Kasus Korupsi KTP Elektronik

Seribu Akal Pengacara Fredrich Selamatkan Setya Novanto

Tim JPU KPK membeber berbagai cara yang diduga dilakukan pengacara Fredrich Yunadi saat menyelamatkan Setya Novanto.

Editor: Yoso Muliawan
Istimewa
Setya Novanto saat "dirawat" dengan benjolan sebesar "bakpao". 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi membeber berbagai cara yang diduga dilakukan pengacara Fredrich Yunadi saat menyelamatkan Setya Novanto dari pemeriksaan KPK pada 16 November 2017.

Hal itu disampaikan tim JPU KPK saat membacakan surat dakwaan untuk Fredrich di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (8/2/2018).

Tim JPU KPK mendakwa Fredrich bersama dokter Bimanesh Sutarjo telah sengaja merintangi atau mengalang-halangi penyidikan kasus dugaan korupsi KTP elektronik tersangka Setnov. Dokter Bimanesh sendiri masih disidik di KPK.

JPU Fitroh Rohcahyanto mengungkapkan, perbuatan merintangi penyidikan yang dilakukan Fredrich adalah merekayasa agar Setnov dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta. Tujuannya agar Novanto selaku tersangka kasus e-KTP bisa terhindar dari pemeriksaan penyidikan KPK.

Jaksa Fitroh memaparkan beberapa cara yang dilakukan Fredrich untuk memuluskan tujuannya itu. Mulanya, 31 Oktober 2017, pimpinan KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan alias sprindik, diikuti penetapan tersangka kepada Novanto dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket e-KTP tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.

Selanjutnya, penyidik KPK mengirim surat panggilan pemeriksaan kepada Novanto yang masih menjabat ketua DPR RI pada 10 November 2017 untuk diperiksa pada Rabu, 15 November 2017, pukul 10.00 WIB.

Fredrich lalu menawarkan diri membantu mengurus masalah hukum yang dihadapi Novanto. Ia menyarankan agar tidak memenuhi panggilan penyidik KPK.

Fredrich beralasan, pemanggilan pemeriksaan untuk anggota DPR harus ada izin dari Presiden. Dan untuk menghindari panggilan pemeriksaan KPK, ia menyatakan akan melakukan uji materil (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi.

Saran tersebut membuat Novanto menyetujui Fredrich menjadi kuasa hukumnya sebagaimana surat kuasa pada 13 November 2017.

Bikin Surat Kuasa Pakai Tulisan Tangan

Pada 14 November 2017, Fredrich mengatasnamakan kuasa hukum Novanto mengirim surat kepada Direktur Penyidikan KPK. Inti surat itu berisi pemberitahuan bahwa Novanto tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan. Alasannya, masih menunggu putusan uji materiil yang telah diajukan ke MK. Padahal, Fredrich baru mendaftarkan permohonan uji meteril ke MK pada hari itu.

Novanto tidak datang memenuhi panggilan pemeriksaan KPK pada 15 November 2017 sore. Akhirnya, tim penyidik KPK mendatangi rumah Novanto di Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, malam harinya sekitar pukul 22.00 WIB. Mereka hendak menangkap dan menggeledah umah orang nomor satu DPR itu.

Tim penyidik KPK tidak menemukan Novanto. Justru muncul Fredrich yang menanyakan surat tugas, surat perintah penggeledahan, dan surat penangkapan Novanto kepada tim penyidik KPK.

Tim bisa memperlihatkan surat-surat yang diminta. Namun sebaliknya, Fredrich tak berkutik saat tim memintanya menunjukkan surat sebagai kuasa hukum dari Novanto. Justru, Fredrich meminta istri Novanto, Deisti Astriani Tagor, untuk menandatangani surat kuasa atas nama keluarga Novanto yang baru dibuat Fredrich dengan tulisan tangannya.

Setnov ke Bogor

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved