Citizen Journalism
Kripto: Praktik Inovasi Ekonomi Digital dan Tantangan Syariah
Perkembangan perekonomian digital telah hadirkan inovasi teknologi finansial yang maju, yaitu Mata Uang Kripto atau Cryptocurrency.
Penulis: sulis setia markhamah | Editor: Endra Zulkarnain
Di lain pihak, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengizinkan mata uang kripto sebagai aset investasi di bawah pengawasan mereka melalui Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Aset Kripto Fisik di Bursa Berjangka.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan beberapa peraturan, seperti yang tertuang dalam POJK No.13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital, dengan menekankan perlunya kehati-hatian terhadap produk keuangan digital yang berisiko tinggi, termasuk aset kripto yang terus berkembang di Tengah masyarkat Indonesia.
Kripto dianggap sebagai aset berisiko tinggi yang membutuhkan pengawasan ketat agar tidak disalahgunakan.
Dalam pandangan hukum ekonomi syariah, kripto dikaji kesesuainnya berdasarkan prinsip halal, berkeadilan, menghindari gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi), dan unsur riba.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 123/DSN-MUI/XI/2021 tentang Mata Uang Kripto, menyatakan bahwa penggunaan kripto sebagai mata uang hukumnya haram karena tidak sesuai dengan prinsip ekonomi Islam karena masih mengandung unsur gharar, dharar (bahaya), dan tidak memenuhi syarat untuk dianggap sebagai tsaman (alat tukar yang sah).
Namun, DSN-MUI menyatakan bahwa mata uang kripto dapat dianggap halal jika digunakan sebagai komoditas atau investasi dengan dasar yang jelas dan mengikuti prinsip-prinsip syariah.
DSN-MUI berpendapat bahwa tidak semua mata uang kripto halal atau haram. Beberapa proyek blockchain memiliki nilai nyata, manfaat ekonomi, dan mekanisme yang jelas.
Token utilitas yang memberikan akses ke layanan tertentu atau token yang didukung oleh aset nyata seperti emas atau properti dapat dinilai sesuai dengan hukum Islam karena memenuhi kriteria transparansi, dukungan aset nyata, dan akad yang sah.
Beberapa negara Islam di Timur Tengah sudah melakukan terobosan dengan memulai membuat produk kripto halal. Kuwait adalah salah satu negara yang telah membuka ruang bagi aset digital berbasis syariah.
Kuwait Finance House (KFH) meluncurkan token kripto yang sesuai dengan prisip ekonomi Islam yang hanya berinvestasi pada aset digital yang memiliki dukungan sektor riil dan diaudit oleh badan syariah independen.
Di Bahrain, mata uang kripto Stellar (XLM) memperoleh sertifikasi halal dari Shariyah Review Bureau (SRB) pada tahun 2018.
Lembaga SRB, yang diakui oleh Bank Sentral Bahrain sebagai otoritas penasihat syariah independen, menilai bahwa sistem dan mekanisme transaksi Stellar, khususnya dalam hal pengiriman dana lintas negara dan tokenisasi asset, tidak mengandung unsur riba, spekulasi berlebihan (gharar), ataupun keterlibatan dalam aktivitas non halal.
Menghentikan laju perkembangan teknologi untuk terus maju tidak dimungkinkan. Sementara aset digital dan blockchain telah menjadi bagian yang sangat penting dari perkembangan ekonomi global.
Tantangannya bukan sebatas apakah mata uang kripto halal, tetapi bagaimana menciptakan kerangka hukum, etika, dan aturan syariah untuk memastikan ide baru ini baik bagi semua orang.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki banyak potensi untuk menjadi pusat keuangan Islam digital di seluruh dunia.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.