Berita Terkini Nasional

Dugaan Malapraktik Rumah Sakit di Jambi Dilaporkan ke Polisi, Diminta Rp 30 Juta untuk Operasi

Rumah Sakit Erni Medika di Talang Bakung, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi, dilaporkan ke Polda Jambi terkait dugaan malapraktik.

Editor: Teguh Prasetyo
KOMPAS.COM/ARYO TONDANG
DUGAAN MALAPRAKTIK - Ulil Fadillah (tengah) memperlihatkan surat laporan pengaduan dugaan malapraktik RS Erni Medika ke Mapolda Jambi, Rabu (21/5/2025). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAMBI - Rumah Sakit Erni Medika di Talang Bakung, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi, dilaporkan ke Polda Jambi terkait dugaan malapraktik yang menyebabkan kematian dan penipuan terhadap seorang pasien korban kecelakaan.

Padahal keluarga korban sudah mengeluarkan biaya hingga Rp 30 juta yang disebut untuk melakukan operasi.

Keluarga korban melalui kuasa hukumnya, Tengku Ardiansyah mendatangi Mapolda Jambi, pada Rabu (21/5/2025).

Saat diwawancarai Kompas.com, Tengku menjelaskan, dugaan malapraktik dan penipuan dialami kliennya, Ulil Fadilah (39), warga Jati Baru, Kecamatan Mandiangin Timur, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Saat itu anak dari kliennya, Muhammad Bayu Prasetyo (17), mengalami kecelakaan di daerah Sarolangun, Senin (5/5/2025), pukul 20.00 WIB, dan tidak sadarkan diri.

Sebagai upaya pertolongan pertama, korban dibawa ke Puskesmas Butang Baru, Sarolangun.

Namun, pihak puskesmas menyarankan korban langsung dibawa ke Jambi.

Tanpa pikir panjang, keluarga mengiyakan dan korban dibawa menggunakan ambulans yang didampingi sopir dan satu perawat puskesmas.

Saat perjalanan menuju Jambi, tiba-tiba perawat dan sopir ambulans memberitahu keluarga korban bahwa hanya Rumah Sakit Erni Medika yang bisa menerima korban kecelakaan.

"Kata si sopir dan perawat ini, karena korban kecelakaan, jadi RS yang bisa menangani cuma RS Erni Medika," kata Tengku, Rabu (22/5/2025) malam.

Dalam kondisi tidak karuan, ibu korban menuruti semua arahan petugas puskesmas.

Setelah menempuh waktu empat hingga lima jam, mereka akhirnya tiba di RS Erni Medika.

"Kecelakaannya kan 5 Mei 2025, pukul 20.00, keluarga korban berangkat ke Jambi, dan tiba di Erni Medika pada 6 Mei 2025, pukul 01.30 WIB," terang Tengku.

Korban kemudian dibawa ke ruang ICU dan dipasang oksigen serta infus.

Korban kemudian diminta untuk dilakukan rontgen.

Namun, pihak RS Erni Medika tidak memiliki alat, maka korban dibawa ke RS Royal Prima untuk dirontgen.

"Setelah itu, korban kembali dimasukkan ke ruang ICU RS Erni Medika," tambah Tengku.

Tak lama setelah itu, ibu korban dipanggil orang bernama Jon, yang mengaku pemilik RS Erni Medika dan meminta keluarga menyediakan uang Rp30 juta untuk biaya operasi.

Pihak RS mendesak agar uang sudah tersedia paling lambat pukul 17.00 WIB, 6 Mei 2025.

"Ya, apapun dilakukan oleh keluarga, uang itu akhirnya dapat," katanya.

Masih di hari yang sama, tepat pukul 19.00 WIB, korban masuk ruang operasi RS Erni Medika.

Setelah tiga jam, korban akhirnya keluar dari ruang operasi. Di sinilah momen kejanggalan mulai terlihat, kata Tengku.

Dokter bedah saraf yang menangani langsung korban mengaku dan memberitahukan bahwa korban tidak dilakukan operasi.

