Berita Lampung

Dinas PPPA Sebut Korban Kekerasan di Bandar Lampung Sudah Banyak yang Berani Melapor 

Dinas PPPA Bandar Lampung menyebut saat ini banyak korban kekerasan perempuan dan anak yang sudah berani melapor.

Penulis: Bobby Zoel Saputra | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Bobby Zoel Saputra
Kepala Dinas PPPA Pemkot Bandar Lampung, Maryamah. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Dinas PPPA Pemkot Bandar Lampung menyebut saat ini banyak korban kekerasan perempuan dan anak yang sudah berani melapor.

Kepala Dinas PPPA Pemkot Bandar Lampung, Maryamah mengatakan, sebelumnya banyak korban kekerasan itu yang tidak berani melapor karena malu.

“Sekarang ini sudah banyak yang berani melapor, jadi banyaknya kasus yang tercatat ini bukan bertambah, tapi banyak yang berani melapor,” ujarnya, Kamis (26/9/2024).

“Korban berani melapor karena dari situ langsung kita beri pendampingan sampe kasusnya tuntas. Privasi mereka juga tetap kita jaga,” terusnya.

Menurutnya, selama ini juga pihaknya gencar melakukan sosialisasi terhadap masyarakat agar berani melapor jika mengalami atau melihat kasus kekerasan.

“Mereka para korban sudah bisa mengadu dan melapor ke kita baik langsung maupun tidak langsung,” jelasnya.

“Kalau langsung korban bisa langsung ketemu dengan relawan kita di tiap kelurahan, dan tidak langsung lewat kotak pengaduan,” sambungnya.

Dalam hal ini, pihaknya memastikan akan memberikan kenyamanan dan ras aman terhadap para korban yang mengalami kekerasan.

Dari hal memberikan pelayanan hingga kasus tuntas hingga kepastian tidak mempublish identitas, hal itu mereka lakukan untuk para korban.

“Jadi kalau yang namanya kekerasan dalam rumah tangga itu sulit sekali mereka mau melapor, karena ini sudah ranah privasi,” ungkapnya.

“Namun dengan gencarnya sosialisasi pencegahan dan pendampingan dari kami, sekarang sudah mulai banyak yang lapor,” tambahnya.

Sebagai informasi, sebanyak 123 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Bandar Lampung pada tahun 2024 ini.

Jumlah itu berdasarkan rekapan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Pemkot Bandar Lampung dari Januari hingga Agustus 2024.

Kepala Dinas PPPA Pemkot Bandar Lampung, Maryamah mengatakan, kasus kekerasan terbagi dari kekerasan terhadap perempuan/dewasa dan kekerasan terhadap anak. 

“Untuk kekerasan terhadap perempuan itu didominasi oleh Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 21 kasus,” ujarnya.

“Kekerasan seksual atau pencabulan 11 kasus, kekerasan fisik 6 kasus, perebutan hak asuh anak empat kasus,” sambungnya.

Lalu, lanjut Maryamah, kasus penelantaran dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masing-masing satu kasus. 

Sedangkan untuk kekerasan terhadap anak, kasus tersebut didominasi oleh kekerasan seksual yakni sebanyak 65 kasus.

Setelah itu ada kekerasan fisik atau penganiayaan 10 kasus, konseling dua kasus, TPPO dan bullying masing-masing satu kasus. 

"Jadi untuk kasus kekerasan terhadap perempuan itu ada 44 kasus dan terhadap anak itu ada 79. Totalnya 123 kasus di 2024," sebutnya.

Untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak, pihaknya memiliki 10 orang relawan satgas anti kekerasan perempuan dan anak di setiap kelurahan. 

"Jadi totalnya di Bandar Lampung ini kita memiliki 1.260 relawan. Itu tersebar di 126 kelurahan yang di Bandar Lampung," tuturnya. 

Ia menjelaskan, melalui relawan itu juga, kini masyarakat sudah bisa melapor apabila melihat atau mengalami kekerasan

Sebelumnya, Dinas PPPA Pemkot Bandar Lampung mencatat ada 21 kasus kekerasan dalam rumah tangga KDRT yang terjadi di kota setempat.

Maryamah mengatakan, puluhan kasus KDRT itu berdasarkan laporan yang diterima dari Januari hingga Agustus 2024.

“Periode 2024 ini catatan kita untuk kasus KDRT di Bandar Lampung ini sebanyak 21 kasus. Itu untuk yang melapor dan kita tangani kasusnya,” ujarnya.

Menurutnya, puluhan kejadian kasus KDRT yang menimpah perempuan maupun anak tersebut tersebar di 20 kecamatan yang ada di Kota Tapis Berseri.

Ia menjelaskan, rata-rata penyebab terjadinya KDRT ini didominasi oleh permasalahan ekonomi yang sering menimpah keluarga menengah ke bawah.

“Saat ini paling banyak masalah ekonomi. Kalau ekonomi itu berhubungan sama pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol), itu yang lagi marak,” jelasnya.

“Itu bisa mengarah ke KDRT dan bahkan bisa berakhir ke perceraian. Mereka sudah tidak memikirkan keluarga dan anak menjadi korban,” terusnya.

Selain masalah ekonomi, KDRT juga sering terjadi karena masalah perselingkuhan yang tentunya bisa berakhir dengan kekerasan jika dihadapi dengan perasaan emosi yang tinggi.

Ia menilai, kasus KDRT yang terjadi bisa berdampak pada kondisi pskologis anak sehingga anak juga bisa menjadi korban dalam rumah tangga.

“Tentu saja bisa, dengan perceraian atau masalah di rumah bisa membuat anak di sekolah terkena atau menjadi korban bullying,” ungkapnya.

“Perceraian itu merugikan, sehingga kami Dinas PPPA bekerja sama dengan pihak lain sangat konsern dengan hal ini,” sambungnya.

Sejauh ini, tambah Maryamah, korban dari kasus KDRT di Bandar Lampung masih sedikit sekali yang berani melaporkan.

“Biasanya juga yang melapor itu dari keluarga dan memang ada bukti, di samping itu sedikit sekali juga yang mau visum,” jelasnya.

“Sulit mereka untuk mengakuinya karena ini menyangkut privasi dalam rumah tangga. Kecuali kalau udah viral baru mereka berani,” terusnya.

Ia mengaku, sampai saat ini beberapa korban kasus KDRT ini juga masih ada yang dalam pantauan atau dampingan pihaknya.

“ini sekarang masih tetap kita dampingi, mereka (beberapa) tentunya masih trauma dan saat ini masih kita trauma healing,” ucapnya.

“Mereka harus kita amankan di tempat yang aman sehingga trauma yang pernah mereka alami itu bisa pelan-pelan hilang,” pungkasnya.

(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/Bobby Zoel Saputra)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved