TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Pungut fee paket proyek Tahun 2017 di Dinas Kesehatan, Dr. Maya Metissa Kadiskes Lampung Utara sebut uang untuk disetorkan BPK.
Hal ini diungkapkan Dr. Maya Metissa saat dicecar pertanyaan oleh JPU KPK Taufiq Ibnugroho dalam persidangan teleconference Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (6/5/2020).
"Apakah pernah Desyadi (Kepala BPKAD Lampura) menemui anda dan meminta paket pekerjaan?" tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.
Dr Maya pun mengaku jika Desyadi secara langsung tidak menemuinya melainkan berpesan ke stafnya Juliansyah.
Sesuai dalam BAP yang dibacakan oleh JPU, bahwa Tahun 2017, pada malam hari Juliansyah datang ke Rumah Dr Maya untuk menyampaikan jika dua pekerjaan senilai Rp 2,2 miliar feenya digunakan untuk opini wajar pengecualian.
• Kesaksian Direktur RS Handayani: 3 Tahun Dapat Proyek, Setor Fee Rp 360 Juta ke Wabup Sri Widodo
• Gara-gara Madu dari Istri KSAD, Dokter yang Tangani Covid-19 di Batam Terinspirasi
• Mantan Wagub dan Wabup di Lampung Jadi Saksi Sidang Suap Fee Proyek Lampung Utara
• 2 Anggota Sindikat Curanmor di Bandar Lampung Dibekuk, Otak Komplotan Kabur Saat Digerebek
Dr Maya sendir mengakui jika permintaan Desyadi melalui stafnya untuk disetorkan ke BPK.
"Nilainya saya tidak tahu, tapi katanya membutuhkan Rp 1,5 miliar," katanya.
Lanjutnya dari dua proyek tersebut ternyata tidak bisa memenuhi permintaan uang tersebut.
"Dapatnya kurang lebih 800 juta. Sisanya ada proyek diambil dari proyek lain, kemudian Juliansyahsaya perintahkan menyerahkan," kata Dr Maya.
"Uang BPK ini atas perintah siapa?" tanya JPU.
"Desyadi yang saya tahu, yang lain saya gak tahu," jawan Dr Maya.
Dr Maya pun mengatakan dari tahun 2017 hingga 2019 Dinas Kesehatan melakukan pekerjaan dan terdapat penarikan fee.
Adapun pada tahu 2017 terdapat 97 paket proyek dengan nilai pagu Rp 19,6 miliar dengan fee Rp 3,9 miliar.
"Saya menyerahkan Rp 1,9 miliar dalam dua tahap ke Raden Syahrial sisanya Juliansyah," sebutnya.
Sementara pada tahun 2018, kata Dr Maya, ada 49 proyek dengan pagu Rp 6,5 miliar dan fee sebesar Rp 1,2 miliar.
"Tahun 2019 gagal lelang, tapi ada paket proyek 2017 yang baru direalisasikan 2019, dengan nilai fee 958 juta," tegasnya.
Dilain pihak, saat dicecar oleh penasehat hukum Agung Ilmu Mangkunegara, Sopian Sitepu, Dr Maya mengaku bahwa ia mengikuti pola yang sudah ada tanpa ada arahan dari Bupati.
"Kemudian uang yang anda serahkan ke Ami, apakah anda konfirmasi uang itu sudah diserahkan ke Agung atau tidak?" tanya Sopian.
"Tidak," jawab Dr Maya
Saat disinggung soal penyerahan uang ke BPK sendiri, Dr Maya mengatakan bahwa penyerahan tersebut tidak ada arahan dari bupati.
"Ya sesuai permintaan Desyadi," tandas Dr Maya.
Sri Widodo Copot Syahbudin
Dari empat saksi yang dihadirkan, dua orang memberikan keterangan melalui video conference dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (6/5/2020).
Keduanya yakni mantan Wakil Bupati Lampung Utara Sri Widodo dan Kadiskes Lampung Utara Maya Metissa.
Dalam kesaksiannya, Maya Metissa membenarkan adanya pergantian posisi bupati sementara pada 2019 dari Agung Ilmu Mangkunegara ke Sri Widodo.
"Bisa Anda jelaskan kenapa ada pergantian?" tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.
"Waktu itu Bapak (Agung) mencalonkan lagi pada periode kedua, maka diangkatlah Sri Widodo jadi plt. Karena Agung cuti untuk mencalonkan lagi selama enam bulan," kata Maya.
JPU pun menyinggung adanya mutasi pejabat eselon saat Sri Widodo menjabat sebagai plt bupati.
"Yang saya ketahui Kadis PUPR, (kepala) Bappeda diganti oleh Sri Widodo," terang Maya.
"Alasan pergantian?" tanya JPU.
"Gak tahu, Yang Mulia. Saya tidak diganti pada waktu itu," jawab Maya.
Jaksa pun mengonfrontasi alasan Sri Widodo mencopot Syahbudin dari jabatan Kadis PUPR.
Sri Widodo berdalih bahwa Syahbudin tidak disiplin.
"Karena beliau gak pernah masuk dan didemo oleh stafnya. Sampai ada penolakan-penolakan," kata Widodo.
"Saya ingatkan melalui BAP, saya ada masalah karena saat akan menjadi kandidat bupati, Agung saya cocokkan dengan Yusrizal. Namun ternyata dia memilih pasangan lain, sehingga Agung marah dan tak menghubungi saya lagi. Saat jadi plt bupati tetap ada lelang. Akhirnya dilelang, saya memunguti 20 persen ke Franstori karena Syahbudin loyal kepada bupati. Apa betul?" tanya JPU.
"Betul. Tapi fee itu untuk menggantikan utang di PPTK," jawab Widodo.
Eks Wagub dan Wabup Jadi Saksi
Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (6/5/2020).
Menariknya, dua mantan pejabat tinggi di Lampung dihadirkan menjadi saksi dalam sidang kasus yang menyeret Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara itu.
Keduanya adalah mantan Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri dan Wakil Bupati Lampung Utara Sri Widodo.
Sidang yang digelar secara teleconference ini diagendakan mendengarkan keterangan saksi.
Adapun jaksa penuntut umum (JPU) KPK Taufiq Ibnugroho akan menghadirkan empat orang saksi.
Dua di antara saksi tersebut belum sempat hadir dalam persidangan.
Adapun keempat saksi tersebut yakni mantan Wakil Bupati Lampung Utara Sri Widodo, mantan Kadiskes Lampung Utara Maya Metissa, mantan Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri, dan Fadly Achmad.
Dari pantauan Tribunlampung.co.id, nampak Bachtiar Basri sudah tiba di ruang persidangan.
Bachtiar Basri duduk di kursi sembari berbincang dengan pengunjung lainnya.
Sidang Seminggu 2 Kali
Majelis hakim PN Tanjungkarang memutuskan untuk menggelar sidang perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara seminggu dua kali.
Kebijakan tersebut diambil sebagai langkah antisipasi mengingat wabah virus corona (Covid-19) yang melanda Bandar Lampung.
"Kita akan buat jadwalnya seminggu dua kali, takut ada PSBB (pembatasan sosial berskala besar)," kata ketua majelis hakim Efiyanto dalam persidangan, Rabu (29/4/2020).
JPU KPK Ikhsan Fernandi menyanggupi permintaan tersebut.
Syaratnya, sidang digelar dua hari beruntun, yakni hari Rabu dan Kamis.
Sementara penasihat hukum Agung Ilmu Mangkunegara, Sopian Sitepu, keberatan jika sidang digelar beruntun.
"Saya mohon sidangnya jangan langsung, tapi dijeda satu hari. Seperti Selasa dan Kamis," kata Sopian Sitepu.
"Kami juga bingung membagi jadwal karena sekarang sidang daring. Kami gak bisa bergerak hari Senin dan Selasa. Kalau Jumat?" tanya Efiyanto.
"Kami tetap mengusulkan Rabu-Kamis," sahut Ikhsan.
"Mohon maaf bagi penasihat, nanti kami dua minggu ke depan mau mengusahakan tukar jadwal," timpal Efiyanto.
Sopian akhirnya menerima usulan tersebut.
Namun, dengan syarat JPU KPK segera mengonfirmasi saksi yang akan dihadirkan.
"Baik, untuk minggu depan jadwal sidang hari Rabu-Kamis," kata Efiyanto. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)