“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat keduanya, berdo’alah pada Allah, lalu salatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).” (HR. Bukhari Muslim)
Ibnu Mundzir berkata, ”salat gerhana bulan dilakukan sama sebagaimana salat gerhana matahari.” (Ibnu Mundzir, Al-Iqna’, 1/124-125)
Para ulama sepakat bahwa salat gerhana matahari di dalamnya tidak dikumandangkan azan dan iqamat. Sedangkan yang disunnahkan ketika itu adalah mengucapkan Ash-salatul Jami’ah.
Dalil mengenai hal ini ialah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr yang berkata, “Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah, dikumandangkan ash-salatul jami’ah.” (HR. Bukhari Muslim)
Tata Cara Pelaksanaan salat Gerhana
salat gerhana dilakukan dua rakaat, setiap rakaat ada dua kali ruku’ dan dua kali sujud. Tata caranya disebutkan langsung secara rinci di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yaitu:
Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya.
Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan salat tadi), sedangkan matahari telah nampak. Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah.
kemudian beliau bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah salat dan bersedekahlah.”
Nabi selanjutnya bersabda, ”Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari, no. 1044)
Mengeraskan Suara Ketika Membaca Surat
Bacaan surat di dalam salat gerhana matahari ialah jahriyah (mengeraskan bacaan) sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW. Ibunda Aisyah RA meriwayatkan, “Nabi SAW mengeraskan suara ketika membaca surat di dalam salat gerhana bulan. Apabila beliau selesai bertakbir lalu melaksanakan ruku’. Dan ketika beliau bangun dari ruku’, beliau mengucapkan:
سَمِعَ اللهُ لِمَن حمِده رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ
"Semoga Allah meneria pujian orang yang memuj-Nya. Rabb kami, segala puji hanyalah bagimu.”
Kemudian beliau mengulangi membaca surat lagi. Di dalam gerhana matahari, empat ruku dan empat sujud ada di dalam dua rakaat.” (HR. Bukhari Muslim)
Imam At-Tirmidzi berkata, “Para ulama berselisih pendapat mengenai bacaan surat di dalam salat gerhana matahari. Sebagian mereka berpendapat bahwa bacaan surat dibaca pelan ketika melaksanakan salat gerhana di siang hari. Sebagian lain berpendapat tetap dikeraskan. Sebagaimana salat ‘Id dan salat Jum’at. Pendapat ini diungkapkan oleh Imam Malik, Ahmad dan Ishaq. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa tidak perlu mengeraskan bacaan di dalam salat gerhana matahari.” (Lihat: Sunan Tirmidzi 11/448 tahqiq Ahmad Syakir)
Dilakukan secara Berjamaah di Dalam Masjid
salat gerhana matahari disunnahkan untuk dilakukan di masjid. Hal ini sesuai dengan petunjuk Nabi SAW. Diantaranya adalah beliau mengumandangkan panggilan salat gerhana dengan membaca “as-salatul jami’ah”.
Demikian juga dengan kandungan makna dari hadits, yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengerjakan salat gerhana secara berjamaah di masjid. Bahkan dalam riwayat Aisyah disebutkan bahwa, “Terjadi gerhana matahari pada saat Rasulullah masih hidup. Lantas beliau keluar menuju masjid. Kemudian beliau berdiri dan bertakbir, sedangkan para sahabat membuat barisan di belakang beliau….” (HR. Bukhari)
Ibnu Hajar berkata, “Pendapat tentang disyariatkannya salat gerhana matahari secara berjamaah adalah pendapat jumhur. Apabila imam yang bertugas belum hadir, maka sebagian dari mereka bertindak sebagai imam.” (Lihat: Fathul Bari, 11/539)
Bisa Lakukan Salat Gerhana Sendiri
Meski demikian, seseorang yang menyaksikan gerhana matahari, namun kondisinya tidak memungkinkan untuk datang menghadiri salat jamaah di masjid, maka tidak mengapa salat sendirian di tempat tinggalnya.
