Kisah Cinta Perawat Militer Amerika dengan Tahanan Perang Nazi
"Kamu harus tahu namaku. Aku adalah pria yang akan menikahimu." Kata-kata itu terlontar Friedrich Albert.
Tepat sebelum kembali ke Eropa pada 1946, Elinor hamil. Elinor menyembunyikan kehamilannya hingga masa-masa terakhir pelayanan militer, sebelum akhirnya kembali ke Massachussetts untuk melahirkan.
"Kamu adalah bagian dari hidupku. Aku sangat membutuhkanmu," tulis Friedrich dalam suratnya semasa perpisahan sementara dengan Elinor.
Saat bayi mereka, Stephen, lahir, rencananya berhasil. Dengan sertifikat kelahiran Stephen, Friedrich akhirnya mendapat visa tinggal di AS.
Pada 26 Juni 1947, beberapa hari setelah Friedrich sampai di AS, pasangan ini menikah di New York. Friedrich lalu mengubah namanya menjadi "Frederick" sebagai penanda untuk memulai hidup baru di AS.
Melintasi 2 Benua
Namun, memiliki rumah di lingkungan masyarakat yang fanatik ternyata lebih sulit dari menjalani hubungan terlarang pada zaman perang.
Selama satu dekade berikutnya, Frederick dan Elinor harus melintasi dua benua untuk mencari komunitas yang bisa menerima keluarga ras campuran mereka.
Di Boston, seorang tuan tanah mengusir mereka setelah beberapa tetangga merasa keberatan tinggal di dekat mantan tentara Nazi. Sementara yang lainnya, tidak mau ada wanita kulit hitam di lingkungannya.
Di Pennsylvania, Stephen terpaksa masuk sekolah dasar terpisah, meskipun hukum negara melarangnya.
Saat tinggal di Göttingen, Jerman, Frederick bekerja di perusahaan batu bata milik ayahnya. Namun, perilaku rasis dari ibu Frederick, memaksa mereka pergi dari sana. Sang ibu sering mencemooh Elinor dengan mengatakan, "Mengapa anakku tidak bisa menikahi wanita berkulit putih?"
Pada akhirnya, keluarga kecil mereka menemukan rumah di Village Creek, Norwalk, Connecticut, dan menetap selamanya di sana.
Frederick mengubah pengalamannya di tahanan menjadi karier. Ia menjabat sebagai wakil presiden di Pepperridge Farm dan bertanggung jawab untuk eksperimen resep di dapur.
Satu di antara beberapa produk unggulannya adalah pai apel. Itu terinspirasi dari strudel spesial yang ia bikin untuk Elinor bertahun-tahun sebelumnya.
Frederick meninggal pada usia 75 tahun pada 2001. Sementara Elinor menyerah pada kanker saat umurnya 84 tahun pada 2005.
"Mereka saling mencintai sampai ajal menjemput," tutur Chris, anak kedua Frederick dan Elinor.
Sumber: Mary Kay Linge/New York Post
(Gita Laras Widyaningrum)