Status Waspada, Darius Sinathrya dan Donna Agnesia Malah Ajak Anak Camping di Gunung Anak Krakatau
Aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) yang terletak di Selat Sunda, Lampung Selatan, Provinsi Lampung, makin meningkat.
Penulis: Teguh Prasetyo | Editor: Teguh Prasetyo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) yang terletak di Selat Sunda, Lampung Selatan, Provinsi Lampung, makin meningkat.
PVMBG melaporkan, data terkini, GAK meletus sebanyak 56 kali dengan tinggi kolom abu bervarasi 200 meter hingga 1.000 meter di atas puncak kawah, pada Rabu 11 Juli 2018 kemarin.
Baca: Dirawat di RSPAD, Politisi Golkar Ini Batal Jadi Saksi Kunci Sidang Politik Uang Pilgub Lampung
Bahkan, selama 24 jam dari pukul 00.00 - 24.00 WIB, pada 11 Juni 2018, GAK meletus 56 kali kejadian dengan amplitudo 25-53 mm, dan durasi letusan 20-100 detik.
Sebelumnya, pada Selasa 10 Juli 2018, GAK meletus sebanyak 99 kali kejadian dengan amplitudo 18-54 mm dan durasi letusan 20-102 detik.
Hembusan tercatat 197 kali dengan durasi 16-93 detik. Letusan itu disertai suara dentuman sebanyak 10 kali yang menyebabkan kaca pos pengamatan gunung bergetar.
Dijelaskan, banyaknya letusan ini sesungguhnya sudah berlangsung sejak tanggal 18 Juni 2018, dimana GAK mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
"Ada pergerakan magma ke luar permukaan sehingga terjadi letusan. Namun demikian, status Gunung Anak Krakatau tetap Waspada (level 2). Tidak ada peningkatan status gunung," tambah Sutopo
Baca: Setelah 3 Hari Jalani Prosesi Membangkitkan Rizky Ahmad yang Tewas Digigit Ular, Keluarga Pun Iklas
Sementara merujuk data dari Vucano Activity Report (VAR), pada Minggu (1/7/2018) lalu, terjadi 139 letusan dengan amplitudo 26-74 mm dan durasi 26-104 detik.
Terjadi juga gempa tremor non harmonik 42 kali dengan amplitudo 9-34 mm dan durasi 42-174 detik.
Pengamatan lainnya terjadi gempa vulkanik satu kali dengan amplitudo 66 mm, S-P :1 detik dan durasi 20 detik.
"Dari pengamatan visual melalui CCTV pada malam hari terpantau adanya sinar api dan guguran lava pijar dari kawah gunung. Pengamatan hari ini (kemarin) aktivitas secara visual terhalang kabut, data aktivitas harian baru akan muncul nanti setelah 24 jam," terang Andi Suardi, Kepala Pos Pantau GAK di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Senin 2 Juli 2017.
Andi menambahkan, pola erupsi GAK strombolian, yakni asap/abu dari kegiatan aktivitas pada kawah gunung akan membentuk seperti tiang tinggi yang menjulang.
Tak hanya itu saja, gunung api yang terus mengalami pertumbuhan tersebut memiliki periode peningkatan aktivitas rentang 1-8 tahun.
Peningkatan aktivitas cukup menonjol tercatat pada 1995, 2001 dan 2007, 2012 dan 2018.
Selain itu, GAK terus mengalami pertumbuhan, ketinggian gunung itu saat ini mencapai sekitar 310 meter dari permukaan laut.
Terkait status GAK, ia menyatakan, masih berada pada level II waspada.
Makanya bila mengacu pada status itu, nelayan dan wisatawan dilarang mendekat dalam jarak 1-2 kilometer.
Baca: Menpora Imam Nahrawi Janjikan Peraih Emas Asian Games 2018 Dapat Rp 1,5 Miliar dan Jatah Naik Haji
Peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau tersebut, kali pertama terjadi pada Kamis 18 Juni 2018 lalu
Saat itu, ada kepulan asap putih setinggi 100 meter.
Tak hanya itu saja, aktivitas GAK yang berada di Selat Sunda terpantau mengalami peningkatan aktivitas.
Seperti yang terpantau di Pos Pantau Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan.
Menurut Andi Suardi, pada akhir pekan, Minggu (24/6/2018), aktivitas gunung api yang masuk wilayah Kabupaten Lampung Selatan itu terpantau ada hembusan sebanyak 44 kali.
Sedangkan untuk gempa vulkanik dangkal tercatat 58 kali dan gempa vulkanik dalam terpantau 2 kali.
Andi Suardi mengatakan, untuk status GAK saat ini level II Waspada.

Maka dengan status seperti itu, warga masyarakat dan juga wisatawan disarankan untuk tidak mendekati kawasan GAK dalam radius 1-2 kilometer.
