Berita Lampung

Rakor Budaya Kemenko PMK dan Pemprov Lampung Bahas Penguatan Bahasa dan Adat 

Penulis: Riyo Pratama
Editor: soni yuntavia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RAKOR KEBUDAYAAN -  Tenaga Pendamping Gubernur Bidang Kebudayaan, Rahmat Santori saat bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menggelar Rapat Koordinasi Kebudayaan di Gedung Pusiban, Kantor Gubernur Lampung, Selasa (5/8/2025).

Tribunlampungco.id, Bandar Lampung – Pemerintah Provinsi Lampung bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menggelar Rapat Koordinasi Kebudayaan di Gedung Pusiban, Kantor Gubernur Lampung, Selasa (5/8/2025).

Kegiatan ini menjadi tindak lanjut atas terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan.

Tenaga Pendamping Gubernur Bidang Kebudayaan, Rahmat Santori, menyebut rakor tersebut sejalan dengan visi-misi Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal.

Ia mengatakan, sejak dimandatkan pada Juni 2025, dirinya langsung bergerak cepat melakukan konsolidasi dan konsultasi dengan para tokoh adat Sai Batin dan Pepadun, serta perangkat daerah terkait kebudayaan.

“Sejak saya dimandatkan oleh Bapak Gubernur, kami telah melakukan konsolidasi dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan, baik tokoh adat maupun OPD terkait,” kata Rahmat.

Ia hadir dalam rakor atas undangan Kemenko PMK untuk membahas berbagai isu strategis kebudayaan Lampung.

Menurutnya, keterlibatan pemerintah pusat ini merupakan bentuk komitmen konkret dalam mendukung pelestarian budaya daerah.

Salah satu program yang tengah dikembangkan oleh Pemprov Lampung adalah Kamis Beradat, yang mencakup penggunaan bahasa dan pakaian adat Lampung di lingkungan pemerintahan dan sekolah.

Program ini diharapkan menjadi kebijakan resmi di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, serta diterapkan di sekolah mulai jenjang SD hingga SMA.

“Kamis Beradat adalah bagian dari upaya pelestarian budaya. Masyarakat Lampung memiliki dua subkultur besar, yakni Pepadun dan Saibatin, dengan dua dialek utama: A dan O.

Meski berbeda, keduanya saling memahami. Bahasa Lampung adalah perekat, tapi jika tidak dilestarikan lewat kebijakan konkret, bisa tergerus,” ujar Rahmat.

Rakor tersebut juga membahas partisipasi Pemprov Lampung dalam kegiatan Begawi Agung dan Tayuhan Agung, dua pesta adat besar yang hingga kini masih hidup di komunitas adat, baik di kampung, pekon, maupun tiyuh.

Rahmat berharap ke depan Pemprov dapat hadir secara representatif dalam kegiatan adat tersebut dan memberi dukungan penuh terhadap pelestariannya.

Selain itu, turut dibahas pula pentingnya menghadirkan lima falsafah hidup masyarakat Lampung, yakni Piil Pesenggiri, Sakai Sambayan, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, dan Bejuluk Beadek di ruang-ruang publik.

Menurut Rahmat, kelima nilai luhur ini merupakan etika sosial urang Lampung yang perlu dikenalkan kembali kepada generasi muda.

Halaman
12

Berita Terkini