Pilpres 2024

KPU RI Dukung Revisi UU Pemilu Atas Saran dari MK

Editor: Tri Yulianto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner KPU RI Mochammad Afifuddin. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mendukung revisi atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan mendukung revisi UU tentang Pemilu. 

Selama ini KPU RI berpedoman dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang dijalankan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. 

Lantas Mahkamah Konstitusi menilai perlunya revisi Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu demi perbaiki penyelenggaraan kedepannya. 

Hal itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo saat memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024. 

Dan saran dari Mahkamah Konstitusi tersebut didukung oleh KPU RI. 

Anggota KPU RI, Mochammad Afifuddin menegaskan selama upaya itu dilakukan sebagai sebuah proses perbaikan, pihaknya akan turut mendukung.

Termasuk mendorong pihak yang punya kekuasaan untuk membentuk undang-undang.

"Semua inisiatif dan usulan untuk perbaikan kita support," kata pria yang akrab disapa Afif ini saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2024).

Sebelumnya, saat pembacaan putusan sidang sengketa pada Senin (22/4/2024), Ketua MK Suhartoyo mengatakan terdapat beberapa kelemahan dalam UU Pemilu, Peraturan KPU (PKPU), maupun Peraturan Bawaslu.

Sehingga pada akhirnya menimbulkan kebuntuan bagi penyelenggara pemilu khususnya bagi Bawaslu dalam upaya penindakan terhadap pelanggaran pemilu.

Dia mengatakan UU Pemilu belum memberikan pengaturan terkait dengan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kampanye yang dilakukan sebelum dan setelah masa kampanye dimulai.

Suhartoyo menyebut demi memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksanaan pemilu maupun pilkada selanjutnya, Pemerintah dan DPR penting ke depannya melakukan penyempurnaan terhadap UU Pemilu, UU Pilkada, maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kampanye.

"Baik berkaitan dengan pelanggaran administratif dan jika perlu pelanggaran pidana pemilu," ucapnya saat menyampaikan pembacaan pertimbangan putusan yang diajukan paslon capres dan cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskadar.

Salah satu yang dibahas dalam MK yakni pasal 283 ayat 1 UU Pemilu telah menyebutkan larangan bagi pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan Negeri serta ASN untuk mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu, sebelum selama dan sesudah masa kampanye.

“Namun pasal-pasal berikutnya dalam UU Pemilu tersebut tidak memberikan pengaturan tentang kegiatan kampanye sebelum maupun setelah masa kampanye, ucap dia.

Suhartoyo menyebut, ketiadaan pengaturan tersebut memberikan celah bagi pelanggaran pemilu yang lepas dari jeratan hukum atau pun sanksi administrasi.

Sehingga menurut MK lebih baik DPR dan pemerintah sebagai pembentuk Undang-undang untuk merevisi UU Pemilu.

“Demi memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksanaan pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah selanjutnya, menurut mahkamah ke depan pemerintah dan DPR penting melakukan penyempurnaan terhadap undang-undang Pemilu, undang-undang Pemilukada maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kampanye baik berkaitan pelanggaran administratif dan jika perlu pelanggaran pidana Pemilu,” pungkasnya.

(Tribunlampung.co.id/Tribunnews) 

 

 

Berita Terkini