Berita Terkini Nasional

Kepsek Syamhudi Terbukti Korupsi Dana Bos Rp 25 Miliar, Cuma Kembalikan Uang Rp 3 Miliar

Kepsek Syamhudi menggunakan dana BOS untuk membeli bus. Jumlahnya pun tak main-main. Bukan satu atau dua bus, melainkan 11 unit bus. 

TribunJatim.com/Pramita Kusumaningrum
KORUPSI DANA BOS - Kepsek Syamhudi Arifin alias SA, Kepala SMK 2 PGRI Ponorogo saat digiring menuju mobil tahanan di Kantor Kejari Ponorogo, Jalan MT Haryono, Kelurahan Jingglong, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo, Jatim, Senin (28/4/2025). Syamhudi Arifin telah ditetapkan tersangka dugaan korupsi penyimpangan dana BOS Rp 25 Miliar. 

Tribunlampung.co.id, Ponorogo - Kasus korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang melibatkan seorang Kepala Sekolah di Ponorogo, Jawa Timur menyita perhatian publik.

Kepsek Syamhudi Arifin yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo terbukti menilap dana BOS Rp 25 miliar.

Tak main-main, dana BOS yang seharusnya bisa dinikmati peserta didik dalam bentuk fasilitas pendidikan dan pelajaran, justru digelapkan.

Kepsek Syamhudi menggunakan dana BOS untuk membeli bus. Jumlahnya pun tak main-main. Bukan satu atau dua bus, melainkan 11 unit bus. 

Dari uang korupsi dana BOS sebesar Rp 25 miliar, Kepsek Syamsudin ternyata hanya mengembalikan uang sekitar Rp 3 miliar.

“Sudah dikembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3.175.000.000 sehingga setelah dikurangi tersisa uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp 22.659.210.590,82,” jelas Kasie Intelejen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi.

Sebelumnya, Syamhudi dituntut hukuman 14,5 tahun penjara.

Ia juga diminta mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 25.834.210.590,82.

Agung menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara itu, ketentuannya satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

“Ada konsekuensi jika memang tidak mengembalikan dana yang telah disebutkan tadi,” jelas Agung.

Jika tidak melakukan pembayaran uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

“Barang bukti berupa 11 bus (yang dibeli Syamhudi), 3 mobil Toyota Avanza dan 1 mobil Mitsubishi Pajero Sport bakal dilelang. Jika tidak cukup menutupi Rp 22 Miliar, jika kurang kekayaan lainnya bakal disita,” pungkasnya 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Syamhudi Arifin 14,5 tahun penjara.

Ditambah dengan denda yang harus dibayarkan sebesar Rp 500 juta.

Jika terdakwa Syamhudi Arifin tidak membayar denda, akan ada hukuman subsider.

Tambahan pidana selama 6 bulan penjara. 

Selain itu, terdakwa Syamhudi Arifin juga membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp25.834.210.590,82.

Dengan mempertimbangkan pengembalian kerugian keuangan negara sebesar Rp 3.175.000.000.

Sehingga setelah dikurangi tersisa uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp 22.659.210.590,82.

Syamhudi Arifin diduga melakukan penyimpangan dana BOS sejak tahun 2019.

Kerugian negara yang ditanggung sebesar Rp 25 miliar.

Kejari Ponorogo menetapkan Kepala SMK 2 PGRI Ponorogo sebagai tersangka kasus dugaan penyimpangan dana BOS pada akhir April 2024 lalu.

Kasus dugaan penyimpangan dana BOS ini bermula dari aduan masyarakat mengenai penggunaan dana BOS yang tidak sesuai dengan peruntukannya sejak 2019.

Kejari Ponorogo lantas melakukan penggeledahan di SMK 2 PGRI Ponorogo, Kantor Cabang Dinas Pendidikan wilayah Ponorogo-Magetan, serta kantor salah satu penyedia alat tulis kantor (ATK).

Penyelidikan menunjukkan bahwa dana BOS selama 2019-2024 tidak digunakan sebagaimana mestinya. 

Di hadapan penyidik, Syamhudi mengaku menyimpan untuk keperluan pribadi.

“Mengakunya untuk keperluan pribadi, beli bus,” ungkap Kasie Intelejen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, Selasa (29/4/2025).

Agung menjelaskan bahwa kerugian akibat dugaan korupsi yang dilakukan Syamhudi tak tanggung-tanggung.

“Diketahui juga kerugian negara sudah turun. Kerugian negara mencapai Rp 25 miliar. Ini tadi juga berhasil menyita satu lagi barang bukti berupa mobil Toyota Avanza new warna hitam dari saksi yang mengusai barang bukti itu,” katanya.

Pengakuan tersangka, kata dia, dana BOS mulai diselewengkan sudah 5 tahun terakhir.

Di mana mulai tahun 2019 sampai 2024.

Ketika ditanya, pengakuan tersangka dana untuk apa? Agung mengatakan pengakuan tersangka sebagian besar untuk keperluan pribadi.

“Mulai tahun 2019 sampai 2024, jadi selama 5 tahun. Keperluan apa? Belum bisa saya sebutkan detail. Sekilas untuk membeli bus,” pungkasnya.

Tentang Dana BOS

Dana BOS adalah singkatan dari dana operasional sekolah.

Sumber uang ini digunakan untuk biaya operasional nonpersonalia satuan pendidikan.

Aturan mengenai petunjuk teknis pengelolaan Dana BOS sendiri berpedoman pada Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025.

Dana BOS merupakan bagian dari Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), yaitu dana alokasi khusus nonfisik untuk mendukung biaya operasional nonpersonalia bagi satuan pendidikan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025 Dana BOS adalah Dana BOSP untuk operasional satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Dalam aturan tersebut satuan pendidikan penerima dana BOS adalah sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah akhir (SMA), sekolah luar biasa (SLB), dan sekolah menengah kejuruan (SMK).

Dana BOS sendiri terdiri atas Dana BOS Reguler dan Dana BOS Kinerja.

Dana BOS Reguler yaitu Dana BOS yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional rutin satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah.

Sedangkan Dana BOS Kinerja, yaitu Dana BOS yang digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang dinilai berkinerja baik.

Artikel ini telah tayang di  jatim.tribunnews.com

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved