Sudan kemudian dijalankan oleh dewan jenderal dan ada dua orang militer yang menjadi pusat perselisihan.
Jenderal Abdel Fattah al-Burhan menjadi presiden de facto negara itu.
Sementara wakilnya adalah pemimpin RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, lebih dikenal dengan nama Hemedti.
Mereka tidak setuju dengan arah negara menuju dan langkah yang diusulkan menuju pemerintahan sipil.
Salah satu poin utama yang mencuat adalah mengenai rencana untuk memasukkan RSF berkekuatan 100.000 ke dalam tentara dan siapa yang kemudian akan memimpin pasukan baru.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
(Tribunlampung.co.id)