Selama di ruang operasi, korban hanya dilakukan penanganan perbaikan jahitan dan luka di wajah dan hanya diberikan obat saraf.

Setelah keluar ruang operasi, korban kembali ke ruang ICU.

Dia menjalani perawatan hingga lima hari. Nahas, pada Minggu, 11 Mei 2025, pukul 10.03 WIB, korban dinyatakan meninggal dunia.

Tak hanya dokter bedah saraf yang menyebut korban tidak dioperasi, dokter lainnya, yang mengeluarkan surat bukti kematian juga menyatakan hal serupa.

"Jadi, dokter saraf menyatakan korban tidak dilakukan operasi, hanya ada perbaikan perban dan luka di wajah. Dan ini juga dinyatakan Dokter Andri yang mengeluarkan surat kematian, dia sebut bahwa memang korban tidak dilakukan operasi," katanya.

Atas dasar ini, kata Tengku, pihaknya melaporkan Erni Medika dengan dugaan malapraktik dan kelalaian yang menyebabkan kematian.

"Yang kita laporkan saat ini dugaan malapraktik dan kelalaian yang menyebabkan kematian. Kalau dugaan penipuan, kita juga sedang diskusikan bersama tim," katanya.

Tidak hanya dugaan malapraktik, pihak keluarga mengaku uang Jasa Raharja diklaim langsung pihak rumah sakit.

Saat itu, pihak rumah sakit menyebut jika pihak keluarga yang mengurus bisa memakan waktu berbulan-bulan.

Dalam kondisi tak berdaya, keluarga hanya bisa mengikuti arahan rumah sakit.

"Katanya kalau yang urus Jasa Raharja bisa cepat cair. Dan uang Jasa Raharja cairnya Rp 20 juta, dan yang ditransfer ke saya cuman Rp 10 juta," imbuh Tengku.

Ulil Fadillah menyebut, dalam kondisi anaknya yang meninggal dunia, saat itu dia tak bisa berpikir jernih; dia hanya berpikir agar anaknya selamat.

Namun nasib berkata lain, nyawa anaknya tidak tertolong. Ulil tidak hanya kehilangan anaknya, tetapi dia juga merasa ditipu dan dipermainkan atas kematian anaknya.

Anggota Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Jambi, Romiyanto, menegaskan bahwa RS Erni Medika bukan rumah sakit khusus untuk menangani pasien darurat korban kecelakaan.

Ia menyatakan, saat ini RS Erni Medika belum terakreditasi dan masih berstatus rumah sakit tipe D.

"Nah, terkait rumor RS Erni Medika jadi RS khusus korban kecelakaan, kita belum dapat laporan pasti, tapi rumor itu sudah lama kami dengar. Tetapi yang resmi kita dapat laporannya, terkait korban yang dari Sarolangun," kata Romi saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (22/5/2025).

Ia menambahkan, RS Erni Medika saat ini masih dalam pengawasan BPRS Provinsi Jambi terkait proses akreditasi.

Sejak didirikan, rumah sakit ini belum terakreditasi.

"Karena kan dia selama berdiri sudah berapa tahun belum akreditasi, harusnya terakreditasi dulu baru melayani pasien gawat darurat," jelasnya.

Menurut Romi, untuk korban kecelakaan berat seharusnya dirujuk ke rumah sakit yang lebih kompeten dan memiliki fasilitas lengkap.

"Dalam hal ini RS Raden Mattaher, karena itu pusat rujukan, yang memiliki kapasitas yang memang mumpuni di Provinsi Jambi, selain memang rumah sakit swasta ya," terangnya.

Ia juga meminta masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih rumah sakit rujukan, serta lebih kritis terhadap oknum-oknum yang memberikan saran rujukan ke rumah sakit tertentu.

"Kan bisa gunakan internet, cari akreditasi rumah sakitnya, apakah ada dokter bedah dan sarafnya. Jangan langsung percaya aja," pungkasnya. (tribunnetwork)

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved