Ini Lokasi-lokasi Terbaru Pembangunan Perumahan di Bandar Lampung, Tak Lagi di Pusat Kota
Dengan harga tanah yang tinggi, para pengembang mengaku kesulitan untuk membangun perumahan di dalam Kota Tapis Berseri.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Lonjakan harga tanah di sejumlah lokasi di Bandar Lampung akibat penyebaran pusat perbelanjaan, berimbas pada pembangunan perumahan buat masyarakat.
Dengan harga tanah yang tinggi, para pengembang mengaku kesulitan untuk membangun perumahan di dalam Kota Tapis Berseri.
Dewan Kehormatan REI Lampung, Tata Indra mengungkapkan, para pengembang perumahan sudah tidak lagi melirik pusat kota untuk pembangunan perumahan.
Bahkan, kawasan pinggiran kota pun semakin tidak dilirik karena harga lahan yang tinggi.
“Kalau di dalam kota ini, mungkin masih bisa di Sukarame, Kemiling. Tetapi, itu pun sudah sulit cari lahan murah. Selain harga mahal, ketersediaan lahan juga semakin tidak ada lagi untuk membangun perumahan,” kata Tata, Minggu (4/3/2018).
Baca: Syahrini Bawa Rp 50 Miliar dalam 6 Bentuk Ini Saat Hadiri Sidang First Travel
Akhirnya, Tata menjelaskan, pengembang cenderung melirik daerah di luar Bandar Lampung yang memiliki potensi.
Selain karena, kebutuhan perumahan di daerah-daerah tersebut semakin tinggi.
“Kami melihat peluang di setiap kabupaten. Kalau ada potensi kenapa tidak. Misalnya, Lampung Selatan (Lamsel), Pringsewu, Metro, Bandar Jaya, itu berpotensi. Kalau sebelumnya memang masih seputaran Bandar Lampung. Tetapi semakin lama, habis juga lahannya (di Bandar Lampung),” ucap Tata.
Dalam lima tahun terakhir, pembangunan pusat perbelanjaan di Bandar Lampung tak lagi terfokus di pusat kota, yaitu seputar Tanjungkarang Pusat (TkP).
Pembangunan pusat perbelanjaan telah menyebar di banyak kecamatan.
Misalnya, Transmart di Sukarame, Mal Boemi Kedaton (MBK) di Kedaton, Mal Lampung di Rajabasa, serta Chandra dan Giant yang berada di beberapa kecamatan.
Hal tersebut ternyata berdampak pada harga tanah di kawasan pusat perbelanjaan tersebut, yang melonjak hingga sepuluh kali lipat, dibanding lima tahun sebelumnya.
Di sejumlah tempat, harga tanah telah mencapai Rp 5 juta per meterpersegi.
Perkecil Luasan Lahan
Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Lampung, Lisa Silawati juga mengakui bahwa lonjakan harga tanah membuat pengembang perumahan cenderung memilih kawasan pinggiran sebagai lokasi pembangunan perumahan.
“Kami, pengembang, memang mencari formula yang terbaik dan tepat. Agar kebutuhan masyarakat terhadap perumahan terpenuhi, dan kami juga tidak merasa terbebani dengan harga lahan yang tinggi,” kata Lisa.
Saat ini, Lisa menuturkan, lokasi favorit para pengembang perumahan adalah daerah perbatasan, antara lain Natar atau Jatiagung, Lamsel; dan Lempasing, Pesawaran. Kalaupun akan tetap membangun di dalam Kota Bandar Lampung, pengembang harus menyiasati pembangunan perumahan.
Menurut Lisa, ada dua solusi yang biasanya dilakukan pengembang, dalam menyiasati harga lahan yang melonjak di dalam kota, yaitu menaikkan harga rumah atau mempertahankan harga murah tetapi memperkecil luasan lahan.
“Sekarang ini, kecenderungannya memang lebih baik memperkecil sedikit luasan lahan. Karena jika mengambil pilihan yang pertama, jelas akan berdampak pada daya beli masyarakat,” ucap Lisa.
Pemilik PT Jatiwangi Grahatama Properti, Tri Joko Margono mengungkapkan, pengembang yang masih membangun perumahan di dalam kota, umumnya menyiasati dengan membangun perumahan cluster.
“Dalam satu tempat itu, hanya dibangun beberapa rumah. Kemudian, tidak membuat fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial). Tetapi, (perumahan tersebut) sudah pasti untuk kelas menengah ke atas,” kata Tri,
Pimpinan PT Aji Bangun Properti, pengembang Perumahan Puspita Residence, Urianto Muslimin mengakui, pengembang saat ini lebih memilih membangun perumahan di pinggiran kota.
“Masih ada yang mencoba menjual perumahan di dalam kota, tetapi tidak di pusat kota, melainkan daerah pinggiran,” ucap Urianto.
Rumah Murah Tak Mungkin
Dengan kondisi harga tanah yang tinggi, Urianto menerangkan, rumah dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau rumah murah bersubsidi, sudah sulit untuk dibangun di dalam Kota Tapis Berseri.
”Meski ada lahan harga murah, misalnya, tetap ketersediaannya terbatas, tetap juga sulit untuk penjualannya,” kata Urianto.
Karena itu, pembangunan FLPP saat ini sudah semakin ke daerah perbatasan Bandar Lampung, mulai dari Karang Anyar dan Natar di Lamsel serta Pesawaran.
“Metro saja sudah mulai mahal juga harga lahannya. Jadi sudah mulai agak kesulitan untuk bisa membangun rumah FLPP di sana,” terang Urianto.
Hal serupa disampaikan Tri. Menurutnya, dengan harga lahan saat ini, pembangunan rumah FLPP di dalam kota sudah tidak mungkin dilakukan.
“Pengembang FLPP sudah ke daerah perbatasan. Selain harga masih terjangka, pengembang masih bisa dapat lahan luas,” ucap Tri.
Lisa menerangkan, permintaan rumah FLPP di Lampung masih tinggi.
Tetapi, pengembang kesulitan untuk menemukan lahan yang sesuai.
Sebab untuk FLPP, pemerintah telah menetapkan harga jual.
“Harga pasaran rumah FLPP saat ini Rp 130 jutaan. Demand (permintaan) FLPP sampai 80 persen di Lampung. Itu potensi. Karena itu, kami harus pintar-pintar dalam mencari lahan yang sesuai untuk dibangun rumah FLPP. Di dalam kota (Bandar Lampung), sudah sangat kecil kemungkinan bisa mendapatkan lahan murah,” papar Lisa.
Cuma Real Estate
Dengan kondisi harga tanah yang mencapai Rp 5 juta per meterpersegi, Tata menuturkan, harga jual rumah yang dibangun akan berada di angka Rp 500 juta ke atas.
Meski, hal itu tergantung pada tipe rumah.
“Kalau harga lahannya segitu (Rp 5 juta per meterpersegi), ya sudah bisa dipastikan perumahan real estate. Kalau bermain di FLPP, paling tidak harga lahan itu maksimal Rp 200 ribu per meternya. Lahan mentah. Karena kalau sudah di atas itu (Rp 200 ribu), sudah berat untuk membangun rumah FLPP,” kata Tata.
Hal serupa disampaikan Tri.
Dengan banderol tanah sampai Rp 5 juta per meterpersegi, harga jual tanah mencapai Rp 450 juta.
Baca: Harga Tanah di Bandar Lampung Naik 10 Kali Lipat, Ini Penyebabnya
Rumah yang dibangun pun umumnya bertipe besar, antara lain tipe 60 dengan luas tanah 105 meterpersegi.
“Kalau di dalam kota, rata-rata pengembang membangun tipe tersebut, misalnya di Gedung Meneng, Purnawirawan, dan Kedamaian,” ungkap Tri. (noval andriansyah)