Berita Lampung

UMKM Keripik Asya, Sulap Modal Recehan Jadi Omzet Rp 50 Juta per Bulan

Keripik Asya merupakan UMKM asal Bandar Lampung yang berhasil mengantongi omzet mencapai Rp 50 juta per bulannya.

Penulis: Kiki Novilia | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Kiki Novilia
Owner Keripik Asya, Yuyun. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Keripik Asya merupakan UMKM asal Bandar Lampung yang berhasil mengantongi omzet mencapai Rp 50 juta per bulannya.

Tapi siapa sangka, omzet fantastis tersebut tumbuh dari sebuah usaha kecil dengan modal awal Rp 180 ribu saja.

Hal ini disampaikan langsung oleh Supriyadi (44), owner Keripik Asya, saat ditemui di rumahnya, Selasa (18/4/2023).

Didampingi sang istri, Yuyun, Supriyadi mulai bercerita awal mula usahanya tersebut.

“Kami bukan pebisnis yang dari awal sudah kuat modal, tapi terdorong rasa ingin maju mau usaha,” ucap dia.

Baca juga: Polres Mesuji Polda Lampung Tingkatkan Kembali UMKM di Kabupaten Mesuji

Baca juga: Kapolres Mesuji Polda Lampung Borong Takjil Pelaku UMKM Lalu Dibagikan Gratis ke Warga

Tekadnya lantas diwujudkan dalam pembentukan usaha Keripik Asya, tepat saat pandemi Covid yakni 2019 silam.

Ketika itu, dia dan istrinya memutuskan untuk resign dari pekerjaan sebelumnya dari sektor perbankan dan leasing.

Berpindah dari nyamannya dunia kerja ke dunia usaha tentu menimbulkan pergolakan batin bagi keduanya.

Jika sebelumnya bisa dipastikan mendapat gaji bulanan, kini harus putar otak untuk bisa terus memutar keuangan yang didapat.

“Rasa takut itu pasti ada, kita nggak munafik,” katanya membenarkan.

Hanya, tekadnya yang kuat untuk menjadi seorang pebisnis mengalahkan segalanya.

“Saya ingat quotenya Bob Sadino, ‘setinggi apapun pangkat yang Anda miliki, Anda tetaplah karyawan. Sekecil-kecilnya apapun usaha Anda, Anda adalah bosnya’,” imbuhnya lagi.

Dari sana, dia mulai menjual aneka produk seperti keripik pisang, pempek, otak-otak dan pie pisang.

Namun, akhirnya dia fokus pada produk keripik yang menurut dia kental akan nuansa Lampung.

Kemudian pembuatan produknya terinspirasi dengan keripik zaman dulu.

“Jadi para nyai (nenek) Lampung itu buat keripik pisang tanpa ada perasa apa pun, kecuali original dan asin saja, saya ikuti itu,” beber dia.

Tanpa disangka, produk buatannya mendapat sambutan baik dari para penggemar.

Lambat laun, ia dan sang istri membuat varian baru yang lebih kekinian berupa keripik dengan konsep lumer atau melted.

“Dunia usaha kalau ngga terus inovasi bakal susah berkembang, jadi saya baca pasar yang memang sedang digandrungi banyak orang, jadilah keripik melted,” katanya.

Dari sana lantas berkembang beragam varian rasa seperti cokelat, keju, tiramisu, green tea, susu, dan kopi.

Jangkau Pasar Nasional

Punya omzet puluhan juta rupiah tentunya berkaitan erat dengan tingginya pemasaran produk Asya.

Dikatakan Supriyadi, produk keripik buatannya telah menjangkau banyak toko di Lampung maupun nasional.

“Di Lampung, banyak toko yang sudah kita masuki. Di luar itu kita pasok barang ke Jakarta, Padang, Jambi, Jogja, dan Medan,” terangnya.

Sementara untuk penjualan online ada di Instagram, WhatsApp, Shopee dan padi UMKM.

Kata dia, jika penjualan online ternyata tidak kalah banyak dari yang offline.

“Kita gak bisa lari dari teknologi, sekarang medsos paling juara,” katanya.

Saking tingginya permintaan pasar, ia membutuhkan sekitar 5 ton bahan baku pisang per bulannya.

Pisang tersebut didapat dari Pesawaran dan Talang Padang, Tanggamus, Lampung.

“Mulai banyak banget dari online, pengirimannya pun ke berbagai kota di Indonesia,” terang dia. 

Adapun animo dari para penggemarnya cukup baik sejauh ini.

Konsep melted sudah amat sesuai dengan produk kekinian saat ini.

Bersinergi dengan BRI

Pesatnya transaksi yang dialami oleh Keripik Asya selama 4 tahun terakhir membuat sang pemilik bersinergi dengan Bank BRI.

Dikatakan Supriyadi, BRI sejauh ini telah banyak memberikan dukungan, terutama soal kemudahan bertransaksi.

“Kita punya QRIS, jadi untuk dibawa saat pameran atau dagang jadi lebih praktis,” tambahnya.

Selain itu, dia tidak perlu repot-repot lagi menyiapkan uang kembalian.

Hanya perlu scan barcode saja, maka transaksi sudah selesai diproses.

“Karena kadang ada pembeli yang nggak bawa uang tunai,” kata dia.

Kejadian tersebut pernah dialami oleh Hamdan (25), pegawai swasta yang pernah membeli keripik Asya secara nontunai.

Kala itu, dirinya membeli varian cokelat melted saat sedang ada pameran.

“Untungnya ada QRIS, soalnya sekarang udah nggak pernah bawa uang tunai, sih. Paling cuma siapkan uang receh untuk bayar parkir saja,” katanya.

Di samping itu, usaha garapannya tersebut pernah ikut pameran BRI bertajuk Brilianpreneur.

Dia berhasil lolos kurasi dari ratusan UMKM yang ingin berpartisipasi.

“Penilaian kurasinya dari BRI, yang pasti kami sangat bersyukur,” ucapnya.

Bukan tanpa alasan, dari gelaran tersebut ia mendapat banyak pengalaman berharga.

Mulai dari relasi UMKM yang semakin luas, branding produk secara lebih efektif dan peningkatan angka penjualan.

“Itu pengalaman yang menurut saya luar biasa, kita bisa liat gimana teman-teman UMKM hebat-hebat,” tutupnya.

(Tribunlampung.co.id/Kiki Novilia)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved