Santri Ponpes di Lampung Meninggal

Ortu Santri Meninggal di Lampung Selatan Sebut Ada Konflik antara Junior dan Senior

Asep Marwan, orangtua MF (16), santri Pondok Pesantren Miftahul Huda 606 Desa Agom, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, menyebut ada konflik.

Tribunlampung.co.id/Dominius Desmantri Barus
Asep Marwan, orangtua MF (16), santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda. 

Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan - Asep Marwan, orangtua MF (16), santri Pondok Pesantren Miftahul Huda 606 Desa Agom, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, menyebut ada konflik antara senior dan junior.

Pria yang biasa disapa Encep itu mengatakan, pelaku penganiayaan sama-sama santri di ponpes tersebut.

Dia menjelaskan, pelatih pencak silat yang juga senior di ponpes tersebut bukanlah pelatih profesional.

"Pelatih yang dimaksud itu kakak tingkatnya. Senior di pondok itulah bahasanya. Bukan pelatih pencak silat profesional, bukan. Masih sesama siswa pondok," ucap Encep, Kamis (25/4/2024).

"Yang katanya pelatih dia itu. Sama-sama siswa dari pondok. Nah, nggak tau tuh alasannya dia jadi pelatih kenapa. Mungkin karena lebih senior. Pelaku kelas 3, anak saya kelas 1. Kalau biasanya kan kalau yang kayak gitu tergantung dari sabuk yang ia kenakan, bukan karena senior," sambungnya.

Dia tidak mengetahui tentang mahar atau hukuman yang diterima anaknya hingga meregang nyawa.

Encep mengaku saat mengantar anaknya ke ponpes masih dalam keadaan baik-baik saja.

Dalam keterangan pers sebelumnya, Kapolres Lampung Selatan AKBP Yusriandi Yusrin mengatakan saat sebelum meninggal dunia, korban bersama enam temannya mengikuti latihan kenaikan sabuk pencak silat di pondoknya.

"Jadi bukan saat ujian kenaikan sabuk ya, tapi lagi latihan untuk ujian kenaikan sabuk. Kalau kenaikan sabuknya nggak di pondok itu, tapi sama-sama dengan pencak silat lain se-Lampung Selatan," kata Yusriandi.

"Pada malam itu, Sabtu (2/3/2024) sekitar pukul 20.00 WIB, korban bersama 6 temannya sedang melakukan latihan persiapan kenaikan sabuk dalam pencak silat yang korban ikuti," sambungnya.

Diduga saat latihan itu korban mendapat tindak penganiayaan dengan dalih mahar.

Belum Ditahan

Asep Marwan, orangtua dari MF (16), santri Pondok Pesantren Miftahul Huda 606 Desa Agom, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, mempertanyakan kenapa pelaku sampai saat ini belum ditahan.

Ia menyebut saat ini pelaku masih berada di ponpes.

Menurut informasi yang didapat, pelaku belum ditahan karena ada penjaminnya.

Kata dia, penjaminnya dari pihak Ponpes Miftahul Huda.

Dia mempertanyakan, apakah dalam kasus penganiayaan berujung kematian seperti kasus anaknya ini, pelaku bisa tidak ditahan asal ada penjaminnya.

"Pelaku masih di pondok, belum ditahan. Karena katanya ada penjaminnya. Katanya penjaminnya dari pihak pondok," kata Encep, sapaan akrabnya, Kamis (25/4/2024).

"Jadi kalau ada penjaminnya bisa tidak ditahan. Lah ini kan kasus penganiayaan berujung kematian. Apakah karena pelaku masih di bawah umur? Saya juga nggak tahu. Kami menyerahkan semuanya ke pihak kepolisian," sambungnya.

Ia menyebut saat reka ulang atau rekonstruksi kasus anaknya di ponpes tersebut, pelaku sempat bersujud meminta maaf kepadanya.

"Waktu reka ulang itu pelaku sempat mendatangi saya dan menangis meminta maaf kepada saya. Dia bilang saat itu ada dua orang bersama dia. Tapi waktu reka ulang itu cuma ada dia doang. Yang satu lagi ke mana," katanya.

"Kami hanya pengen tahu. Hal itu kan bisa jadi bahan pertimbangan penyidik untuk menentukan. Tapi kalau anak itu tidak ada keterakaitannya juga ya tidak apa-apa," sambungnya.

Namun, ia merasa ada kejanggalan dalam reka ulang kasus.

Kejanggalan pertama, yang boleh melihat reka ulang kasus anaknya hanya dua orang.

Kejanggalan lainnya, pihak keluarga dilarang untuk mendokumentasikan reka ulang tersebut, baik foto maupun video.

Alasannya pihak kepolisian sudah memiliki tim yang mendokumentasikan kegiatan tersebut.

"Kalau reka ulang udah dilakukan pada Kamis (28/3/2024) lalu di pondok. Saat reka ulang kami dibatasi. Kami kan yang berempat, tapi yang boleh masuk dan melihat cuma saya dan istri," kata Encep.

"Lalu kami mau mendokumentasikan kegiatan tersebut dilarang. Alasannya katanya mereka sudah ada yang mendokumentasikannya. Jadi kami tidak ada dokumentasi kegiatan itu," sambungnya.

Lalu, ia pun mempertanyakan ada beberapa kejanggalan lainnya, seperti jumlah penganiayaan yang berkurang dan ia merasa ada kemungkinan pelaku lainnya dalam kasus anaknya.

"Kami merasa ada kejanggalan. Dari luka penganiayaan saja. Dari rumah sakit saya diberitahu dari rumah sakit ada 7 titik. Tapi pas di reka ulang cuma ada 2 titik. 5 nya lagi ke mana," ujarnya.

"Lalu, saat reka ulang, yang katanya gurunya itu cuma ada satu. Sedangkan menurut BAP sebelumnya ada dua. Satunya lagi ke mana. Kami pengen tau dong," tukasnya.

MF (16), santri Ponpes Miftahul Huda 606, meninggal dunia di RSUD Bob Bazar Kalianda, Minggu (3/3/2024).

Korban meninggal dunia diduga mendapatkan hukuman dari seniornya.

MF merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ecep Marwan dan Epi Yulita, warga Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan.

MF merupakan santri kelas 1 di Ponpes Miftahul Huda 606.

Diketahui, MF merupakan atlet pencak silat dam mengikut ekstrakurikuler pencak silat di Ponpes Miftahul Huda 606.

Polres Lampung Selatan sudah menetapkan satu tersangka berinisial A yang merupakan senior korban di pencak silat.

Tindak pidana penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia itu tertuang dalam laporan polisi LP / B/ 87 / III / 2024 / SPKT / Polres Lampung Selatan / Polda Lampung, Minggu 3 Maret 2024.

Pelaku terancam dijerat dengan Pasal 76c jo Pasal 80 ayat 3 UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang.

Pelaku terancam 15 tahun hukuman penjara.

(Tribunlampung.co.id/Dominius Desmantri Barus)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved