Berita Lampung

Dikabarkan Hilang, Mantan Siswi MAN 1 Krui Lampung Ditemukan Sudah Bekerja di Rumah Makan

Seorang mantan siswi MAN 1 Krui Pesisir Barat Lampung yang sempat dikabarkan hilang sejak Minggu (6/11/2022) akhirnya berhasil ditemukan.

Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi Polsek Pesisir Tengah.
Surat keterengan kehilangan orang dari kepolisian. Sempat dikabarkan hilang mantan siswi MAN 1 Krui Lampung ditemukan sudah bekerja di rumah makan. 

Tribunlampung.co.id, Pesisir Barat - Seorang mantan siswi Madrasyah Aliyah Negeri (MAN 1) Krui Pesisir Barat Lampung yang sempat dikabarkan hilang sejak Minggu (6/11/2022) akhirnya berhasil ditemukan oleh kepolisian.

Kapolsek Pesisir Tengah melalui Panit I Reskrim Ipda Harunur Rasyid mengatakan, siswi yang dikabarkan hilang karena kabur dari rumah  berhasil ditemukan di sebuah rumah makan di Kecamatan Pesisir Selatan.
 
Saat ditemukan ternyata siswi yang berinisial JR tersebut telah bekerja di salah satu rumah makan yang ada di Pekon Tanjung Setia.

"Siswi yang berinisial JR ini saat ditemukan telah bekerja di salah satu rumah makan yang ada di Pekon Tanjung Setia," jelasnya, Sabtu (12/11/2022).

Setelah berhasil ditemukan pihak kepolisian lantas membujuk siswi tersebut untuk mau kembali ke rumahnya.

"Setelah dibujuk dan siswi tersebut bersedia kembali pulang dan sudah diantarkan kepihak keluarganya pada Jumat kemarin (11/11/2022)," ungkapnya.

Baca juga: Cerita Musisi Lampung Luncurkan Single, Arsen: Lagu Luka Berawal dari Cinta

Baca juga: Realisasi Serapan APBD Lampung Selatan 2022 Baru 73,23 Persen

Diberitakan sebelumnya, seorang siswi Madrasyah Aliyah Negeri (MAN1) Krui dikabarkan kabur dari rumahnya sejak Minggu (6/11/2022) setelah mendapatkan sanksi berat dari sekolahnya.

Diketahui 13 Siswa-siswi MAN1 Krui Lampung dikeluarkan atau dipindahkan ke sekolah lain setelah melanggar kedisiplinan.

Kapolsek Pesisir Tengah Kompol Zaini Dahlan mendampingi Kapolres Lampung Barat AKBP Heri Sugeng Priyantho, membenarkan kejadian tersebut.

"Benar kita telah menerima laporan adanya orang hilang atas nama Julia Rahmawati yang berstatus masih pelajar kelas X di MAN 1Krui," jelasnya.

Laporan tersebut tertuang dalam laporan polisi nomor : SKTL-OH/755/XI/2022/SPKT/SEK PETENG/RES LAMBAR/POLDA LPG, tanggal 9 November 2022 dengan pelapor atas nama Yuliani (52) warga Pasar Mulia Selatan.

Dijelaskanya, siswi yang hilang meninggalkan rumah tersebut memiliki kulit putih langsat, tinggi 160 centi meter, rambut panjang. 

Dengan mengenakan pakaian jaket berwarna hijau, celana jeans panjang warna hitam dan sepatu warna putih. 

"Diduga korban hilang meninggalkan rumah itu dengan berjalan kaki," jelasnya.

"Berdasarkan keterangan dari ibu korban, bahwa kejadian itu bermula pada Sabtu (5/11) sekitar pukul 22.00 WIB, anaknya itu pamit untuk tidur di kamarnya," sambungnya.

Lalu, keesokan harinya pada Minggu (6/11/2022) sekira pukul 01.00 ayah korban mengecek anaknya yang pamit tidur tersebut di dalam kamarnya.

Namun saat dicek ayah korban itu tidak menemukan anaknya di dalam kamar dan mendapati pintu dapur sudah dalam keadaan terbuka.

"Kemudian, suaminya itu keluar rumah untuk melakukan pencarian di seputaran pantai Kuala Stabas, namun tidak ditemukan," ungkapnya.

Lanjutnya, orang tua korban tersebut berusaha mencari keberadaan anaknya tersebut dan menghubungi teman-teman, serta kerabatnya, namun tidak ada yang mengetahui keberadaannya.

Pihak orangtuanya kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Pesisir Tengah.

"Terkait kejadian ini, kita juga meminta jika ada yang melihat atau mengetahui ciri-ciri orang tersebut diharapkan segera menghubungi orangtuanya dengan nomor telpon 081231521029, atau menghubungi Polsek setempat," ungkap Kapolsek.

Dinas Pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga berencana (DP3AKB) Pesisir Barat tanggapi keputusan pihak Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN1 Krui) yang Mengeluarkan 13 siswa dari sekolah karena melanggar aturan kedisiplinan.

Kepala Dinas P3AKB Kabupaten Pesisir Barat dr. Budi Wiyono menyesalkan adanya kejadian tersebut.

“Kita tidak membenarkan tindakan anak-anak didik tersebut dalam melakukan pelanggaran, namun kita juga tidak sependapat dengan sanksi yang diberikan oleh sekolah berupa di suruh pindah ke sekolah lain," jelasnya.

