Berita Lampung

Tak Punya Wewenang dalam Penyaluran Kredit FLPP, Pemprov Lampung Beri Alasan  

Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tertarik mengajukan kredit rumah melalui program FLPP untuk langsung berinterkasi dengan bank.

|
Editor: soni yuntavia
Dok Puspen TNI
AKAD MASSAL KPR - Presiden Prabowo Subianto meresmikan akad massal 26 ribu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sekaligus serah terima kunci rumah yang digelar secara hybrid dan dipusatkan di Pesona Kahuripan 10, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (29/9/2025). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tertarik mengajukan kredit rumah melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk langsung berinteraksi dengan perbankan penyalur.

Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Perumahan Dinas PKPCK Lampung, August Riko, menyikapi akad KPR FLPP yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto secara serentak di 100 titik di 33 provinsi pada Senin (29/9) kemarin.

August Riko mengatakan, Pemprov Lampung tidak memiliki kewenangan dalam proses penyaluran KPR FLPP yang menjadi program pemerintah pusat.

"Kaitan 26 ribu FLPP di Lampung ini kita belum dapat informasinya. Karena kewenangan terkait pembiayaan FLPP ini ada di pemerintah pusat, provinsi tidak ada kewenangan soal itu," tegas Riko saat dikonfirmasi, Selasa (30/9/2025).

Menurut Riko, penentuan jatah untuk sembilan bank penyalur di Lampung ditentukan penuh oleh pemerintah pusat melalui transfer langsung dari Dirjen Perbendaharaan Negara.

Hal ini menunjukkan garis komando dan pembiayaan program yang straight to the point dari pusat ke perbankan.

Riko menegaskan fokus kerja Dinas PKPCK Provinsi Lampung adalah pada aspek pembinaan rumah tidak layak huni dan memastikan rumah yang sehat bagi masyarakat, bukan pada skema pembiayaan perumahan subsidi.

Ia menambahkan, pihaknya hanya dapat berpartisipasi dalam penentuan kuota jika ada permintaan langsung dari Menteri terkait.

Dia pun menjelaskan mekanisme sederhana bagi MBR yang ingin mengajukan.

"Biasanya FLPP itu langsung ke perbankan, nanti perbankan bekerjasama dengan pengembang. Jadi masyarakat yang ingin mengajukan kredit bisa langsung ke perbankan, bukan ke dinas perkim," ujarnya, Selasa (30/9/2025).

Menurut Riko, dalam proses penyaluran FLPP, pihak pengembang biasanya akan mengajukan pengajuan ke perbankan.

Setelah dilakukan akad, pihak perbankan kemudian akan melakukan survei kelayakan terhadap pengembang."Setelah dinilai layak dan akad dilakukan, barulah bantuan FLPP dari pusat dicairkan," Kata Riko.

Ia juga menyebut bahwa masalah perizinan pengembang umumnya diurus di tingkat kota/kabupaten."Untuk perizinan termasuk IMB juga biasanya di urus di kota/kabupaten melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)," kata dia.

Meski begitu, August Riko memaparkan potensi dan kriteria pengembangan perumahan di Lampung terbilang cukup besar. "Berdasarkan data tata ruang dari dari dua asosiasi pengembang (Rei dan Asperi), ada sekitar 325 hektare lahan potensial yang tersebar di beberapa daerah," kata dia.

"Untuk daerah yang lokasinya terbanyak biasanya di Bandar Lampung, Lampung Selatan, dan Pesawaran," imbuhnya.

Dalam penentuan kriteria kawasan perumahan, Riko menekankan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. 

"Untuk kriteria perumahan ada beberapa, seperti terbebas dari potensi bencana, memenuhi perizinan, dan memiliki ruang terbuka minimal 30 persen dari total area pemukiman," Kata dia.

Lebih lanjut, Riko mengatakan bahwa dalam 15 tahun terakhir, tercatat sekitar 23 ribu unit KPR FLPP yang telah berjalan di Lampung

"Sejak 2010 hingga 2025 ada sekitar 23.000 unit KPR FLPP, tapi itu di luar program 26.000 unit yang baru diresmikan pemerintah pusat," pungkasnya.

Ia menambahkan, pihaknya hanya dapat berpartisipasi dalam penentuan kuota jika ada permintaan langsung dari Menteri terkait.

"Kami di Provinsi ini tergantung dari Menteri, ketika kami misal diminta untuk menentukan kuota, maka di situ baru kami bisa ikut andil," kata dia.

Baru 0,87 Persen

Akademisi Ekonomi UIN Raden Intan Lampung, Suhendar, menilai pencapaian akad massal 26 ribu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) merupakan langkah positif meski kontribusinya masih kecil terhadap target nasional Program 3 Juta Rumah.

“Jika dibandingkan dengan target besar 3 juta rumah, kontribusi 26 ribu unit baru sekitar 0,87 persen. Angkanya memang belum signifikan, tetapi sebagai langkah percepatan dalam satu momentum, ini patut diapresiasi,” kata Suhendar, dosen Akuntansi dan Perpajakan UIN RIL, Senin (30/9).

Menurutnya, KPR FLPP tetap menjadi tulang punggung program perumahan rakyat karena menawarkan bunga rendah dan tenor panjang.

Bunga FLPP ditetapkan tetap 5 persen per tahun dengan jangka waktu hingga 20 tahun, serta adanya subsidi bantuan uang muka (SBUM).

Sementara skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan, lanjut Suhendar, lebih sebagai pelengkap yang memberi fleksibilitas bagi masyarakat yang tidak memenuhi kriteria FLPP.

“KUR perumahan cocok untuk pekerja informal atau pelaku UMKM yang butuh pembiayaan rumah, uang muka, atau renovasi. Bunga disubsidi sekitar 6 persen, tetapi tenor lebih pendek, maksimal 10–15 tahun,” jelasnya.

Ia menambahkan, KPR FLPP lebih tepat menyasar masyarakat berpenghasilan tetap dengan gaji maksimal Rp 8 juta–Rp 8,5 juta per bulan.

Sedangkan KUR Perumahan menjangkau pekerja informal yang tidak memiliki slip gaji, namun bisa menunjukkan omzet usaha.

“Bagi pengembang, KUR membuka pasar baru yang selama ini tidak terlayani. Tapi, tidak otomatis semua pengembang akan giat membangun rumah subsidi, karena mereka juga menunggu kepastian regulasi dan menilai potensi pasar,” ujarnya.

Pangkas Biaya Perizinan

Suhendar menekankan, keberhasilan program rumah subsidi tidak hanya bergantung pada skema pembiayaan, tetapi juga faktor eksternal seperti harga tanah, perizinan, dan bahan bangunan.

“Subsidi bunga memang penting, tapi tanpa kendali harga tanah, simplifikasi perizinan, dan stabilisasi bahan bangunan, rumah subsidi tetap sulit dijangkau MBR,” tegasnya.

Untuk itu, ia merekomendasikan beberapa langkah strategis kepada pemerintah agar penyediaan rumah subsidi bisa berkelanjutan.

Di antaranya menyiapkan bank tanah dari aset negara, memangkas waktu dan biaya perizinan, serta menstabilkan harga bahan bangunan dengan mendorong material alternatif yang lebih murah.

“Di sisi pembiayaan, sinergi antara FLPP untuk MBR berpenghasilan tetap dan KUR Perumahan untuk pekerja informal harus diperkuat. Dengan kombinasi kebijakan tersebut, program rumah subsidi bisa lebih berkelanjutan, merata, dan tepat sasaran,” pungkasnya.

( Tribunlampung.co.id )

 

 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved