"Kedua ayat tersebut merupakan perintah bagi umat yang beriman untuk menegakkan keadilan, yaitu berbuat adil kepada setiap manusia. Menjadi saksi yang adil bagi mereka walaupun keputusan akan merugikan kita. Dan walaupun kita bersaksi, jangan sampai tidak berbuat adil. Karena kebencian menimbulkan kekafiran kepada mereka yang memiliki kebenaran," tandasnya.
Penasihat hukum Khamami, Firdaus Barus, mengatakan, kliennya berupaya membangun Mesuji dengan penuh rasa tanggung jawab.
"Telah kita dengarkan apa saja yang telah dilakukan (Khamami) untuk Mesuji. Perjuangan membangun Mesuji penuh tantangan," kata Firdaus.
"Hadiah dari rekanan bukan untuk pribadi, tapi untuk pembangunan Mesuji. Khamami belum pernah dihukum dan Khamami tulang punggung keluarga," lanjutnya.
Firdaus memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya kepada Khamami.
"Namun jika majelis hakim memiliki pandangan yang berbeda, mohon minta putusan seadil-adilnya, dan meminta jika dihukum bisa menempatkan Khamami di Lapas Rajabasa," tandasnya.
• BREAKING NEWS - Dituntut 6 Tahun Penjara, Taufik Hidayat: Hidup Saya dan Keluarga Tertekan
Hati Hancur
Setelah Khamami, giliran adiknya Taufik Hidayat menyampaikan pembelaan.
Taufik Hidayat masih tak percaya dituntut pidana enam tahun penjara.
Tuntutan tersebut, kata Taufik, menghancurkan keluarganya.
Hal ini diungkapkan adik kandung Bupati nonaktif Mesuji Khamami itu dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek infrastruktur Mesuji dengan agenda pembacaan pembelaan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis, 22 Agustus 2019.
"Saya dituduh melakukan korupsi dan sampai saat ini saya bertanya, pernahkah saya korupsi? Seberat apa pun beban saya dan keluarga, saya yakin keadilan akan saya terima dalam persidangan ini, sehingga saya berusaha ikhlas. Apalagi saya dituntut enam tahun," tutur Taufik.
"Dan ini masih di atas Wawan (Sekretaris Dinas PUPR Mesuji Wawan Suhendra). Di mana letak keadilannya? Pidana enam tahun, denda Rp 100 juta. Demikian tingginya hukuman yang harus saya jalani dan hati saya. Apakah keadilan ini yang sesuai dengan hati nurani dan keyakinan jaksa?" tanya Taufik.
Taufik mengaku sangat sedih saat jaksa KPK menyebut dirinya menerima uang proyek Rp 35 miliar.
"Itu tidak benar. Karena yang tahu proyek, yang mengerjakan itu bertiga: saya, Paing, dan Maidar. Memang kami salah karena meminjam bendera perusahaan. Karena kami tidak berpendidikan tinggi untuk mendirikan perusahaan," ucap dia.
Taufik mengatakan, pihak keluarga sangat terkejut karena tuntutan tersebut terlalu tinggi.
"Buat saya berat. Tapi saya yakin Allah memberi cobaan kepada saya untuk kebaikan. Selama tujuh bulan ini saya harus berpisah sampai jangka yang belum saya ketahui. Istri dan anak serta keluarga terpukul karena masalah ini. Hidup saya dan keluarga tertekan," katanya lagi.
"Saya dianggap koruptor. Saya bukan penjahat negara dan saya bukan PNS. Saya hanya dititipi uang setoran dari Maidar dan Paing dari perusahaan. Terkait proyek dan siapa, saya tidak tahu. Saya hanya terima titipan yang diserahkan ke bupati. Saya tidak menikmati uang tersebut. Saya salah karena menerima titipan itu," imbuhnya.
Sembari terisak, Taufik meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan tuntutan yang dilayangkan oleh JPU.
"Saya memikirkan keluarga. Saya hanya tinggal bertiga anak dan istri. Lalu saya juga mengurusi mertua," katanya sembari terbata-bata.
Taufik menuturkan, setiap hari sang anak bertanya-tanya kapan ayahnya pulang.
"Dan bahkan temannya kadang mengejek anak saya karena tak ada ayahnya. Terlebih kemarin anak saya dirawat di rumah sakit dan saya sebagai ayah tak mampu menjaga anak saya," tutur Taufik lirih.
Taufik kembali memohon kepada majelis hakim untuk memberikan putusan yang seringan dan seadil-adilnya.
"Dan jika saya dihukum, saya meminta untuk ditahan di LP Rajabasa agar bisa memudahkan istri dan anak saya menjenguk saya," tandasnya.
Sementara penasihat hukum Taufik, Yahya Tulus, memohon keputusan majelis hakim sesuai dengan fakta persidangan, sehingga tidak menimbulkan nestapa bagi terdakwa.
"Karena tidak terbukti, sudah semestinya terdakwa Taufik dibebaskan. Namun jika berpandangan berbeda, kami meminta untuk memberikan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya," tandasnya.
Korban Pimpinan
Wawan Suhendra dalam pembelaannya juga merasa diperlakukan secara tidak adil.
Ia mengaku hanya korban kebijakan pimpinan.
Sementara pimpinannya sendiri, Kadis PUPR Mesuji Najmul Fikri, masih berkumpul bersama keluarganya.
"Tuntutan 5 tahun penjara sangat berat bagi saya. Mengingat saya merupakan korban kebijakan pimpinan saya, Bupati Mesuji dan Kadis PUPR Najmul Fikri, yang telah memerintahkan saya untuk meminta uang fee kepada Kardinal, dan Sibron sebesar Rp 1,85 miliar dalam tiga tahap dan terakhir di-OTT Satgas KPK," sebutnya.
Wawan menuturkan, selain permintaan uang tersebut, ia juga diperintahkan mengambil uang Rp 50 juta kepada Rizon sebagai kontraktor serta Rp 700 juta dari Kabid SDA Tasuri.
• BREAKING NEWS - Khamami dan Adiknya Jadi Saksi Terdakwa Wawan Suhendra
"Saya sebagai manusia sangat menyesal mengikuti perintah atasan. Dan kenapa hanya saya yang terjerat, sementara Najmul Fikri tidak. Batin saya menjerit kenapa saya diperlakukan seperti ini. Sekarang saya ditahan. Apa yang akan Kau lakukan ke saya ya Allah. Tapi saya yakin Allah memberi jalan terbaik," imbuhnya.
Wawan mengatakan, anak terkecilnya masih berumur 2,5 tahun.
Ia tidak tahu jika ayahnya hidup dalam penjara.
Kuasa hukum Wawan, Anang Alfiansyah, mengingatkan majelis hakim untuk tidak menjatuhkan hukum yang tidak sesuai keyakinan.
"Saya tidak memengaruhi. Tapi mengingatkan beratnya tugas hakim. Sehingga apabila hakim masih ragu, maka bebaskan terdakwa," katanya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)