Orangtua Siswa Protes Jarak Sekolah ke Rumah, Pihak Sekolah Salahkan Google Maps

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana pendaftaran PPDB di SMP Negeri 25 Bandar Lampung, Jumat (28/6/2019).

Ortu Siswa Protes Jarak Sekolah, Sekolah Salahkan Google Maps

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bandar Lampung resmi menutup semua jalur pendaftaran SMP negeri, Jumat (28/6/2019).

Namun, rampungnya pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMP menyisakan kekecewaan orangtua calon siswa.

Khususnya orangtua yang mendaftarkan anaknya di jalur zonasi reguler.

Tina, misalnya. Warga Jalan Tirta Ria, Gang Melati, Kelurahan Way Kandis, Kecamatan Tanjung Senang, ini kecewa anaknya gagal masuk SMPN 19 Bandar Lampung.

Penyebabnya, panitia PPDB menetapkan jarak antara rumahnya dengan SMPN 19 sejauh 2,4 kilometer.

"Mengacu sistem zonasi, PPDB kan berdasarkan jarak terdekat dari rumah ke sekolah. Saya sudah daftarkan anak di sekolah yang terdekat dari rumah, SMPN 19. Tapi malah nggak masuk. Jarak dari rumah ke sekolah tertulis 2 km lebih," ungkapnya.

Tina semakin kecewa karena mengetahui anak tetangga yang rumahnya hanya berbeda jalan tetapi satu RT dan lingkungan masuk di SMPN 19.

Menurut Tina, jarak dari rumah tetangga itu ke sekolah tertulis hanya 1 km.

"Masa selisih jarak rumah saya dan sekolah dengan rumah tetangga dan sekolah sampai 1,4 km. Itu nggak masuk akal. Rumah saya dan tetangga itu cuma beda berapa rumah. Saya sudah prostes ke pihak sekolah. Tapi masa mereka bilang, yang menentukan jarak itu Google Maps," jelas Tina.

Dampak PPDB Zonasi, 6.281 Kursi SMA Negeri di Lampung Tak Terisi

Gagal PPDB? Disdikbud Pastikan Siswa Sekolah Swasta Juga Dapat Bantuan

Terkait anjuran Disdikbud Lampung menyekolahkan anak di SMP swasta setelah gagal PPDB jalur zonasi reguler, Tina menyebut jarak rumahnya ke SMP swasta yang kualitasnya baik bisa sampai 10-20 km.

Belum lagi, pendaftaran di SMP-SMP swasta sekarang rata-rata sudah tutup.

"Sudahlah gagal di SMPN pilihan pertama, begitu juga di pilihan kedua. Pilihan ketiga tambah gagal lagi karena jaraknya semakin jauh. Ujung-ujungnya nggak masuk sekolah negeri. Padahal nilai ujian dan rapornya tinggi, cukup berprestasi," kata Tina.

"Sekarang bingung anak mau sekolah di mana," keluhnya.

Dea, SMP warga Way Kandis, mengalami hal serupa.

Halaman
123

Berita Terkini