Berita Terkini Nasional

Alasan Subhan Palal Gugat Wapres Gibran Senilai Rp 125 Triliun ke PN Jakpus

Alasan Advokat Subhan Palal menggugat Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka senilai Rp 125 triliun.

|
Editor: taryono
Tangkapan layar Youtube Kompas TV
GUGAT GIBRAN - Alasan Subhan Palal Gugat Wapres Gibran Senilai Rp 125 Triliun ke PN Jakpus. 

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Alasan Advokat Subhan Palal menggugat Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka senilai Rp 125 triliun.

Subhan Palal mengaku hanya ingin bukti bahwa putra sulung Presiden ke-7 Jokowi itu pernah sekolah.

Subhan juga meyakini jika Gibran tidak memiliki ijazah setinggat SMA-nya.

Hal ini berdasarkan pengecekan Subhan dalam pengumuman yang dimuat di portal KPU.

Sebelumnya, Subhan Palal menduga, berkas persyaratan yang diajukan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden (Wapres) diduga cacat. 

Pasalnya, Gibran mendaftar menggunakan ijazah SMA dan Strata Satu (S1) luar negeri.

Dia pun gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Legal standing saya adalah warga negara yang dijamin secara konstitusional oleh Undang-Undang. Itu satu. Kedua, saya pembayar pajak. Wajib pajak, membayar pajak,” kata Subhan.

“Tapi, mendapatkan pemimpin yang begini. Yang begini itu kurang atau cacat bawaan. Karena salah satu syaratnya tidak terpenuhi tadi. Saya hanya ingin bukti bahwa dia pernah sekolah,” ujarnya lagi saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Tanya: Pak Subhan, ini di dalam gugatan ini, bapak mencantumkan, ganti rugi atau apalah namanya, Rp 125 triliun, ini gimana nih penjelasannya? 

Jawab: Penjelasannya begini. Dalam gugatan, kondisi gugatan perbuatan melawan hukum itu, penggugat boleh meminta kerugian material dan imaterial. Nah, dalam gugatan ini, kalau kerugian imaterialnya, saya selaku penggugat hanya minta Rp 10 juta. Imaterialnya, karena kerugian imaterial itu dalam terminologi itu nggak ada jumlahnya. Tak terhingga. Oleh karena yang dirugikan itu adalah negara.

Sistem negara hukum itu tadi yang rusak. Maka kerusakan ini, kerugian itu saya nanti saya bayarkan kepada negara untuk semua warga negara Indonesia. Warga negara Indonesia itu kalau nggak salah, saat ini jumlanya 285 juta. Nah, uang Rp 125 triliun itu dibagi ke seluruh warga negara Indonesia itu tadi dengan bentuk, nggak tahu, APBN nanti, kan? Kan, setor kepada negara. Itu, kalau dilihat dari sisi itu kecil, Pak. Kerugian yang saya minta dari orang per orang. Sekitar 450 ribuan.

Tanya: Kok bisa ketemu Rp 125 triliun, kenapa tidak Rp 500 triliun? Nah, apa ada filosofinya angka 125?

Jawab: Sebenarnya angkanya itu nggak matematis. Itu Rp 450 ribu. Kita pendekat, di angka 45. Yang jelas, saya pingin warga negara Indonesia itu kebagian dari ganti rugi kerusakan sistem negara hukum itu.

Tanya:  Tentu ini orang pasti juga bertanya nih, pak Subhan ini guyon-guyon, joke, ya kan? Pansos atau memang serius ini, Pak? Ngerti pansos, kan, Pak? Panjat sosial, baik bapak terkenal?

Jawab: Nggak. Saya terkenal untuk apa? Saya bukan artis. Bukan figure apa? Public figure. Bukan, saya pengacara. Malah rugi saya, Pak. Nggak ada orang yang mau deketin saya. Iya.

Tanya: Takut ya? 

Jawab: Iya.

Tanya: Saya ingin dapat cerita di 8 September lalu di sidang perdana itu, Pak. Dalam hal ini kan bapak keberatan lah istilahnya kalau tergugat ini diwakili oleh kejaksaan sebagai pengacara negara. Itu gimana sih? 

Jawab: Saya menggugat ini adalah menggugat calon wakil presiden. Kalau calon wakil presiden, kenapa negara hadir? Maka saya keberatan. Dan keberatan saya diterima oleh hakim supaya negara nggak ada di ruangan itulah, kira-kira. Kalau menunjuk pengacara orang lain biasa, oke aja, kan? Tapi juga nanti akan saya tanya, kalau dibayar profesional atau probono ini? Soalnya ada konsekuensinya, Kalau dia dibayar profesional, oke, nggak apa-apa. Tapi kalau kau gratisan, sementara ini sekarang statusnya adalah warga negara, wakil presiden, Anda kena gratifikasi.

Tanya: Jadi kalau dibayar profesional, profesional, oke. Tapi kalau pro bono, berarti gratifikasi?

Jawab: Dalam konteks ini, sebagai wakil presiden, terima gratifikasi, gitu kan? Ya, kira-kira gitu. Kalau KPU diwakili oleh pengacara negara, bisa nggak? Ya, boleh, karena dia negara. Karena dia warga negara.

Tanya: Bapak tadi mengatakan soal alat bukti, nantilah urusannya ketika sampai kepada pembuktian. Kok Bapak yakin bahwa Gibran ini nggak punya ijazah setinggat SMA-nya?

Jawab: Itu ada pengumuman yang dimuat di portal KPU. Itu kelihatan riwayat pendidikan seorang wakil presiden saat ini.  Saya buka deh, sedikit deh. Pendidikan wakil presiden waktu itu, SD, SMP, terus SMA-nya diselenggarakan di Singapura. Tiba-tiba SMA itu. Lalu diselenggarakan lagi, ada SMA lagi. Dua kali di Australia. Lalu dia bikin S1 ke Singapura lagi. Nah, peristiwa yang kayak gini, kondisi yang begini ini, nggak cocok dengan undang-undang.

Tanya: Pernah somasi (KPU) ya?

Jawab: Somasi dan keberatan. Karena meloloskan calon yang berpendidikan kayak gini. (Tribun Network/ Yuda).

Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Subhan Palal, Bantah Pansos dan Dijauhi Gegara Gugat Gibran

(Tribunlampung.co.id/Tribunnews.com)

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved