Berita Lampung

MK Hapus Ambang Batas Pilpres, Pengamat: Tetap Butuh Keberanian Parpol

MK memutuskan menghapus ambang batas dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Penulis: Hurri Agusto | Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Candrawansah 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Di mana, pada aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

Terkait putusan ini, pengamat politik Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Candrawansah menilai putusan ini akan membawa perubahan besar bagi proses demokrasi Indonesia.

Pasalnya, kata dia, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ini telah lama menjadi perdebatan dalam sistem politik Indonesia.

"Tentunya menurut saya, dengan putusan MK 62/PUU-XXII/2024 tersebut membawa angin syurga bagi semua partai politik untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden serta memberikan banyak pilihan kepada rakyat dalam menentukan siapa calon yang terbaik dari para pasangan calon nanti," ujar Candrawansah, Jumat (3/1/2024).

Akan tetapi, Candra menilai putusan ini tetap membutuhkan keberanian dan keinginan partai politik dalam mempersiapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden 2029-2034 nanti. 

"Waktu masih lama dalam mempersiapkan kader partai terbaik untuk menjadi pemimpin bangsa, bukan malah berkoalisi untuk mengusulkan kader partai lain dalam pencalonan," ujarnya.

Menurut Candra, ditetapkannya putusan ini lantaran MK menilai bahwa menghilangkan ambang batas merupakan upaya untuk menyelamatkan hak rakyat.

"MK menilai tersedianya cukup banyak alternatif pasangan calon yang beragam dapat dipahami sebagai upaya keselamatan rakyat. Seperti pemilu-pemilu sebelum yang minim calon dan harus mendapatkan dukungan partai 20℅ minimal kursi DPR RI atau 25℅ suara partai secara nasional," kata dia

Lebih lanjut, Candra menyebut bahwa putusan ini diharapkan akan menyuguhkan calon-calon pemimpin terbaik untuk Indonesia ke depan.

"MK telah memberikan hak politik warga negara untuk memilih calon yang baik, tinggal kita menunggu calon terbaik yang diusung oleh partai," pungkasnya.

Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Di mana, pada aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dikutip dari Tribunnews, Kamis (2/1/2025).

MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang-undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:

Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

Dalam mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

"Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil," kata Saldi.

(Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved