Berita Video Tribun Lampung
(VIDEO) Saksi Ahli Nilai Ada Kekurangan Volume di Proyek Land Clearing Bandara Radin Inten II
“Hasilnya, ada kekurangan volume 20.628 meterkubik,” ujar dia, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang.
Penulis: wakos reza gautama | Editor: Ridwan Hardiansyah
Hal itu terjadi saat Herman menanyakan siapa saja yang hadir, saat Iskandar mengambil sampel tanah di Bandara Radin Inten II Lamsel.
“Coba rekan jaksa penuntut umum jangan diarahkan, dan jangan dibisik-bisikkan saksinya,” tegur Herman.
Tidak hanya itu, Albar sempat terlihat emosi ketika jaksa membacakan berita acara pemeriksaan saksi Bambang Sumbogo.
Dalam berita acara pemeriksaan Bambang yang dibacakan jaksa penuntut umum, disebutkan bahwa, saat Iskandar mengambil sampel tanah di Bandara Radin Inten II Lamsel, hal itu diketahui Albar.
“Tidak benar itu,” teriak Albar memotong jaksa.
Herman lalu menenangkan Albar yang memang terlihat reaktif, setiap mendengar kesaksian ahli.
Kasus dugaan korupsi land clearing Bandara Radin Inten II Lamsel terjadi pada Agustus 2014 sampai Desember 2014.
Dishub Lampung memiliki paket pekerjaan konstruksi land clearing Bandara Radin Inten II Lamsel, dengan nilai pagu sebesar Rp 8,7 miliar.
Proses lelang dimenangkan PT Daksia Persada, dengan kuasa direktur Budi.
Namun, proses lelang itu dianggap tidak sah karena Budi bukan karyawan tetap perusahaan, sebagaimana diatur Perpres Nomor 70 Tahun 2012.
Dalam prosesnya, Albar membayarkan uang tanpa melakukan pengujian kualitas dan besaran volume, yang terpasang pada proyek land clearing.
Saat pemeriksaan, progres fisik disebutkan telah selesai 100 persen.
“Faktanya, pekerjaan baru mencapai bobot 92 persen," ujar Jaksa Penuntut Umum, Sidrotul Akbar.
Untuk mengejar batas akhir pencairan, Budi bersama Albar membuat laporan akhir pekerjaan, seakan-akan, pekerjaan land clearing dan pematangan lahan sisi udara baru telah selesai 100 persen.
Jaksa menyatakan, pengerjaan proyek itu tidak sesuai dengan spek yang telah disepakati. Di mana, ada kekurangan volume timbunan hasil perhitungan dimensi, dan kekurangan volume timbunan hasil pemeriksaan kualitas/kepadatan.
Rangkaian perbuatan itu, menurut Sidrotul, telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 4,5 miliar.