Liputan Khusus
Imbas El Nino Produksi Kopi di Lampung Turun Drastis, Tanaman Mati Kekeringan
Sejumlah petani kopi sudah berusaha mengatasi dengan memasok air buat tanaman kopi, namun panas terik akibat El Nino tidak membuat pohon kopi selamat.
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Imbas El Nino produksi kopi di Lampung turun drastis karena banyak tanaman mati kekeringan.
Sejumlah petani kopi sudah berusaha mengatasi dengan memasok air buat tanaman kopi, namun panas terik yang diakibatkan El Nino tidak membuat pohon kopi selamat.
Baca juga: Melawan saat Diringkus, Pencuri Biji Kopi di Way Kanan Ditembak Polisi
Baca juga: Belum Ada Bantuan Buat Petani Kopi yang Terdampak El Nino di Tanggamus
Walaupun harga kopi mahal, petani tetap menjerit karena banyaknya tanaman mati mengakibatkan produksi kopi rendah.
Sehingga petani tetap tidak menikmati hasil dari kenaikan harga tersebut karena minimnya jumlah kopi yang diproduksi.
Kondisi tersebut sebagaimana yang dialami seorang petani kopi di Tanggamus, Zhakariya.
Zhakariya termenung memadang kebun kopinya di Pekon Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus. Hampir sebagian besar tanaman kopi mengering, daun-daun rontok, dan buah kopi tidak bisa dipanen karena kering.
Hal serupa dialami petani kopi di Kabupaten Lampung Barat, Way Kanan, Pesisir Barat, dan Pesawaran. Di Lampung Barat, bukan saja tanaman yang sudah siap panen, pohon kopi yang masih muda jadi mati akibat kekeringan beberapa bulan terakhir di Lampung.
Di Kabupaten Way Kanan, kebun kopi milik Alek Mahad seluas dua hektare juga mengalami kekeringan. Daun-daun kopi menguning, layu, bahkan ada yang menghitam akibat terpapar sinar matahari berlebih. Buah kopi pun tidak merata. Batang kopi terpaksa digantungi bekas botol air mineral yang telah dibolongi agar bisa memberikan air kepada tanaman.
Produksi Turun
Para petani mengaku produksi kopi menurun drastis tahun ini sebagai akibat kemarau panjang Elnino. Penurunan bisa mencapai 50-60 persen.
Zhakariya, petani kopi di Pekon Ngarip Kecamatan Ulu Belu Tanggamus mengungkapkan, banyak buah kopi yang tidak bisa dipanen akibat kemarau panjang. Buah kopi mengering.
"Dari satu batang itu hanya bagian ujung saja yang berbuah, sisanya kering," kata Zhakariya, Minggu (12/11).
Karena kondisi itu, produksi kopi menurun drastis. Jika biasanya satu hektare kebun kopi dapat menghasilkan satu ton biji kopi, namun saat ini hanya mampu mengumpulkan 4-5 kuintal kopi per hektare.
Ia juga mengungkapkan, tak sedikit bunga pohon kopi yang ikut mengering akibat Elnino. Bahkan ada kebun kopi yang mengalami kebakaran.
Petani kopi di Way Kanan, Alek Mahad (56) juga mengaku, mengalami penurunan hasil panen. Jika biasanya hasil panen kopi satu tahun bisa sampai dua ton, saat ini hanya 8-9 kuintal.
"Karena cuaca juga panas, ditambah asupan pupuk-pupuknya juga tidak ada. Kemarau ini sangat berpengaruh ke hasil kopi kami," ucapnya, Sabtu (11/11).
Dahan-dahan sampai pucuk batang kopi juga mati. Bahkan ada juga batang kopi yang mati karena kekeringan.
Andri, petani kopi di Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat mengatakan, tahun ini produksi kebun kopinya menurun. Jika biasanya kebun bisa menghasilkan 1-2 ton biji kopi setahun per hektare, tahun ini hanya 500-600 kg saja.
Petani kopi lainnya di Lampung Barat, Tunggono mengaku, kemarau panjang telah memberikan dampak terhadap tanaman kopi miliknya seluas setegah hektare.
“Karena sejak kemarau panjang kemarin, tanaman kopi milik petani di Suoh dan BNS daunnya mulai layu hingga mati. Sekitar 3-4 bulan lebih waktu itu tidak turun hujan di sini. Sehingga kekeringan tersebut menjadi keluhan masyarakat dan petani,” ujarnya.
Madian, petani kopi Pesisir Barat mengatakan, tahun ini produksi kopinya menurun drastis akibat kemarau panjang.
"Hasil kopi tahun ini sangat jauh berkurang karena dalam beberapa bulan lalu tidak ada hujan. Jadi banyak bunga kopi yang hangus gagal jadi buah," kata dia.
Ia mengatakan, jika biasanya panen kopi 1 ton per hektare, maka tahun ini cuma dapat 3-4 kuintal saja.
Sementara Izhar, petani kopi di Pekon Rata Agung Kecamatan Lemong Pesisir Barat mengatakan, saat ini rata-rata kebun kopi mulai memasuki fase berbunga. Pada saat seperti ini kata dia, waktu yang sangat menentukan bagi para petani.
Sebab, jika cuaca terlalu panas maka akan membuat bunga menjadi layu dan hangus. Namun jika terjadi hujan deras maka akan menyebabkan bunga kopi menjadi rontok dan gugur.
"Cuaca sekarang tidak menentu kadang sangat panas tapi tiba-tiba bisa terjadi hujan deras," ujarnya.
Hal tak jauh berbeda diungkapkan petani kopi di Kawasan Register 19, Gunung Betung Kabupaten Pesawaran, Neri Gustian. Ia mengatakan, produksinya hanya separuh dari hasil tahun 2022.
Ia menjelaskan, hasil panen kopi Robustanya tahun lalu 8-10 ton. Namun tahun ini hanya 4-5 ton saja. “Ya, ada penurunan yang signifikan pada musim kemarau saat ini,” ungkap Neri, Minggu (12/11).
Menurunnya hasil panen itu karena kebun kopi miliknya mengalami kekurangan air. Sehingga tanaman tidak berbuah maksimal. Selain itu banyak pohon kopi yang mati kekeringan.
“Kopi yang mau dipanen hanya berbiji satu, dan itu tidak seperti biasanya, bukan dua tapi cuma sebelah,” ujarnya.
Hal itu juga dirasakan oleh Saiful, warga Desa Gedong Tataan. Ia mengaku terpaksa memanen dini buah kopi karena kekeringan.
“Produksi Kopi anjlok karena kemarau. Sebelumnya sudah jelas pendapatan sekian-sekiannya, sekarang blur dan tak jelas,” ucap Saiful.
Harga Naik
Namun meski produksi turun, masih ada kabar baiknya. Harga kopi jadi naik akibat produksi yang berkurang.
Neri, petani kopi di Kabupaten Pesawaran mengatakan, harga saat ini Rp 35 ribu-Rp 40 ribu per kilogram (kg). Sebelumnya, paling tinggi Rp 25 ribu per kg.
Ia menjual panen kopinya ke tengkulak. Menurutnya, banyak petani tidak memiliki modal sebagai kebutuhan biaya operasional tanam. Sehingga, ini diibaratkan sebagai tanam saham dari tengkulak kepada petani.
“Dengan demikian, sistem hasilnya adalah tengkulak menyediakan pupuk dan kebutuhan pangan, lalu setelah panen dan dijual akan dipotong dari jumlah berapa kebutuhannya,” jelasnya.
Madian, petani kopi Pesisir Barat mengatakan, masih bersyukur meski panen berkurang namun harga kopi melonjak.
"Tahun kemarin hasilnya banyak tapi harganya murah cuma Rp 20 ribu/kg. Sekarang hasilnya sedikit tapi harganya jadi Rp 40 ribu," bebernya. Ia menjual hasil panennya kepada pengepul yang ada di daerah setempat.
Andri, petani kopi di Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat mengatakan, harga kopi masih stabil di kisaran Rp 35-38 ribu per kg. Ia menjual hasil kopinya kepada agen-agen besar yang ada di kecamatan setempat.
Sementara Alek Mahad, petani kopi di Way Kanan mengaku harga hari ini (Minggu) Rp 35.500/kg. Pada Juni lalu harga sempat Rp 39.500/kg. Ia biasa menjual ke tengkulak.(bob/sai/yog/oky/dic/ Tribunlampung.co.id)
695.962 Usaha Sudah Pakai QRIS, di Lampung Tumbuh 27,80 Persen per Tahun |
![]() |
---|
Kendaraan ODOL Picu Jalan yang Sudah Diperbaiki di Lampung Cepat Rusak |
![]() |
---|
Gubernur Lampung Target Jalan Mantap 98 Persen Lima Tahun ke Depan |
![]() |
---|
Pemprov Lampung Targetkan 52 Ruas Jalan Diperbaiki Tahun Ini |
![]() |
---|
Dulu Kubangan Kini Beton, Progres Perbaikan Jalan Provinsi di Lampung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.