuk ilegal di Lampung Selatan diberi upah oleh bos besarnya senilai Rp 120 ribu per kilogram pupuk ilegal yang dibuat.
Penulis: Dominius Desmantri Barus | Editor: Yoso Muliawan
Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan - Dua tersangka kasus pupuk ilegal di Lampung Selatan mengaku diupah Rp 120 ribu setiap satu kilogram pupuk ilegal yang dibuat.
Dua tersangka itu memberi pengakuan saat dihadirkan dalam ekspose kasus pupuk ilegal di Polres Lampung Selatan, Kamis (20/10/2022).
Dua tersangka kasus pupuk ilegal di Lampung Selatan tersebut adalah FR (24), warga Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, dan AC (44), warga Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
AC mengaku hanya sebagai pekerja dalam kasus pembuatan pupuk ilegal ini.
AC menyebut ada orang di balik produksi pupuk ilegal tersebut.
"Kami cuma pekerja. Ada bos kami yang mengatur semuanya, mulai dari harga sampai barang dipasarkan ke mana," kata AC.
Baca juga: Breaking News Polres Lampung Selatan Bongkar Lokasi Pengoplosan Pupuk Ilegal
Baca juga: Petani di Pesawaran Lampung Keluhkan Kelangkaan Pupuk Subsidi
AC mengaku sudah empat bulan bekerja sebagai pembuat pupuk ilegal.
Per satu kilogram pupuk ilegal yang dibuat, AC mengaku mendapat upah sebesar Rp 120 ribu.
Adapun pemberi upah, ungkap AC, adalah seseorang yang disebutnya sebagai bos.
Seseorang itu memiliki pabrik besar di Gotong Royong, Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah.
Dalam sehari, AC mengaku bisa membuat 2-3 ton pupuk ilegal bersama sejumlah rekannya.
"Biasanya yang mengerjakan, 3-5 orang," ujar AC.
AC menjelaskan lokasi yang dijadikan tempat pembuatan pupuk ilegal di Lampung Selatan hanyalah gudang pengepulannya.
"Pabrik besarnya ada di Gotong Royong, Gunung Sugih (Lampung Tengah)," kata AC.
Kantongi Identitas Bos Besar
Kapolres Lampung Selatan AKBP Edwin memastikan tim telah mengantongi identitas pemilik pabrik besar pupuk oplosan yang ada di Lampung Tengah.
"Inisialnya A. Nanti kami buatkan DPO-nya (daftar pencarian orang)," ujar AKBP Edwin.
AKBP Edwin mengungkapkan pemilik pabrik besar pupuk ilegal tersebut sudah pernah 'bermain', bahkan pernah masuk bui terkait kasus serupa.
"Kami berharap kepada masyarakat yang mengetahui keberadaan pelaku agar melapor ke Polres Lampung Selatan," kata AKBP Edwin.
Tempat Pengepulan dan Pabrik Besar
Baca juga: Ungkap Mafia Pupuk, Kejari Pringsewu Lampung Sita Dokumen DO dan SO dari 2 Gudang
Baca juga: Produsen Pupuk Ilegal di Pringsewu Sengaja Cantumkan NIB dan NPWP untuk Kelabui Petani
Polres Lampung Selatan membongkar praktik pengoplosan pupuk ilegal di tiga tempat berbeda di Lampung Selatan.
Masing-masing di Desa Taman Agung dan Desa Tajimelala di Kecamatan Kalianda dan di Kecamatan Tanjung Bintang.
Tim Polres Lampung Selatan mengamankan dua orang yang menjadi tersangka, yakni FR (24) dan AC (44).
Terbongkarnya kasus pupuk ilegal di Lampung Selatan ini berdasarkan laporan masyarakat.
"Berdasarkan informasi masyarakat, Satreskrim Polres Lampung Selatan bergerak mencari lokasi yang diduga menjadi tempat pengoplosan pupuk ilegal tersebut," kata AKBP Edwin.
Penyelidikan Satreskrim Polres Lampung Selatan membuahkan hasil.
