Berita Lampung

Lampung Siap Jadi Sentra Kedelai Garuda Merah Putih

Kedelai varietas ini memiliki masa panen relatif singkat, sekitar 90 hari setelah tanam, dan telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Daniel Tri Hardanto
Istimewa
SENTRA KEDELAI - Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung Elvira Umihanni. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Pemprov Lampung menyatakan kesiapan untuk mendukung pengembangan varietas kedelai garuda merah putih yang tengah dikembangkan oleh TNI Angkatan Laut.

Kedelai varietas ini memiliki masa panen relatif singkat, sekitar 90 hari setelah tanam, dan telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas utama dalam program ketahanan pangan nasional.

Di Lampung, pengembangan kedelai garuda merah putih ditanam di lahan seluas 30 hektare di kawasan Komando Armada Laut (Kimal) Lampung Utara, yang baru melaksanakan panen raya pada akhir Oktober lalu.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung Elvira Umihanni mengatakan, pihaknya siap berkolaborasi dalam pengembangan varietas tersebut di daerah.

“Benihnya belum rilis. Kemarin baru dilakukan uji galur di sana, jadi nanti kalau sudah selesai dan dirilis oleh Kementerian Pertanian, kami siap mengembangkannya,” kata Elvira dalam keterangannya, Selasa (11/11/2025).

Elvira mengungkapkan, produksi kedelai lokal di Provinsi Lampung pada 2024 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.

Tercatat, produksi kedelai pada 2023 mencapai 6.191 ton, sedangkan pada 2024 menurun menjadi 4.836 ton.

Penurunan tersebut sejalan dengan berkurangnya luas panen dari 4.444 hektare menjadi 2.751 hektare.

Menurut Elvira, penurunan produksi dipengaruhi oleh teknologi budi daya yang belum optimal.

Namun ia menilai langkah TNI AL dapat menjadi contoh baik karena menerapkan penggunaan pupuk mikroba yang terbukti meningkatkan hasil panen.

“Yang dilakukan TNI AL itu menarik, karena mereka tidak hanya mengandalkan varietas unggul, tapi juga memakai pupuk mikroba. Hasilnya bisa mencapai 3 sampai 4 ton per hektare,” jelasnya.

Elvira menambahkan, dari sisi kualitas, kedelai lokal masih kalah bersaing dengan kedelai impor.

Kondisi ini membuat banyak pengrajin tahu dan tempe lebih memilih kedelai impor karena kualitasnya lebih baik dan harga lebih murah.

“Kalau pasar kedelai lokal belum bagus, petani tidak semangat menanam. Jadi harus simultan penyelesaiannya, mulai dari bantuan bibit, penggunaan pupuk cair program Gubernur Lampung, sampai pengaturan harga,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya kebijakan pembatasan impor untuk menjaga harga kedelai lokal.

“Kalau padi dan jagung impor sudah ditutup, harga bisa dijaga. Tapi kalau kedelai impor masih masuk dengan harga lebih murah, ya petani enggan menanam. Jadi kita menunggu kebijakan pemerintah pusat terkait pembenahan harga kedelai ini,” pungkasnya.

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved