Berita Nasional Terkini

Remaja Sumbar yang Tewas dengan Penuh Luka, LBH Padang: Justice for Afif

Kematian Afif Maulana, bocah 13 tahun di Padang, Sumatra Barat, membetot perhatian publik.

Editor: Teguh Prasetyo
Dok LBH Padang via BBC Indonesia
POTRET AFIF - Afrinaldi (36) kanan dan Anggun (32) berfoto dengan potret Afif Maulana (13) di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (24/6). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PADANG - Kematian Afif Maulana, bocah 13 tahun di Padang, Sumatra Barat, membetot perhatian publik.

Kepolisian membantah Afif disiksa anggota polisi sebelum meninggal saat insiden pembubaran tawuran.

Namun, hal itu bertolak belakang dari sikap tim advokat LBH Padang dan pihak keluarga korban yang meyakini Afif mengalami penyiksaan sebelum meninggal.

Anggun Anggraini (32) tak kuasa menahan bulir air mata saat foto jenazah putranya ditampilkan dalam konferensi pers yang diselenggarakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Senin (24/6/2024) kemarin.

Dari foto yang ditampilkan, terdapat luka lebam di hampir sekujur tubuh putra sulungnya, Afif Maulana.

Luka yang merah membiru itu terdapat di bagian punggung dan rusuk kiri bagian belakang.

Bagian depan jenazah juga terdapat lebam yang sama pada perut bagian kiri dan tulang rusuk.

“Dekat perut yang hijau. Kayak jejak sepatu. Jejak sepatu ditendang. Terus tangan ini kan di sini habis kena kayak pukul… Terus ada di bagian belakang sini. Itu menguatkan keluarga bahwa ada tindak penyiksaan,“ kata Anggun kepada BBC News Indonesia.

Ibu dua anak ini juga tidak terima anaknya yang “masih lugu” disebut akan ikut tawuran.

“Anak Anggun sekecil itu nggak mungkin dia tawuran. Dia saja pulang sekolah di rumah. Lebih banyak dia di kamar,” ucap Anggun sambil berusaha menahan air matanya.

Sementara Direktur LBH Padang, Indira Suryani menyatakan bahwa konferensi pers yang diselenggarakannya sebagai respons dari pernyataan kepolisian Sumatra Barat.

Pihak Polda Sumbar menyebut tidak ada saksi mata yang melihat Afif disiksa oleh anggota polisi serta kemungkinan Afif melompat dari jembatan.

“Ingat Polda Sumbar, di tubuh Afif itu ada kekerasan. Ada kekerasan. Itu tidak bisa dibohongi. Di situ ada kekerasan dan Anda harus cari. Penyidik, Anda harus cari siapa, apa yang menyebabkan kekerasan itu muncul di tubuh anak kami, Afif Maulana,” kata Indira dengan suara bergetar.

Indira meyakini beberapa luka di tubuh Afif merupakan “fakta meyakinkan” bukti terjadi penyiksaan.

Selain itu, LBH Padang juga mengklaim telah mendengarkan kesaksian dari tujuh korban lainnya yakni lima anak dan dua berusia 18 tahun yang ditangkap polisi pada hari kejadian.

Dari keterangan mereka, Indira mengatakan, anggota polisi diduga melakukan penyiksaan dengan berbagai cara termasuk mencambuk, menyetrum, memukul dengan rotan, sampai menyundut rokok kepada korban saksi.

“Yang berikutnya, justru yang mungkin menguatkan (keyakinan) kami, respons Polda yang kemudian menurut kami kontraproduktif dan memburu orang-orang yang memviralkan, itu menjadi sebuah pertanyaan bagi kami. Semakin menguatkan kami bahwa ada sesuatu yang sangat salah di situ,” tambah Indira.

Hal ini merujuk pernyataan Kapolda Sumbar, Suharyono yang mengatakan akan memburu pihak-pihak yang memviralkan kematian Afif Maulana karena dugaan disiksa polisi.

Selain itu, kejanggalan lain yang ditemukan LBH Padang adalah ketika pihak keluarga tidak diizinkan mengikuti pemeriksaan jasad korban serta CCTV di dekat lokasi kejadian dilaporkan tidak berfungsi.

“Semoga justice for Afif benar-benar terwujud di Indonesia ini,” imbuh Indira.

Sementara Kepala divisi humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengeklaim bahwa Afif terjatuh dari jembatan saat pencegahan tawuran terjadi.

Luka pada tubuhnya disebut sebagai “lecet-lecet”.

“Ya itu luka-lukanya itu lecet-lecet. Kemungkinan dia waktu terjatuh di bawah itu kan, kita nggak tahu. Apakah korban ini jatuhnya langsung meninggal, apa langsung merayap-merayap, minta tolong. Kan kita nggak tahu,” katanya.

Dwi menambahkan, Afif tidak ditangkap polisi.

"Yang lain diamankan cuma 18 dari kurang lebih 40 orang. Jadi kejadiannya cepat,” ujarnya.

Saat dikonfirmasi terkait dengan tujuh saksi yang memberi laporan pada LBH Padang mengenai dugaan penyiksaan selama proses penahanan, Dwi mengatakan, belum menemukan indikasinya.

Dwi menambahkan, sejauh ini divisi profesi dan pengamanan (propam) masih memeriksa 39 anggota polisi yang diduga terlibat dalam insiden ini.

"39, ya masih diperiksa,” tutur Dwi.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai publik akan sulit percaya dengan keterangan polisi karena adanya konflik kepentingan di dalamnya.

“Bagaimana publik bisa mempercayainya bila yang menyampaikan pernyataan adalah pihak yang diduga melakukan penganiayaan dan menjadi penyebab kematian atau penyebab AM (Afif Maulana) melompat ke sungai?” katanya.

Selama masih proses penyelidikan, ia berharap kepolisian tidak mengambil kesimpulan cepat.

“Kasus seperti itu sudah seringkali terjadi dan korban meninggal menjadi double victim dengan pernyataan tersebut, bila tidak benar. Makanya perlu pihak independen untuk melakukan penyelidikan dan klarifikasi bahwa kejadian yang disampaikan kepolisian benar atau salah,” pungkasnya. (BBC News Indonesia/kompas.com)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved