Aksi Petani di Lampung

Jeritan Hati Petani Lampung: Kami Hanya Ingin Hidup Adil di Tanah Sendiri

Bukan sekadar aksi, mereka juga ingin meluapkan jeritan hati dalam momen peringatan Hari Tani Nasional 2025.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama
SUARAKAN ASPIRASI - Ratusan petani menyampaikan aspirasi di depan gedung DPRD dan Pemprov Lampung, Rabu (24/9/2025). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Teriknya sinar matahari tak menyurutkan langkah ratusan petani dari berbagai daerah di Lampung untuk menyuarakan aspirasinya. 

Dengan wajah penuh tekad, mereka membawa spanduk, poster, dan suara yang sejak lama terpendam.

Mereka berkumpul di depan gedung DPRD dan Gubernur Lampung, Rabu (24/9/2025). 

Bukan sekadar aksi, mereka juga ingin meluapkan jeritan hati dalam momen peringatan Hari Tani Nasional 2025.

Dari atas mobil komando, seorang orator memegang pengeras suara. 

Dengan tangan mengepal, matanya menatap lurus ke arah gedung wakil rakyat.

"Jika rakyat sudah disakiti, mungkin kalian tak akan lagi ada di sini. Jangan pernah mengkhianati hati rakyat," teriaknya, disambut riuh tepuk tangan dan sorakan peserta aksi.

Bagi para petani, tanah bukan sekadar lahan garapan. 

Tanah adalah identitas, sumber kehidupan, dan warisan yang ingin mereka titipkan kepada anak cucu. 

Namun di balik itu semua, mereka merasa diperlakukan tidak adil.

"Tanah kami dianggap register, seperti hutan. Tapi kenapa saat pemilu, kami tetap kalian datangi, seolah sama seperti rakyat biasa yang suaranya kalian butuhkan?" lanjut sang orator dengan suara bergetar.

Aksi yang digelar Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) ini mengusung sederet tuntutan.

Mereka ingin harga hasil panen stabil, bukan justru membuat petani merugi. 

Mereka menolak impor pangan yang dianggap mematikan kedaulatan petani lokal.

Mereka mendesak pemerintah memberi akses permodalan lebih mudah, menempatkan subsidi pupuk dan alat pertanian sebagai program prioritas, hingga menindak tegas mafia pangan dan mafia tanah.

Seorang petani lain ikut menyuarakan harapannya.

"Tolong beri kami lahan garapan yang layak. Tanah HGU (hak guna usaha) perusahaan yang sudah habis masa sewanya, segera bagikan untuk kami," pintanya.

Keringat pun mengalir di wajah, suara juga mulai serak. 

Namun, tuntutan mereka sesungguhnya sederhana: kehidupan yang lebih adil, tanpa harus terus merasa jadi tamu di tanah sendiri.

Tak lama berselang, perwakilan massa akhirnya diterima masuk ke gedung DPRD untuk berdialog dengan pejabat Pemprov Lampung.

Harapan pun mereka titipkan, meski jalan menuju jawaban masih panjang.

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved