Dikelola Santri, Kampung Belajar D’lima Tawarkan Wisata Edukasi Sambil Bermain
Laporan Reporter Tribun Lampung Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tempat ini bernama Kampung Belajar D’lima.
Lokasinya berada di tengah permukiman padat penduduk, tepatnya Jalan Untung Surapati, Gang Tanjung, Kelurahan Labuhan Ratu, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung.
Sesuai namanya, Kampung Belajar merupakan sebuah tempat yang menyediakan berbagai fasilitas bagi anak-anak, mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga SMA dan mahasiswa, untuk mendapatkan wawasan dan pengalaman yang tidak ada di bangku sekolah.
• Menengok Kampung Belajar Dlima yang Dikelola Santri - Ada Wahana Edukasi Sambil Bermain
Di sini, anak-anak diajarkan untuk belajar mandiri sekaligus lebih bersosialisasi dengan teman-temannya.
Bahkan, anak-anak diedukasi untuk bisa lebih menghargai alam dan lingkungannya.
Semuanya bisa diperoleh melalui permainan berbasis edukasi yang diberi nama unik.
Sebut saja seperti moving bomb (memindahkan bom), bambu gundu, tarkot alias tarsan kota, perahu getek, menangkap ikan, memberi makan kelinci, hingga pipa bocor.
Selain itu, anak-anak bisa belajar bercocok tanam di tempat ini hingga mempelajari anatomi ikan.
Syahri, pengelola Kampung Belajar, menuturkan, pihaknya juga memberi edukasi kepada anak-anak untuk belajar berwirausaha.
”Kita di sini juga memperkenalkan anak-anak untuk belajar enterpreneurship, seperti membuat telur asin, mengolah koran bekas menjadi kerajinan, membuat minyak sereh, dan lainnya,” kata Syahri kepada Tribunlampung.co.id, Minggu, 25 November 2018.
• Tiba di Ancol, Murid Tidak Mampu Asal Mesuji Semringah Ikut Wisata Edukasi
Menariknya lagi, di Kampung Belajar ini anak-anak bisa memainkan beberapa permainan tradisional yang sudah punah, seperti gobak sodor, petak umpet, bentengan, sandal batok, layang-layang, gasing, mobilan dari bambu, dan lainnya.
Syahri pun menjelaskan alasannya memperkenalkan kembali permainan tradisional itu.
”Anak-anak sekarang kan kenalnya cuma main game di HP. Akhirnya, mereka jadi malas untuk bergerak, berolahraga. Itulah makanya kita perkenalkan kembali permainan kampung ini,” beber santri jebolan Ponpes Baitul Hamdi Pandeglang, Jawa Barat ini.
Untuk menikmati fasilitas di Kampung Belajar, pengunjung tak perlu merogoh kocek dalam-dalam. Harga tiket masuknya cuma Rp 10 ribu.
Sedangkan untuk paket outbound, tarifnya hanya Rp 20 ribu per orang.
”Itu sudah semua permainan, termasuk bisa bawa pulang ikan,” kata Syahri.
Jika ingin bersantap siang di Kampung Belajar, kata Syahri, harganya tergantung menu. ”Pastinya, ramah di kantong,” imbuhnya.
Dikelola Santri
Hebatnya lagi, kata pria yang biasa disapa Abi Syahri ini, seluruh fasilitas di Kampung Belajar dibangun oleh tangan-tangan terampil para santri Ponpes Miftahul Jannah Mastal, Bandar Lampung.
Selain berbagai wahana permainan, di Kampung Belajar juga dilengkapi empat unit cottage sederhana.
Keempat gubuk itu, kata Syahri, disediakan bagi siswa atau keluarga yang berminat untuk bermalam di Kampung Belajar.
• Ratusan Siswa Yatim Piatu di Mesuji Diberangkatkan Wisata Edukasi
”Kalo di sini kita kasih nama Rumah Lupis. Karena bentuknya kayak lupis,” ujar Syahri seraya tertawa.
Syahri menceritakan, keempat Rumah Lupis itu dibangun dalam tempo satu bulan saja.
”Itu semua kita bikin pas Ramadan kemarin. Semuanya dikerjakan anak-anak santri, dengan dibantu adik saya, Ali,” tambah suami dari Siti Kayisha Sarah ini.
Setiap hari, terus Syahri, santri-santri usia SD dan SMP secara bergantian mengelola tempat ini.
”Kalo (santri) yang SD kan masuk pagi sekolahnya. Jadi mereka pulang siang langsung ke sini. Sedangkan yang SMP, karena masuk siang, paginya udah di sini,” ungkap Syahri seraya menyebutkan, Ponpes Miftahul Jannah saat ini memiliki 13 santri seusia SD, 21 santri SMP, dan 42 santri SMA.
Bahkan, terang Syahri, Polsek Kedaton juga berkontribusi dalam pembangunan fasilitas di Kampung Belajar.
”Kita bersyukur, Kampung Belajar mendapat support dari sejumlah pihak, termasuk Polsek Kedaton. Waktu itu semua anggota dikerahkan untuk ngecat di sini,” tutur Syahri.
Sebagai kegiatan rutin, kata Syahri, para santri juga dilibatkan dalam proses produksi minyak sereh.
Pabrik minyak sereh tersebut merupakan milik Marwan, si empunya lahan.
”Pabrik minyak sereh ini punya Pak Haji Marwan. Udah lama ada di sini, sebelum Kampung Belajar ada. Jadi kita di sini dipasrahkan mengelola pabrik ini,” jelas Syahri lagi.
Sebagai bahan baku, kata Syahri, tanaman sereh tersebut diperoleh dari ladang seluas 5 hektare di kawasan Batu Putu, Sukadanaham, Tanjungkarang Barat.
”Kita sewa lahan di situ. Tanahnya punya PDAM (Way Rilau),” kata Syahri.
Dari lahan seluas itu, dihasilkan sekitar 250-300 liter minyak sereh. Hasilnya lantas dijual ke pengepul di Cianjur, Jawa Barat.
• Siswa TK dan Play Group Alam Kreasi Edukasi Kunjungi Tribun Lampung
Instagramable
Untuk mencapai lokasi Kampung Belajar bisa dibilang gampang-gampang susah.
Gampang karena sudah masuk dalam data Google, lengkap dengan alamat dan petunjuk arahnya.
Namun, rambu penunjuk arah menuju lokasi ini bisa dikatakan sangat minim.
Hanya ada sebuah plang terbuat dari kayu yang menunjukkan arah menuju lokasi Kampung Belajar.
Itu pun ukurannya relatif kecil, sehingga cukup sulit terlihat.
Begitu masuk ke lokasi Kampung Belajar, mata kita akan disambut pernak-pernik dengan warna mencolok.
Bisa dibilang, tempat ini cukup Instagramable.
Sesi berfoto-foto pun dijamin semakin mengasyikkan.
Dengan kontur yang menurun, pengunjung dapat melakukan tur ke setiap sudut Kampung Belajar dengan menapaki anak tangga yang tersedia.
Di sini juga ada sejumlah kolam ikan dengan berbagai ukuran.
• Si Kecil Dapat Salam Tempel Lebaran, Jadi Peluang Orang Tua Edukasi Anak
Amal Jariah
Kampung Belajar D’lima berdiri di atas lahan seluas 8.000 meter persegi.
Meski dikelola oleh santri Ponpes Miftahul Jannah, lahan ini merupakan milik Marwan dan istrinya, Dyah Etika Widayana Sari.
Lalu apa alasan mereka memercayakan lahan ini kepada santri Ponpes Miftahul Jannah?
Dyah pun memberikan sejumlah alasan mengapa ”memberikan” tanah ini tanpa mengharapkan profit.
”Saya dan suami ingin tanah ini membawa berkah dan berguna. Kita hanya ingin menjadikannya sebagai amal jariah. Bisa diibaratkan sebagai sedekah berkelanjutan atau sustainable charity,” tutur Dyah.
Awalnya, kata pegawai Bank Indonesia Lampung ini, tempat ini adalah kolam pemancingan komersial.
Namun, dengan berbagai pertimbangan, Dyah dan suami memutuskan untuk menutupnya.
Sebagai gantinya, wanita asal Magelang, Jawa Tengah ini memasrahkan lahan tersebut untuk dikelola oleh santri Ponpes Miftahul Jannah.
Bahkan, Dyah membebaskan Syahri dan para santri binaannya untuk berkreasi hingga menyulap lahan ini menjadi sebuah wahana hiburan sekaligus edukasi.
”Ya, kita berikan kebebasan sama Abi Syahri dan anak-anak santri. Yang penting, tempat ini bisa menjadi berkah dan berguna bagi orang lain,” terus pendiri Komunitas Sahabat Sedekah ini.
Alasan terakhir, kata wanita berhijab ini, Kampung Belajar bisa menjadi bekal bagi santri-santri yang saat ini duduk di bangku SMA. (*)