"Semalam bupati datang ke posko warga dan berjanji akan menerbitkan SK terkait dengan penyelesaian konflik agraria. Hari ini kita hadir disini untuk memastikan bahwa janji tersebut akan dipenuhi secara serius. Saya rasa ini penting karena menyangkut kehidupan masyarakat di 3 kampung tersebut yang mayoritas bekerja sebagai petani dan mengolah lahan tersebut," kata Hendra, Rabu (23/4/2025).
Ia menyebutkan, saat perusahaan mengambil lahan tersebut dari masyarakat, tanaman masyarakat belum sempat dipanen, sementara kehidupan mereka bergantung pada lahan tersebut.
Dalam aksi ini, sambung Hendra, sedikitnya ada 4 tuntutan yang dilayangkan kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah berkaitan dengan konflik agraria tersebut.
Diantaranya menuntut terbentuknya panitia khusus (pansus) penyelesaian konflik agraria di Kecamatan Anak Tuha, Rekomendasi pencabutan HGU milik PT BSA, Evaluasi status hukum lahan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan meminta pemerintah setempat mengembalikan lahan kepada masyarakat adat yang telah mengelolanya secara turun-temurun.
“Tanah ini dirampas bukan saat tanah ini kosong, tapi masih ada hasil bumi yang belum sempat dipanen, pertanian disana pun sudah diwariskan secara turun-temurun. Jika tanah pertanian warga direnggut, bagaimana keberlanjutan nasib mereka,” tutur Sumahendra.
PT BSA Rebut Paksa 100 Hektar HGU
Agus Susanto selaku Direktur PT BSA mengatakan, pihak perusahaan saat ini hanya mengelola 63 hektar tanaman sawit sebagai komoditas garapan HGU.
Dirinya mengatakan, masyarakat telah menduduki dan mengolah lahan HGU tepatnya pada tahun 2014.
Dari 955,77 hektare lahan HGU yang seharusnya diolah PT BSA, perusahaan saat ini hanya bisa mengolah 63 hektar saja.
"892 hektar lahan dari tahun 2014 hingga sekarang dikuasai masyarakat," katanya kepada Tribunlampung.co.id, Senin (18/9/2023).
Dirinya mengatakan, saat ini pihaknya menyediakan uang ganti rugi tanam tumbuh untuk masyarakat sebanyak Rp 2,5 miliar.
Dengan syarat masyarakat harus mendaftarkan diri ke posko yang disediakan oleh pemerintah.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan pantauan udara untuk memetakan lahan yang dikuasai masyarakat.
"Ganti rugi dilakukan dengan mempertimbangkan umur tanaman dan luas lahan yang ditanam warga," katanya.