Berita Terkini Nasional
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Jadi Tersangka Suap, Disebut Terima Rp 2,6 Miliar
Selain Sugiri Sancoko, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka.
Tribunlampung.co.id, Jakarta - Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko ditetapkan sebagai tersangka kasus suap.
Selain Sugiri Sancoko, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka.
Mereka adalah Sekretaris Kabupaten Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD Dr Harjono Ponorogo Yunus Mahatma, dan Sucipto selaku rekanan.
Keempatnya menjadi tersangka kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemkab Ponorogo, Minggu (9/11/2025) dini hari.
Sugiri Sancoko dkk sebelumnya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Ponorogo, Jumat (7/11/2025).
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 4 orang sebagai tersangka, yaitu SUG (Sugiri Sancoko selaku Bupati Ponorogo), AGP (Agus Pramono selaku Sekda Ponorogo), YUM (Yunus Mahatma selaku Dirut RSUD Dr Harjono Ponorogo), dan SC (Sucipto selaku Rekanan RSUD),” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu.
Asep mengatakan, kasus ini bermula pada awal 2025, ketika Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Harjono Ponorogo mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti.
Dia mengatakan, pergantian tersebut akan dilakukan oleh Sugiri selaku Bupati Ponorogo.
Oleh karena itu, Yunus langsung berkoordinasi dengan Agus Pramono selaku Sekkab Ponorogo untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Sugiri Sancoko dengan tujuan agar posisinya tidak diganti. “Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan uang pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui ajudannya, sejumlah Rp 400 juta,” ujar dia.
Kemudian, pada periode April-Agustus 2025, Yunus juga melakukan penyerahan uang kepada Agus Pramono senilai Rp 325 juta. Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
Dengan demikian, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
“Di mana, dalam proses penyerahan uang ketiga pada hari Jumat, 7 November 2025 tersebut, Tim KPK kemudian melakukan kegiatan tangkap tangan. Tim mengamankan sejumlah 13 orang,” tutur dia.
Asep mengungkapkan, sebelum adanya operasi senyap, pada 3 November Sugiri meminta uang kepada Yunus senilai Rp 1,5 miliar. Kemudian pada 6 November ia kembali menagih uang.
Selanjutnya, pada 7 November 2025 teman dekat Yunus berkoordinasi dengan pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang senilai Rp 500 juta. Uang tersebut untuk diserahkan kepada Sugiri melalui kerabatnya. “Uang tunai sejumlah Rp 500 juta tersebut kemudian diamankan oleh tim KPK sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap ini,” kata dia.
Asep mengatakan, KPK juga menemukan dugaan suap terkait paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo. Pada 2024, terdapat proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp 14 miliar. Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD memberikan fee kepada Yunus sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar. “YUM (Yunus) kemudian menyerahkan uang tersebut kepada SUG (Sugiri) melalui ADC Bupati Ponorogo dan ELW selaku adik dari Bupati Ponorogo,” kata dia.
Selain itu, KPK juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan lainnya (gratifikasi) yang dilakukan Sugiri. “Bahwa pada periode 2023-2025, diduga SUG (Sugiri) menerima uang senilai Rp 225 juta dari YUM (Yunus). Selain itu, pada Oktober 2025, SUG (Sugiri) juga menerima uang sebesar Rp 75 juta dari EK selaku pihak swasta,” ujar dia.
Asep mengatakan, para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 sampai dengan 27 November 2025. “Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK,” tuturnya.
Terima Rp 2,6 Miliar
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko diduga menerima total Rp 2,6 miliar dari kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di lingkungan Pemkab Ponorogo. Penerimaan pertama sebesar Rp 400 juta diduga diterima Sugiri dari Yunus Mahatma pada Februari 2025.
Namun, uang suap itu tidak diterima langsung oleh Sugiri, melainkan lebih dahulu diserahkan kepada ajudannya. “Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan uang pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui ajudannya, sejumlah Rp 400 juta,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
Kemudian, penerimaan kedua terjadi pada November 2025. KPK menyebut, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
Sebelum terjaring OTT, Sugiri sempat meminta uang suap tambahan senilai Rp 1,5 miliar. Saat ditangkap pada Jumat, 7 November 2025, Yunus baru saja menyerahkan Rp 500 juta kepada kerabat Sugiri.
Sugiri juga diduga menerima uang suap dalam proyek pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo. Proyek ini berjalan pada 2024 dengan nilai proyek Rp 14 miliar. Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono memberikan fee kepada Yunus sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar. “Yunus kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Sugiri melalui ADC Bupati Ponorogo dan ELW selaku adik dari Bupati Ponorogo,” kata Asep.
Tak hanya itu, KPK juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan lainnya (gratifikasi) yang dilakukan Sugiri. “Bahwa pada periode 2023-2025, diduga Sugiri menerima uang senilai Rp 225 juta dari Yunus. Selain itu, pada Oktober 2025, Sugiri juga menerima uang sebesar Rp 75 juta dari EK selaku pihak swasta,” ujar Asep.
Keterlibatan Keluarga
KPK mendalami keterlibatan keluarga Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemkab Ponorogo. Dari hasil penyelidikan KPK, uang untuk pengurusan jabatan tidak langsung diterima Sugiri, melainkan saudaranya.
“Jadi Pak Bupati Ponorogo ini selalu tidak langsung untuk menerima uang. Jadi, ketika diberikan sejumlah uang, khususnya dari Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr Harjono Kabupaten Ponorogo, dia tidak mau langsung menerima. Jadi, dilewatkan ke saudaranya,” ujar Asep Guntur Rahayu.
Asep menjelaskan, sejauh ini, sudah ada dua peristiwa yang melibatkan keluarga Sugiri, yaitu pada proses penyerahan uang pada 7 November 2025. Lalu penyerahan pada tahun 2024. “Di yang tanggal 7 (November) kemarin, itu dilewatkan ke iparnya, saudara NNK. Kemudian, untuk uang dari proyek RSUD itu dilewatkan ke saudara Eli (ELW). Ini tahun 2024 sekitar Rp 950 juta dan Rp 450 juta,” lanjut Asep seraya menjelaskan, selama ini penyerahan uang kepada Bupati Ponorogo dua periode ini dilakukan secara berlapis.
KPK menyita uang sebesar Rp 500 juta dalam OTT, Jumat (7/11/2025). Uang ratusan juta dalam pecahan rupiah itu dipamerkan KPK dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (9/11/2025) dini hari.
“Uang tunai sejumlah Rp 500 juta tersebut kemudian diamankan oleh tim KPK sebagai barang bukti, dalam kegiatan tangkap ini,” kata Asep.
Peran Sekkab
KPK masih mendalami keterlibatan Sekkab Ponorogo Agus Pramono dalam kasus dugaan pengurusan jabatan di lingkungan Pemkab Ponorogo. Diketahui, Agus sudah menjabat sebagai Sekkab Ponorogo selama 12 tahun, artinya melebihi batas maksimal jabatan bupati, gubernur, presiden sebanyak dua periode atau 10 tahun.
“Di samping dia menerima juga, apakah juga dia mempertahankan juga dengan memberi. Jadi, ada dia menerima dari kepala dinas dan untuk mempertahankannya, apakah dia memberi juga ke bupati. Itu juga kami dalami,” ujar Asep Guntur Rahayu.
Berdasarkan temuan sementara penyidik, Agus diketahui menerima uang senilai Rp 325 juta dari Yunus Mahatma selaku Dirut RSUD Ponorogo. Uang ini diberikan Yunus untuk mengamankan posisinya yang hendak diganti oleh Sugiri Sancoko.
KPK juga memastikan bakal mendalami perihal penganggaran ke DPRD Ponorogo. “Kami juga akan mendalami ke sana (pihak legislatif), dari nilai-nilai yang ada di Kabupaten Ponorogo, apakah nanti ada penyimpangan atau tidak,” ujar Asep.
Dia menjelaskan, dalam menjalankan suatu pemerintahan, bupati selaku eksekutor atau eksekutif tidak bisa berjalan sendiri. Sebab, perlu ada koordinasi antara eksekutif dan legislatif dalam menjalankan tugasnya. Misalnya, dalam pembahasan anggaran hingga keputusan untuk menjalankan suatu proyek.
“Karena, untuk adanya proyek dan lain-lain, itu ada persetujuan. Tidak hanya eksekutif tapi juga legislatif, di penganggaran di Kabupaten Ponorogo, ada kesepakatan-kesepakatan,” kata Asep.
Tidak hanya itu, KPK bakal menyelidiki dugaan suap pengurusan jabatan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya di Pemkab Ponorogo. Hal ini menyusul terungkapnya kasus suap pengurusan jabatan serta proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya yang menyeret Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko.
"Penyidik tentunya akan mendalami untuk SKPD lain. Jadi, tidak hanya di rumah sakit, tentunya ada di dinas-dinas yang lain seperti apa. Karena, apa yang terjadi kepada Direktur Rumah Sakit Harjono Ponorogo ini, kemungkinan besar atau kami menduga, bahwa ini juga terjadi di dinas-dinas lain di Kabupaten Ponorogo," kata Asep. (Kompas.com)
| Prabowo Umumkan Nama Pahlawan Nasional Besok, Nasib Soeharto Disorot |
|
|---|
| Nasib Waldi Pembunuh Bu Dosen, Dipecat dari Polisi, Kena 4 Pasal Sekaligus |
|
|---|
| Rasa Syukur Ayah Bilqis Anaknya yang Diculik Kembali ke Pelukan, Cium Tangan Kapolres |
|
|---|
| Sopir Mengantuk, Minibus Bawa Rombongan Kondangan Tabrak Median Jalan sampai Terguling |
|
|---|
| Pengakuan Mengejutkan Mahasiswa Curi Setumpuk Pakaian Dalam Wanita, Dijadikan Koleksi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/Bupati-Ponorogo-Sugiri-Sancoko-tersangka-suap.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.