Baca: Kabar Gembira, Menpan-RB Nyatakan Penerimaan CPNS 2018 Bakal Digelar Akhir Bulan Juli. Siap-siap!
Meski aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) terpantau mengalami peningkatan, namun kegiatan warga di Pulau Sebesi, pulau berpenghuni terdekat dari kawasan gunung api yang ada di Selat Sunda itu tetap seperti biasanya.
Menurut Alif, salah seorang warga pulau Sebesi, peningkatan aktivitas GAK sudah terlihat sejak Jumat (22/6/2018) sore.
Ini terlihat dari adanya asap putih yang keluar dari kawah gunung yang cukup tinggi.
"Benar sejak Jumat lalu sudah terpantau. Dan pada Sabtu lalu terlihat ada asap putih dari kawah yang cukup tinggi. Tidak seperti biasanya," kata dia kepada Tribun, Senin (25/6/2018).
Menurut Arif, meski ada peningkatan aktivitas namun kondisi ini tidak mempengaruhi aktivitas warga masyarakat yang tinggal di pulau Sebesi.
Apalagi hingga kini, juga warga belum merasakan adanya gempa dari aktivitas GAK.
"Kalau untuk kegiatan masyarakat masih berjalan biasa. Tidak terpengaruh. Sebelumnya beberapa tahun lalu, GAK juga sempat meningkat aktivitasnya," tandasnya.
Baca: Nonton Langsung Piala Dunia 2018 Laga Inggris vs Kroasia, Jaket yang Dipakai Via Vallen Jadi Sorotan
Tak hanya warga Pulau Sebesi saja yang tidak terpengaruh, sejumlah wisatawan yang berkunjung ke GAK pada hari Minggu (24/6/2018) juga mengaku tak begitu takut dengan peningkatan aktivitas GAK.
Namun karena ada imbauan dari petugas BKSDA yang tugas di GAK, maka mereka pun diminta untuk meninggalkan GAK.
Seperti yang dikemukakan Kuta Heriawan, seorang guide lokal.
Ia mengaku, pada Minggu (24/6/2018) pagi sekitar pukul 08.00 WIB, mengantarkan beberapa wisatawan naik GAK.
Namun belum sampai titik puncak, tiba-tiba terjadi erupsi yang yang luamayan tinggi. Awan pekat langsung membumbung tinggi.
"Kami sebenarnya diminta untuk segera turun. Tapi karena momen yang jarang banget dijumpai, akhirnya saya memberanikan diri untuk ambil 3 foto sebelum turun. Deg-degan dan gemetaran juga," kata Kuta, Senin (25/6/2018).
Baca: Usia Masih Muda, Lalu Muhammad Zohri Harumkan Indonesia di Kejuaraan Dunia Atletik di Finlandia
Setelah mengambil foto itu, menurut Kuta, ia bersama seluruh wisatawan langsung meninggalkan GAK.
"Bukan hanya wisatawan saja yang langsung mengosongkan GAK, tapi juga petugas pos jaga ikutan pulang bersama rombongan kami," ujarnya.
Kemudian setelah berada di atas perahu, terlihatlah detik-detik aktivitas GAK yang sempat terekam dalam video yang diunggah akun @umarkrakatau.
Pada video tersebut, terlihat wisatawan yang berada di atas kapal teriak ketakutan saat melihat erupsi yang terjadi pada GAK, pada 7 Juli 2018 kemarin.
Terlihat kepulan asap dan muntahan abu vulkanik yang tampak memenuhi sebagian tubuh GAK.
Baca: Nadine Chandrawinata - Dimas Anggara Menikah, Mischa Chandrawinata Ungkap Mantan Sang Kakak
Tak hanya masyarakat kebanyakan saja, selebritis seperti keluarga Darius Sinantrya dan Donna Agnesia pun tampak menikmati wisata di sekitaran GAK.
Bahkan Darius bersama anggota keluarga kecilnya sempat berfoto dari atas perahu dengan latar belakang GAK yang sedang menyemburkan asapnya.
Tak hanya itu saja, Dairus juga sempat turun ke bibir pantai GAK.
Baca: Blood Moon 27 Juli 2018 - Ini Akan Terjadi Pada Diri Kita Saat Gerhana Menurut Pakar Astrologi
Sementara Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan, kegempaan vulkanik GAK terpantau mengalami peningkatan sejak 18 Juni 2018.
"Sampai sekarang masih didominasi aktivitas kegempaan vulkanik dan kegempaan permukaan seperti hembusan,," ujar Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana.
Devy menjelaskan, gempa hembusan menghasilkan emisi abu sampai ketingian 500 meter.
Sedangkan kegempaan vulkanik GAK masih mengindikasikan adanya pergerakan magma dari kedalaman menuju permukaan.
