Berita Terkini Nasional
Sudan Pecah Perang Saudara, 56 Orang Tewas 595 Luka Parah, Tak Ada Korban WNI
Perang saudara antar Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan kelompok paramiliter Sudanese Armed Forces (RSF) di Sudan memakan korban jiwa.
Tribunlampung.co.id – Perang saudara antar Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan kelompok paramiliter Sudanese Armed Forces (RSF) di Sudan dilaporkan telah memakan korban jiwa hingga tembus mencapai 56 orang, Minggu (16/4/2023).
Persatuan Dokter Sudan melaporkan sedikitnya ada 595 orang mengalami luka parah sejak pertempuran perang saudara meletus pada Sabtu (15/4/2023).
Diperkirakan jumlah tersebut kian bertambah, seiring dengan meningkatnya serangan ditengah kurangnya informasi dari banyak rumah sakit tempat para korban itu dirawat akibat perang di Sudan tersebut.
Sebelum konflik keduanya pecah, hubungan keduanya antara RSF dan SAF telah meningkat selama beberapa bulan terakhir.
Namun pada Sabtu malam, seorang saksi mata menuturkan tentara SAF secara mengejutkan menyerang pangkalan milik paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di kota Omdurman yang berbatasan dengan Ibu Kota Khartoum.
Baca juga: Bangun Tengah Malam, Vincent Verhaag Terkejut Lihat Wajah Baru Jessica Iskandar
Baca juga: Pesulap Merah Minta Maaf setelah Senggol Suku Dayak, Bakal Jalani Hukum Adat
“Kami bisa mendengar tembakan dilepaskan"
"Kita bisa mendengar artileri berat ditembakkan"
"Tidak jelas siapa yang mengendalikan istana, namun mereka telah mengendalikan markas besar dan juga Bandara Internasional Khartoum,” jelas Hiba Morgan dari Al Jazeera.
Di sisi lain, SAF mengeluarkan pernyataan yang mengklaim bahwa RSF-lah yang memulai pertempuran, setelah menyerang pasukannya di kediaman Abdel-Fattah Al-Burhan, panglima tertinggi SAF.
Aksi saling tuduh ini yang kemudian memicu memanasnya konflik, hingga SSF dan RSF mengeluarkan klaim yang bertentangan tentang kendali posisi strategis utama seperti bandara Khartoum dan Merowe, serta gedung televisi dan radio di Khartoum.
Keduanya bahkan telah menutup pintu untuk segala kemungkinan kompromi dan bersikukuh untuk terus melanjutkan perang untuk memperebutkan sejumlah wilayah strategis.
“Tidak ada pembicaraan yang akan dilakukan sampai RSF dihancurkan dan dibubarkan,” jelas juru bicara SAF.
Mencegah bertambahnya para korban, angkatan udara Sudan mendesak orang-orang untuk tetap tinggal di dalam rumah lantaran pasukan SAF hendak melanjutkan serangan udara terhadap pangkalan RSF.
Sementara itu kekuatan global seperti AS, Rusia, Mesir, Arab Saudi, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa dan Uni Afrika – semuanya menentang konflik yang terjadi di Sudan dan meminta kelompok SAF serra RSF untuk segera mengakhiri permusuhan.
Komentar serupa juga diserukan pemerintah China lewat kementerian luar negeri Beijing yang mendesak semua pihak di Sudan untuk menghentikan tembakan guna mencegah situasi meningkat.
“Saya mendesak Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman al-Burhan dan Jenderal Mohamed Hamdan Degalo untuk mengambil tindakan aktif guna mengurangi ketegangan dan memastikan keselamatan semua warga sipil,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Sementara Kementerian Luar Negeri RI memastikan tidak ada Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam peristiwa ini.
"Hingga saat ini, tidak ada WNI yang menjadi korban peristiwa dimaksud. Tercatat terdapat sekitar 1.209 WNI yang menetap di Sudan," kata Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha dalam keterangannya.
Bentrok diduga disebabkan adanya perbedaan pendapat antara militer dan RSF terkait proses reformasi sektor keamanan dan integrasi RSF ke dalam militer Sudan.
Direktur Kemlu RI memastikan KBRI Khartoum-Sudan terus memantau situasi yang tengah berlangsung.
KBRI juga telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan menghindari titik-titik rawan.
Belum ada pernyataan dari Kemlu apakah pemerintah akan melakukan evakuasi kepada WNI di Sudan.
Namun Pemerintah RI menyediakan call center yang dapat dihubungi menanggapi situasi darurat ini.
Adapun call center KBRI Sudan adalah +249 90 797 8701, dan +249 90 007 9060.
Awal mula konflik
Mengutip BBC.com, ketegangan antara RSF dan SAF telah meningkat selama berbulan-bulan.
Tetapi akarnya sudah ada sejak zaman mantan presiden Sudan Omar Al-Bashir, yang digulingkan oleh militer pada 2019.
Saat itu, tentara yang dipimpin oleh Ahmed Awad Ibn Auf menggulingkan pemerintah dan Badan Legislatif Nasional dan mengumumkan keadaan darurat di negara itu untuk jangka waktu 3 bulan, diikuti dengan masa transisi dua tahun sebelum tercapai kesepakatan kemudian.
Sejak itu, Sudan diperintah oleh aliansi yang goyah antara kelompok militer dan sipil.
Pada 25 Oktober 2021, militer Sudan yang dipimpin Fattah al-Burhan mengambil alih pemerintahan melalui kudeta militer.
Sudan kemudian dijalankan oleh dewan jenderal dan ada dua orang militer yang menjadi pusat perselisihan.
Jenderal Abdel Fattah al-Burhan menjadi presiden de facto negara itu.
Sementara wakilnya adalah pemimpin RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, lebih dikenal dengan nama Hemedti.
Mereka tidak setuju dengan arah negara menuju dan langkah yang diusulkan menuju pemerintahan sipil.
Salah satu poin utama yang mencuat adalah mengenai rencana untuk memasukkan RSF berkekuatan 100.000 ke dalam tentara dan siapa yang kemudian akan memimpin pasukan baru.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
(Tribunlampung.co.id)
KPK Tahan 2 Mantan Petinggi Hutama Karya Terkait Kasus Dugaan Korupsi Lahan Tol Sumatera |
![]() |
---|
Pengusaha Percetakan Tolak Pesanan Bendera One Piece karena Takut Dianggap Makar |
![]() |
---|
Polisi Tetapkan Fachrudin Azzahidi sebagai Tersangka dalam Kasus Kematian Istrinya |
![]() |
---|
Gubernur Dedi Mulyadi Digugat ke PTUN Buntut Kebijakan Penambahan Rombel |
![]() |
---|
Kecelakaan Beruntun di Tol Cipularang, 1 Orang Tewas dengan Luka Berat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.