Berita Lampung

Pemprov Lampung Dorong SPPG Program MBG Punya Sertifikat Laik Higiensi Sanitasi  

Pemprov Lampung mendorong seluruh SPPG yang terlibat dalam program MBG segera urus Sertifikat Laik Higienis Sanitasi

Editor: soni yuntavia
Istimewa
KANTONGI SLHS - Ketua Satgas Percepatan Program MBG Provinsi Lampung Saipul mengatakan pentingnya SPPG mengantongi SLHS. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Pemprov Lampung mendorong seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terlibat dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) segera mengurus Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS). 

Ketua Satgas Percepatan Program MBG Provinsi Lampung Saipul mengatakan, kewajiban SPPG memiliki SLHS kini menjadi perhatian serius, baik pemerintah pusat maupun daerah.

Menurutnya, sebelumnya Badan Gizi Nasional (BGN) masih memberikan kelonggaran bagi SPPG yang belum mengantongi sertifikat. Namun, aturan tersebut diperketat setelah banyaknya kasus keracunan MBG.

“Kalau dulu masih ada kelonggaran, sekarang semua SPPG yang beroperasi wajib punya SLHS. Bahkan kalau sebelumnya diberi waktu satu bulan, sekarang dipercepat, hanya dua minggu harus sudah punya sertifikat,” kata Saipul, Senin (29/9).

Ia menjelaskan, percepatan itu dilakukan menyusul terjadinya beberapa kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan, termasuk kasus terbaru di Lampung Timur. 

“Sudah ada lima SPPG yang menjadi penyebab keracunan MBG. Karena itu, kita minta semua SPPG segera mengurus SLHS agar kejadian serupa tidak terulang. Kalau prosedur kesehatan dan kebersihan dipatuhi, insyaAllah kasus keracunan bisa dicegah,” ujarnya.

Saipul menyebut, hingga saat ini terdapat 488 SPPG aktif di Provinsi Lampung. Namun, pihaknya belum menerima laporan detail berapa yang sudah memiliki SLHS.

“Karena itu, kami sedang menyusun rencana rapat dengan Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, dan PTSP se-Provinsi Lampung. Kita juga akan melibatkan koordinator SPPI di kabupaten/kota untuk mendata dan memastikan mana saja yang belum memiliki SLHS,” terangnya.

Ia menambahkan, proses pengajuan SLHS dilakukan secara daring melalui sistem OSS. Setelah diajukan oleh pemilik SPPG, verifikasi akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup di tingkat kabupaten/kota.

“Sehingga kita minta pemilik SPPG benar-benar aktif mengurus SLHS dalam waktu cepat karena Kemendagri memberikan batas waktu hanya dua minggu,” pungkasnya.

Tingkatkan Kualitas

Sementara itu, anggota Komisi V DPRD Lampung Deni Ribowo menilai program MBG harus tetap dilanjutkan karena memiliki manfaat besar bagi siswa. Namun, ia memberi catatan agar kualitas program lebih terjamin.

Hal itu dikatakan Deni Ribowo terkait maraknya kasus keracunan MBG. “MBG perlu ditingkatkan secara kualitas, mulai dari ketersediaan bahan baku hingga peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap program ini,” kata Deni, Senin (29/9).

Deni menekankan pentingnya penyelidikan forensik untuk mengungkap penyebab kasus keracunan massal yang menimpa sejumlah siswa di Lampung. Menurutnya, hal itu penting untuk memastikan apakah disebabkan kelalaian (human error) atau kondisi pribadi anak.

“Biasanya ada anak yang tidak terbiasa makan ikan, lalu dipaksa makan ikan. Atau ada yang alergi susu, daging, atau makanan tertentu. Hal-hal seperti ini perlu ditelusuri,” jelasnya.

Ia meminta aparat penegak hukum (APH) dari Polda Lampung, Polres, hingga jajaran di bawahnya melakukan penyelidikan menyeluruh. Kepala sekolah, dinas kesehatan, hingga Puskesmas juga harus dilibatkan untuk memastikan makanan dari SPPG benar-benar layak sebelum sampai ke sekolah.

“Penyelidikan ini bukan untuk mencari siapa salah atau benar, bukan untuk menghukum seseorang. Tapi semata-mata untuk memperbaiki kualitas MBG di sekolah,” pungkasnya.

SPPG Diperkuat

Struktur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi pelaksana program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu diperkuat dengan melibatkan pihak eksternal, khususnya lembaga kesehatan. Menurut dosen Hukum Bisnis IIB Darmajaya Zulfikar Ali Butho, hal itu bertujuan untuk mengantisipasi kasus keracunan MBG.

“Struktur yang ada sebenarnya sudah cukup. Tapi karena harus melayani jumlah yang sangat besar, jadi kewalahan. Akan lebih baik jika melibatkan lembaga kesehatan,” kata Ali, Senin (29/9).

Menurutnya, ada dasar hukum yang mengatur kasus keracunan pangan, yakni Pasal 72 ayat (1) PP Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.

“Pasal tersebut mewajibkan setiap orang melaporkan kejadian dugaan keracunan pangan yang menimpa lebih dari satu orang,” jelasnya.

Ali juga menekankan pentingnya menetapkan kasus keracunan massal sebagai kejadian luar biasa (KLB). "Dengan begitu, pelayanan kesehatan bisa segera dimajukan agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari," pungkasnya.

( Tribunlampung.co.id )

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved