Fintech Ilegal Digerebek Polisi

Daftar Aplikasi Fintech Ilegal yang Diungkap Polisi, Ternyata Dimiliki Satu Perusahaan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto memberi keterangan terkait pinjaman online yang digerebek si kawasan Mal Pluit Village, Penjaringan, Jakarta Utara.

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Polisi menggerebek kantor perusahaan pinjaman online ilegal atau financial technology (fintech) ilegal pada Jumat (20/12/2019) lalu.

Dari hasil penggerebekan tersebut, sejumlah daftar aplikasi fintech ilegal diungkap polisi.

Adapun, perusahaan yang digerebek Unit Krimsus Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara, berada di kawasan Mal Pluit Village Penjaringan, Jakarta Utara.

Perusahaan bernama PT Vega Data dan Barracuda Fintech itu disebut ilegal karena tidak terdaftar dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Saat penggerebekan berlangsung, perusahaan itu sedang aktif beroperasi.

TERUNGKAP Cara Perusahaan Pinjaman Online Ilegal Bisa Dapat Daftar Nomor Kontak dari HP Pelanggannya

Kantor Pinjaman Online Ilegal Digerebek Polisi, Ucapan Sadis Karyawan Saat Tagih Utang Dikuak

John Kei Maafkan Napi Teroris yang Serang Dirinya di Lapas, Penjara Mengubah The Godfather

Puluhan karyawan tampak mengurusi pekerjaan mereka di komputer masing-masing.

 

Para pekerja lantas diminta angkat tangan tanpa sempat menutup apa yang mereka kerjakan di komputer.

Lalu, mereka disuruh jongkok dan diamankan ke Mapolres Metro Jakarta Utara.

Berikut, beberapa fakta yang ditemukan dari hasil pemeriksaan puluhan karyawan perusahaan pinjaman online ilegal tersebut.

1. Tetapkan 5 tersangka

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan, pihaknya menetapkan lima orang tersangka setelah memeriksa 76 karyawan yang diamankan saat penggerebekan.

"Kami sudah melakukan penahanan, hingga saat ini tiga orang ya."

"Ini satu warga negara asing dan dua warga negara Indonesia," kata Budhi di lokasi penggerebekan, Senin (23/12/2019).

Adapun, tiga tersangka yang telah ditangkap bernama Mr Li, DS, dan AR.

Mr Li merupakan seorang warga negara asing asal China.

Sementara, DS dan AR merupakan warga negara Indonesia.

DS merupakan orang yang disebut sebagai desk collector atau penagih utang, yang mengancam korbannya dengan penyebaran fitnah ke orang-orang terdekat korban.

Sementara, AR berperan sebagai supervisor dari perusahaan pinjaman online yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut.

"Kemudian yang masih menjadi DPO adalah saudara atau Mr Dwang warga negara China dan Mrs Feng warga negara China juga."

"Tentunya masih akan kami kejar," ujar Budhi.

2. Miliki ratusan ribu nasabah

Budhi mengatakan, perusahaan teknologi finansial fintech itu memiliki ratusan ribu nasabah.

Mereka terbagi dalam dua jalur peminjaman, yakni tokotunai dan kascash.

"Jumlah nasabahnya yang kami data ada sampai 17.560 orang untuk nasabah kas-nya dan 84.785 untuk nasabah toko tunai," ujar Budhi.

Tidak menutup kemungkinan, jumlah sebenarnya jauh lebih banyak dari yang saat ini sudah ditemukan polisi.

3. Gunakan SMS blasting untuk rayu warga

Budhi lantas memaparkannya, perusahaan Fintech Ilegal itu memanfaatkan SMS blasting untuk menggaet ratusan ribu nasabah.

"Jadi, sistem pekerjaan mereka adalah mereka mengirimkan SMS ke beberapa nomor, SMS secara acak."

"Di dalam SMS itu mereka membuat ataupun menyampaikan ajakan atau menawarkan barang siapa yang ingin meminjam uang secara online tanpa adanya agunan," ucap Budhi.

Dalam SMS itu, ada sebuah link yang jika di klik akan mengarahkan warga ke sebuah situs daring untuk memproses peminjaman.

Dalam situs itu, warga yang ingin meminjam diminta untuk mengisi sejumlah data diri seperti KTP, NPWP, KK dan lainnya.

Setelah itu, akan muncul sebuah syarat dan ketentuan yang isinya sangat merugikan calon nasabah, yakni seluruh data yang ada di dalam ponsel bisa mereka akses.

Syarat dan ketentuan itu harus disetujui oleh nasabah untuk mendapatkan pinjaman di perusahaan tersebut.

4. Sebar fitnah dan ancam korban bila terlambat bayar

Budhi menyampaikan bahwa perusahaan pinjaman online ilegal itu tidak mengenakan bunga bagi warga yang meminjam uang kepada mereka.

Akan tetapi, mereka memotong dana pinjaman mereka di awal dengan alasan administrasi.

"Jadi misalnya minjam Rp 1.500.000, maka kita yang meminjam akan hanya mendapatkan Rp 1.200.000," tutur dia.

Apabila terlambat membayar, sanksi yang dikenakan perusahaan Fintech Ilegal itu berupa denda yang cukup tinggi, yakni sebanyak Rp 50.000 per harinya.

Kepada nasabah yang telat membayar, penagih utang atau yang desk collector tersebut akan meneror mereka.

Teror yang dilakukan salah satunya menyebar fitnah tentang si peminjam kepada kerabat-kerabat terdekat via telepon.

Nomor-nomor keluarga dekat itu mereka dapatkan dari ponsel korban, yang tadinya menyetujui bahwa seluruh data di ponsel korban dapat mereka akses.

Selain itu, desk collector itu juga mengancam akan membantai keluarga dari si peminjam yang terlambat membayar utang.

Budhi lantas memperdengarkan rekaman seorang penagih utang berinisial DS saat meneror korbannya.

5. Berganti-ganti nama hindari OJK

Agar kegiatan mereka tidak tercium oleh OJK dan polisi, perusahaan pinjaman online ilegal itu seringkali mengganti nama-nama domain daring mereka.

"Mereka dalam melakukan aksinya ini karena takut ketahuan atau mungkin takut dikejar, maka aplikasi-aplikasi ini kemudian berubah-ubah atau ditutup kemudian ganti kulit, ganti nama dengan aplikasi yang lain," kata Budhi.  

Budhi lantas menyebutkan nama-nama domain aplikasi fintech ilegal yang pernah digunakan perusahaan tersebut, yaitu Domperkartu, Pinjamberes, Kurupiah, Uangberes, Liontech, Gagakhijau, Tetapsiap, Dompetbahagia, Kascash, dan Tunaishop.

Perusahaan pinjaman online ilegal itu dijalankan oleh dua perusahaan yang berdiri dalam satu gedung, yakni PT Vega Data dan Barracuda Fintech.

"PT BR (Barracuda Fintech) ini yang digunakan untuk menciptakan atau membuat aplikasi-aplikasi pinjam-meminjam secara online," ujar Budhi.

Sementara, PT Vega Data berperan sebagai pihak yang menagih utang ke ratusan ribu nasabah yang meminjam dana di domain buatan mereka.

Meski terdiri dari dua perusahaan, Budhi menjelaskan direksi kedua perusahaan tersebut merupakan orang yang sama.

6. Dua buron jadi kunci penelusuran

Budhi mengatakan, pihaknya masih akan menelusuri dari mana sumber modal dan ratusan ribu data nomor ponsel yang dikirim SMS blasting oleh perusahaan tersebut.

Kunci penelusuran itu berada di tangan dua orang WNA asal China yang masih buron, yakni Mr Dwang dan Ms Feng, yang merupakan direksi dari perusahaan itu.

"Menurut karyawan yang dijadikan tersangka mereka mendapatkan nomor ini dari direksinya."

"Nanti tentunya setelah dua direksi lain tertangkap, akan lebih kami dalami lagi dari mana mereka mendapatkan data-data tersebut," ujar Budhi.

Polisi menyangkakan pasal berlapis terhadap para tersangka tersebut yakni Undang-Undang ITE, kemudian KUHP, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukumannya masing-masing lima tahun penjara.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Fakta Penggerebekan Kantor Pinjaman Online di Pluit, Digerebek Saat Karyawannya Bekerja

Polisi menggerebek sebuah kantor perusahaan pinjaman online ilegal yang menjalankan sejumlah daftar aplikasi fintech ilegal di Jakarta Utara pada Jumat (20/12/2019) lalu.

Berita Terkini