"Hingga saat ini PVMBG maih menetapkan status waspada level II. Masyarakat, wisatawan dan nelayan diimbau untuk tidak beraktivitas dalam radius satu kilometer,"ujarnya.
Aktivitas di GAK tak akan berbahaya selama masyarakat tidak melakukan aktivitas di kawah gunung tersebut.
"PVMBG tetap memantau perkembangan aktivitas Krakatau dengan secara terus menerus untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat," ujarnya.
Baca: Sholat Gerhana Bulan - Begini Tuntunan Sholat Gerhana Berjamaah dan Sendirian
Dan memang, beberapa hari terakhir, warga Pesisir Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan, dihebohkan dengan terlihatnya asap putih yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau (GAK) yang berada di Selat Sunda.
Warga menduga bahwa gunung yang pernah meletus dahsyat pada 27 Agustus 1883 tersebut, sedang dalam kondisi erupsi.
Meski dari Pesisir Rajabasa keberadaan Gunung Anak Krakatau (GAK) sangat jauh, namun bila cuaca sedang baik gunung yang tiap tahunnya bertambah ketinggiannya akan bisa terlihat dengan jelas.
Menurut Andi, berdasarkan hasil pos pantau yang berada di Desa Hargo Pancuran, Rajabasa, Lampung Selatan, tidak ada erupsi di GAK.
Dia mengatakan, memang pada Kamis 21 Juni 2018 lalu, sempat terlihat asap kawah membumbung tinggi dengan ketinggian mencapai 100 meter.
Akan tetapi, terus Andi, asap kawah tersebut bukanlah erupsi.
Baca: Live Streaming MotoGP Jerman 2018 - Valentino Rossi Menyerah Kejar Marc Marquez
Menurut dia, kondisi itu diakibatkan karena GAK dalam kondisi normal.
“Tidak ada erupsi. Memang sempat ada asap kawah yang mencapai ketinggian 100 meter pada Kamis kemarin. Biasanya hanya sekitar 25 meter. Tapi, ini bukan karena ada peningkatan aktivitas. Tapi itu dikarenakan panas kawah yang terkena hujan,” kata Andi, Sabtu, 23 Juni 2018.

Lebih lanjut Andi mengatakan, saat ini kondisi GAK relatif normal.
Gempa dalam berlangsung sekitar 10-15 kali dalam sehari.
Sedangkan untuk statusnya sendiri, masih waspada.
“Untuk nelayan dan juga wisatawan, kita minta untuk tetap berhati-hati. Kita sarankan untuk tidak mendekati kawasan GAK,” tandas Andi.
Baca: GRAFIS: MotoGP Jerman 2018: Fakta Menarik Jelang MotoGP Sachsenring
Dan memang, apabila menyebut nama GAK, maka kenangan akan terbang pada ratusan tahun silam. Tepatnya tahun 1883 lalu saat tiga gunung api; Danan, Perbuatan, dan Rakata yang dikenal sebagai Gunung Krakatoa (Krakatau) mengamuk mengguncangkan dunia.
Letusan gunung api ini tercatat sebagai salah satu letusan gunung api terdasyat pada era modern. Dimana teknologi sismograf untuk mencatat aktivitas gunung api telah ditemukan.
Saat itu, ribuan korban jiwa meninggal. Ratusan desa yang berada di pesisir pantai wilayah Lampung dan juga Banten hancur diterjang mega tsunami dari letusan Krakatau kala itu.
Gugusan gunung Krakatau hanya menyisakan sebagian dari badan puncak Rakata. Sedangkan puncak Danan dan Perbuatan musnah bersama letusan maha dasyat tersebut.
Puluhan tahun setelah letusan yang mengguncang dunia tersebut, perlahan muncul gunung api baru di lokasi bekas letusan Krakatau yang hanya tinggal menyisakan sebagian puncak Rakata.
Kemunculan gunung api baru yang kini dikenal dengan nama Gunung Anak Krakatau (GAK) itu kali pertama diketahui pada tahun 1927.
Dan hingga kini, gunung api baru ini terus tumbuh. Diperkirakan pertumbuhannya mencapai 20 inci perbulan. Anak Krakatau yang terus tumbuh ini terus menjadi perhatian pemerintah.

Baca: Calon Mertua Benci Banget, Ini Balasan Pacar Eza Gionino yang Tak Diduga-duga
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang berada di Bandung kemudian mendirikan pos pemantauan di dua titik. Di Lampung dan di Banten.
Pos pantau GAK yang berada di Lampung terdapat di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan. Pos pantau ini didirikan tahun 1995 lalu.
Pos pantau ini mencatat setiap aktivitas GAK melalui alat sesmograf. Alat sesmograf ini terpasang di GAK. Selain alat sesmograf, juga ada teropong untuk bisa melihat langsung ke GAK. (*)