Syaikh Utsaimin menerangkan, ”Mengerjakan salat gerhana secara berjamaah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan salat gerhana di rumah. Sesuai dengan sabda Nabi SAW,
فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا
“Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka salatlah.” (HR. Bukhari no. 1043)
Dalam hadits tersebut, Nabi SAW tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), salatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa salat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan salat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan salat tersebut secara berjama’ah tentu saja lebih utama, apalagi dilakukan di masjid.”
Wanita Boleh Mengikuti salat Gerhana
Diriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakr RA, beliau berkata:
أَتَيْتُ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – حِينَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ ، وَإِذَا هِىَ قَائِمَةٌ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَىْ نَعَمْ
“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha—isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam—ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan salat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan salat, saya bertanya: ‘Kenapa orang-orang ini?’ Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, ‘Subhanallah (Maha Suci Allah).’ Saya bertanya: ‘Tanda (gerhana)?’ Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.” (HR. Bukhari)
Syaikh Abu Malik Kamal menjelaskan bahwa sesuai dengan hadits di atas, maka seorang wanita boleh ikut melaksanakan salat gerhana bersama kaum pria di masjid. Namun, jika ditakutkan akan membawa fitnah, maka sebaiknya mereka salat sendiri di rumah.
Tertinggal Satu Ruku’ dalam Satu Rakaat, Haruskah Menyempurnakan?
salat gerhana adalah dua rakaat. Setiap rakaat terdapat dua ruku’ dan dua sujud. Jadi, secara global terdapat empat ruku dan empat sujud di dalam dua rakaat. Barangsiapa yang mendapati ruku’ kedua dalam rakaat pertama, berarti ia tertinggal satu bacaan dan satu ruku’. Berdasarkan hal ini, berarti ia belum mendapatkan satu rakaat dari dua ruku’ salat gerhana.
Amalan yang benar, makmum yang tertinggal rakaat pertama salat kusuf, maka rakaat tersebut tidak terhitung. Ia harus mengganti satu rakaat lagi dengan dua kali rukuk. Sebab, salat kusuf adalah ibadah, dan ibadah itu bersifat tauqifi (harus merujuk dalil). Tata caranya harus mengacu pada nash-nash sahih.
Oleh karena itu, rakaat ini tidak dihitung. Dengan demikian, setelah imam mengucapkan salam maka hendaknya ia menyempurnakan satu rakaat lagi dengan dua ruku’ sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits shahih.
Ada Khutbah Setelah salat Gerhana
Disunnahan bagi imam untuk berkhutbah setelah melaksanakan salat seperti khutbah salat ‘Id. Sebagaimana hadits dari Aisyah RA, beliau menuturkan bahwa Nabi SAW setelah melaksanakan salat beliau berdiri dan berkhutbah, setelah itu memuji kepada Allah SWT lalu bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah salat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
Doa yang dibaca saat gerhana, bisa doa apa saja, karena tidak ada doa khusus saat terjadi gerhana.
Doa terus dipanjatkan, terutama setelah selesai salat tapi gerhana belum kunjung hilang.
Selain doa, juga dianjurkan untuk memperbanyak takbir.
Selesai berkhutbah, dianjurkan untuk membaca doa ini;
"Allahumma inna nasaluka innaka ghoffaarr fa arsilis samaai 'alainaa midroro.
Allahumma inna na'uudzubika mina; dzunuubil latii tamna'u ghoitsas samaai wana'uudzubika minadz dzunuubil latii tudzilul a'izza watudallilul a'daa.
Allahummaghfir lil muslimiina wal muslimaati wal mukminiina wal mukminaati al ahyaai minhum wal amwaati. Innaka samii'un khoriibum mujiibud da'awaati wal qaadliyal hajat."
Demikianlah beberapa ringkasan hukum fikih seputar salat gerhana. Semoga tulisan ini menjadi bekal dalam rangka menyambut momen datangnya gerhana matahari dan bulan agar lebih bermakna.