Sebab kata dia, terkait kenakalan anak sekolah tersebut merupakan tanggung jawab bersama, mulai dari orang tua, pihak sekolah dan lainnya.

Lanjutnya, pihaknya akan memfasilitasi agar anak-anak yang dikeluarkan tersebut untuk bisa sekolah kembali.

"Karena namanya anak-anak mungkin saat ini mereka nakal tapi suatu saat mereka bakalan berubah," katanya.

Namun dalam mendidik anak-anak itu agar menjadi lebih baik harus ada kerjasama dari pihak sekolah dan orang tua.

Selanjutnya, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kemenag Provinsi Lampung terkait permaslahan tersebut.

"Karena MAN itu kan dibawah naungan Kemenag bukan Dinas Pendidikan, kita sudah laporkan agar anak-anak tersebut agar bisa sekolah kembali," ungkapnya.

Selain itu, pihaknya juga akan memberikan pendampingan psikologi bagi anak-anak tersebut.

Sebab ditakutkan anak-anak tersebut mengalami trauma karena mendapatkan bulian dari kawan-kawannya.

"Kita lakukan pendampingan untuk beban pisikisnya dan kita akan edintifikasi sebenarnya permasalahannya apa," ucapnya.

"Kita juga berharap anak-anak yang mengalami gangguan pisikis dengan kasus ini bisa pulih kembali," sambungnya.

Selanjutnya, pihaknya mengimbau kepada sekolah MAN 1 Krui untuk mepertimbangkan kembali sanksi yang diberikan.

Sebab anak anak itu kata dia, sebagaimana disebutkan dalam Perpres wajib belajar 12 tahun.

Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Provinsi Lampung Toni Fisher angkat bicara terkait keputusan yang diambil oleh pihak Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN1 Krui) yang memberikan sanksi berat kepada 13 siswa yang melanggar aturan kedisiplinan.

Diketahui ke 13 siswa tersebut diarahkan pihak sekolah untuk mencari sekolah lain sebab telah melanggar kedisplinan dan telah mencapai jumlah 100 poin pelanggaran.

Toni Fisher selaku pemerhati hak perempuan dan anak mempertanyakan keputusan yang diambil oleh pihak sekolah MAN1 Krui tersebut.

Menurutnya, seharusnya pihak sekolah MAN1 Krui memahami penerapan sekolah ramah anak yang dicetuskan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian pendidikan, kementrian agama dan kementrian PPPA.

"Semestinya Kepala Sekolah MAN1 Krui itu memahami bahwa dalam program sekolah ramah anak tidak hanya berbicara infrastruktur saja, tapi bagaimana paradigma mendidik dan mengajar ada perubahan," jelasnya.

Para pendidik dan warga sekolah itu kata dia, semestinya harus mengerti dan memahami hak-hak anak.

Sekolah juga seharusnya punya program yang berbasis hak anak.

"Hal itu tertera di undang–undang perlindungan anak juga tertera jelas di konvensi hak anak melalui Kepres 36 tahun 1990," katanya.

"Di sana dijelaskan dalam pasal 28, 29 tentang hak-hak anak di bidang pendidikan, dan juga tertera di pasal 54 undang undang perlindungan anak," sambungnya.

Lanjutnya, ia mendorong agar Kemenag provinsi Lampung untuk mengadakan evaluasi dan monitoring pelaksanaan penerapan madrasah ramah anak di sekolah tersebut.

Sehingga perlindungan anak benar- benar dilakasanakan oleh semua pihak stakeholder.

Kemudian, Toni Fisher juga meminta pihak sekolah agar memperhatikan karakter lingkungan daerah dan keadaan jaman dalam membuat aturan tata tertib sekolah.

"Seharusnya bila sekolah mau membuat peraturan tata tertib sekolah harus melihat juga pada karakter lingkungan daerah serta keadaan jaman," ungkapnya.

Sementara itu Plt. Kepala sekolah MAN1 Krui Hifzon Kurnia Menjelaskan alasan pihaknya mengeluarkan ke 13 siswanya tersebut.

Menurutnya, para siswa-siswi tersebut dikeluarkan atau diarahkan mencari sekolah lain karena sudah banyak melakukan pelanggaran.

"Seperti satu orang siswa itu ketahuan merokok dan viral dimedia sosial (Medsos), Dua orang siswa lainya mabuk sampai mengakibatkan orang lain cidera," jelasnya.

Kemudian kata dia, baru-baru ini terjadi lagi video viral yang menunjukan tujuh siswi mabuk ditempat pariwisata Tanjung Setia.

Lalu ada juga siswa melakukan percobaan pencurian tetapi.

 "Tapi yang satu ini tidak kita pindahkan karena adanya perjanjian diatas materai untuk tidak mengulangi kembali," Jelas Hifzon.

“Jadi kami dari pihak sekolah menggarahkan anak-anak yang melakukan pelangaran disiplin ini dengan jumlah poin pelangaran 100 poin," bebernya.

Namun kata dia, sebelum jumlah poin siswa-siswi itu genap seratus, pihaknya sudah melakukan pembinaan dan memangil orang tua murid tersebut.

(Tribunlampung.co.id / Saidal Arif)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved