Ia mengaku sering melihat konten di internet di ponsel.
"Lihat-lihat website aja," kata H singkat.
Ketika ditanya apa yang dirasakan dirinya, H juga menjawab singkat.
"Kepala pusing-pusing aja," ujar H.
L, ortu H, mengungkapkan anaknya mengalami gangguan psikis sejak sekitar Oktober 2019.
Hal itu bermula dari keseringan memegang dan melihat-lihat smartphone. Dalam sehari, L bisa bermain game diponselnya hingga lebih dari 10 jam.
"Dengan durasi cukup lama. Bisa seharian main HP. Anak saya itu kadang ngomong sendirian dan teriak sendiri," kata L kepada Tribun.
Putranya, menurut L, sering menonton konten di YouTube melalui ponsel khususnya adegan berantem.
"Kan ada sih di YouTube yang kayak-kayak gitu (adegan kekerasan). Entah dari mana dia tahu," ujarnya.
Alhasil, beber dia, emosional H meledak-ledak dan sering marah-marah sendiri. Apalagi, jika ponsel diambil.
"Teriak sendiri, bikin gaduh orang yang di dekatnya. Sering ngomong, 'gak mau lah, gak mau, ngapain lah'," tutur L menirukan ucapan anaknya.
Mengetahui kondisi anaknya, L lalu membawa anaknya ke RSJ untuk konseling.
Ia datang ke RSJ sekali dalam setiap bulan. Ia juga menebus obat agar anaknya tenang.
Sekarang, ungkap L, putranya tidak lagi mengamuk jika telah minum obat dari dokter. Ia juga menyebut dokter melayani anaknya dengan baik.
Namun, putranya masih sering melamun dan suka bicara sendiri tanpa berkomunikasi dengannya.