"Petugas mendapati tempat pengoplosan pupuk ilegal di Desa Taman Agung dan Desa Tajimalela, Kecamatan Kalianda, satu lokasi lagi di Kecamatan Tanjung Bintang," ujar AKBP Edwin.
"Saat petugas mendatangi lokasi, mereka (FR dan AC) sedang melakukan pengloposan pupuk ilegal," sambungnya.
Atas temuan pupuk ilegal di tiga tempat di Lampung Selatan, tim Satreskrim Polres Lampung Selatan melakukan pengembangan hingga mendapati pabrik besarnya di Gotong Royong, Gunung Sugih, Lampung Tengah.
"Jadi, skala besarnya ada di Gunung Sugih (Lampung Tengah). Di situ juga mereka melakukan packing (pengemasan)," ujar AKBP Edwin.
Campur Berbagai Bahan
AKBP Edwin membeberkan pengoplosan pupuk ilegal dilakukan dengan mencampurkan sejumlah bahan, seperti kapur, garam, batu bata, dan pewarna merah.
Hasil pencampuran tersebut kemudian dikemas ke dalam karung pupuk KCL merek Mahkota Fitilizer.
Dalam kasus ini, petugas Satreskrim Polres Lampung Selatan menyita barang bukti total 54 ton pupuk ilegal.
"Sebanyak 45,5 ton pupuk ilegal diamankan di tiga tempat di Lampung Selatan, sisanya di pabrik besarnya di Gotong Royong, Gunung Sugih, Lampung Tengah," ujar AKPB Edwin.
Di Desa Taman Agung, Kalianda, petugas menyita 20 karung sak pupuk ilegal yang disebut sebagai KCL/MOP merek Daun sawit.
Kemudian, 60 karung sak yang disebut pupuk NPK, 70 karung sak yang disebut pupuk TSP, dan 37 karung kosong bertuliskan pupuk KCL/MOP merek Daun Sawit.
Ada juga 200 karung kosong bertulis pupuk KCL merek Mahkota Fitilizer, serta 120 karung berisi garam yang sudah diberi pewarna merah.
Petugas juga menyita pewarna merah kurang lebih satu kilogram, tiga karung kapur pertanian, satu karung merek New Long, dua unit mesin jahit, dan dua gulung benang jahit karung.
Juga sebuah ayakan, dua buah sekop, tiga buah cangkul, sebuah mesin giling, dua unit mesin molen, dan satu karung garam.
Sementara di Desa Tajimalela, Kalianda, petugas menyita 160 karung bertuliskan TSP merek Mahkota Fitilizer, 60 karung bertuliskan PT Agra Fitilizer Grup, 120 karung warna biru berisi garam yang sudah diberi pewarna merah, 70 karung polos, dan satu unit mobil Colt Diesel warna kuning BE 8311 DK.
"Dari lokasi di Tanjung Bintang, kami mengamankan 160 karung pupuk PT Agra Fitilizer Grup," kata AKBP Edwin.
Dampak Pupuk Ilegal
Dampak dari pupuk oplosan ilegal tersebut adalah tanah menjadi keras.
"Ketika unsur senyawa pupuk ini tidak sesuai, maka akan berdampak pada tanah. Kandungannya kan sudah jelas ya, batu bata, kapur, kemudian garam, cat warna," papar AKBP Edwin.
AKBP Edwin menambahkan peredaran pupuk ilegal di Lampung Selatan ini bisa berdampak bagi para petani.
"Kalau pupuk tidak sesuai standar pupuk aslinya, maka akan berdampak pada petani. Hasil panennya tidak baik, kemudian akan berdampak panjang," ujar AKBP Edwin.
Para pelaku kasus pupuk ilegal ini mendapat keuntungan hingga miliaran rupiah dari penjualan pupuk ilegal.
"Kalau ditanya berapa sih keuntungan, bisa dihitung sendiri. Normalnya harga pupuk Rp 160 ribu per sak, tapi mereka jual Rp 120 ribu per sak," ujar AKBP Edwin.
AKBP Edwin menambahkan ada juga pupuk ilegal yang dijual oleh para pelaku seharga Rp 160 ribu per sak. ( Tribunlampung.co.id / Dominius Desmantri Barus )