Ada 7 muara sepanjang ruas Way heni-Way Haru serta pasang-surut pantai.
Jika muara banjir, pelintas harus menunggu sampai surut.
Sedangkan jika air laut pasang pada musim angin barat, praktis permukaan pantai tidak bisa dilalui kendaraan.
Garis pantai memang jadi ruas jalan alternatif bagi warga untuk menghindari jalan tanah di sisi rimba yang rusak parah.
Itu adalah jalan patroli milik BBTNBBS.
Sesuai peruntukannya, jalan patroli adalah jalan tanah yang tidak ditingkatkan kualitasnya menjadi jalan onderlagh ataupun jalan beton apalagi aspal.
Karena jalan tanah tersebut, sejak lama warga menggunakan gerobak sapi sebagai moda angkutan barang.
Akibat sering diinjak kaki sapi, kondisi badan jalan tersebut saat ini penuh lubang dan sangat sulit dilintasi kendaraan bermotor.
Buruknya kondisi jalan ditambah faktor alam yang sangat sulit akhirnya mencekik perekonomian warga Way Haru.
Pada musim penghujan, ongkos angkut di Way Haru bisa tembus Rp 4.000 per km.
Alhasil dengan jalan sepanjang 16 km menuju Desa Way Heni, maka otomatis ongkos menjadi Rp 64 ribu.
Tak Ada Listrik
Nengsih, warga Pekon Way Tias menceritakan, untuk penerangan mereka harus menggunakan mesin diesel.
Mesin itu dibeli secara patungan untuk dipakai bersama.
“Modal awalnya juga besar bang, makanya kami patungan dengan tetangga, kalo beli sendiri-sendiri gak sanggup,” ujar Nengsih.