Mahasiswa FEB Unila Meninggal

Ibu Mahasiswa Unila Tewas saat Diksar Minta Pelaku Dihukum Setimpal

Sebelumnya Pratama bersama rekan-rekannya mengikuti pendidikan dasar anggota baru Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) Unila pada 11-14 Nov

|
Penulis: Bayu Saputra | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra
MINTA DIHUKUM SETIMPAL - Wirna Wani, ibu Pratama Wijaya Kusuma, saat ditemui di rumahnya, Selasa (3/6/2025). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Pihak keluarga meminta pelaku yang menyebabkan Pratama Wijaya Kusuma tewas dihukum setimpal.

Hal itu dikatakan Wirna Wani (40), ibu Pratama, saat ditemui di rumahnya, Selasa (3/6/2025).

Pratama, mahasiswa jurusan Bisnis Digital Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (Unila), mengembuskan napas terakhir pada 28 April 2025 lalu.

Sebelumnya Pratama bersama rekan-rekannya mengikuti pendidikan dasar anggota baru Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) Unila pada 11-14 November 2024.

Selama mengikuti diksar di Gunung Betung, Pesawaran itulah, Pratama dan rekan-rekannya diduga mengalami kekerasan fisik oleh para seniornya.

Wirna menuturkan, para pelaku dan pihak Dekanat FEB Unila harus bertanggung atas meninggalnya Pratama. 

"Hari ini saya serahkan semua kepada kuasa hukum kami dari LBH Sungkai Bunga Mayang. Yang kami inginkan pelaku harus dihukum setimpal dengan perbuatannya," kata Wirna. 

"Pelaku harus diproses secara hukum, termasuk semua yang mukul dan yang terlibat," tambahnya.

Ia mengatakan, tidak ada iktikad baik dari pihak Mahepel pasca meninggalnya Pratama.

Wirna menceritakan, Pratama adalah anak yang rajin dan penurut. 

"Waktunya salat, dia ke masjid. Puasa rajin, ke kampus rajin," tuturnya.

Wirna mengaku Pratama sempat izin untuk naik gunung.

"Saya bilang jangan ikut. Nanti capek. Anak saya bilang dia pergi bersama teman-temannya. Sempat saya tidak kasih (izin) untuk pergi ke diksar itu. Lalu anak saya ngambek. Dia bilang sudah gede, jangan dikekang terus," beber dia. 

Wirna juga mengatakan, sejak kecil Pratama tidak memiliki riwayat sakit berat. 

"Anak saya dari kecil tidak ada riwayat sakit. Paling hanya sakit panas, batuk, pilek. Tidak ada penyakit aneh-aneh. Belum pernah masuk ke rumah sakit," kata Wirna.

Menurut Wirna, Pratama untuk kali pertama dirawat di rumah sakit setelah mengalami penyiksaan selama diksar.

Dokter, terus dia, menjelaskan adanya penggumpalan darah di bagian kepala Pratama.

Wirna mengatakan, Pratama mengaku ditendang di bagian dada dan perut oleh seniornya. 

Bahkan, ia juga mengaku telah diinjak-injak.

"Saat itu saya mau mengadu tidak boleh, karena diancam. Saya tidak terima," kata Wirna.

Kuasa hukum dari LBH Sungkai Bunga Mayang, Icen Amaterly, mengatakan, pihaknya akan membawa perkara ini ke Polda Lampung. 

"Sudah ada bukti yang dibawa yakni foto korban setelah dioperasi, foto korban saat diksar, foto korban setelah pulang dari diksar juga ada," kata Icen, didampingi rekannya, Yosef Friadi dan Abdi Muhariansyah.

Ia menilai ada tindakan kekerasan yang melebihi batas.

Menurutnya, kampus bukan tempat perpeloncoan. 

"Kampus itu untuk belajar, mengasah ilmu, tempat belajar," ucap dia. 

Ia juga meminta organisasi Mahepel dibekukan agar tidak ada korban lagi. 

(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved