Berita Lampung

Pasar Bandar Sari Digugat, Warga Tuding Kakam Serobot Tanah Warisan di Lampung Tengah

Kakam Bandar Sari, Kecamatan Padang Ratu digugat ke Pengadilan Gunung Sugih karena dianggap menyerobot tanah warga.

Penulis: Fajar Ihwani Sidiq | Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi
Sugati saat menunjukkan tanah warisan yang dianggap diserobot kepala kampung Bandar Sari, Kecamatan Padang Ratu.  

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Lampung Tengah - Kepala Kampung Bandar Sari, Kecamatan Padang Ratu digugat ke Pengadilan Gunung Sugih karena dianggap menyerobot tanah warga.

Yang dipermasalahkan warga yakni tanah seluas 5000 meter persegi yang digunakan sebagai Pasar Kampung Bandar Sari sejak tahun 1980.

Sugati selaku penggugat mengatakan, ayahnya bernama Damiyar meninggalkan tanah seluas 12.500 meter persegi.

Menurutnya, pihak kampung telah menggunakan tanah milik Damiyar dan digunakan untuk membangun pasar.

"Kepala Kampung Bandar Sari mengklaim tanah dengan Peraturan Desa No 5 tahun 2023 tentang Pengolahan Pasar," ujarnya, Senin (3/6/2024).

Sebagai salah satu ahli waris, Sugati menilai dasar hukum yang digunakan kepala kampung untuk menggunakan 5000 meter tanah pasar tidak jelas.

Selain itu, dia menganggap bahwa perdes itu digunakan untuk penyerobotan tanah dan sepihak.

Diapun sempat melakukan aksi protes yang melibatkan puluhan ahli waris pemilik tanah pasar pada Minggu, 21 April 2024. 

Lantas, Sugati pun juga melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Gunung Sugih, dan melaporkan Subagio selaku Kepala Kampung Bandar Sari ke polisi.

”Kami selaku ahli waris pemilik tanah tidak pernah menyerahkan atau menghibahkan tanah pasar tersebut kepada pemerintah kampung bandar sari” ujarnya.

Menanggapi kasus tersebut, Toni Sastra Jaya selaku anggota komisi II DPRD Lampung Tengah mengatakan bahwa perlunya dilakukan mediasi antara keduanya.

Menurutnya, aparat kampung harus bisa membuktikan bahwa tanah yang digunakan untuk pasar adalah bukan tanah sengketa.

Sebab, dia meyakini bahwa peraturan desa tidak serta merta dibuat hanya karena kemauan sepihak saja.

"Kalau masih ada yang merasa memiliki tanah tersebut, berarti bisa jadi aparat kampung kurang mediasi," katanya.

"Pihak ahli waris pun demikian, kalau merasa tanah itu tidak pernah dihibahkan, harus dibuktikan juga," imbuhnya.

Toni berharap, permasalahan tanah dapat diselesaikan secara jelas.

Dalam artian, tidak menimbulkan perkara susulan yang dapat merugikan banyak pihak.

"Kedua belah pihak diharapkan dapat menyelesaikan perkara secara baik," tutupnya.

(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/Fajar Ihwani Sidiq) 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved