Bukan Penculikan Anak, Pemuda Tinggalkan Uang Rp 50 Ribu dan Ajak Gadis MTs untuk Kawin Lari
ES dijemput oleh SU di rumahnya, dengan meninggalkan sepucuk surat beserta uang Rp 50 ribu sebagai uang adat.
Penulis: Endra Zulkarnain | Editor: Heribertus Sulis
Di rumah tersebut, Kasatreskrim langsung bertemu dengan ES dan pihak keluarga SU.
Menurut keterangan langsung dari ES, diketahui bahwa yang bersangkutan pada Rabu (18/7) kemarin tidak diculik oleh siapapun.
Melainkan datang sendiri ke rumah SU dengan cara berangkat dari sekolahnya di MTs sekitar pukul 09.00 WIB, dengan menumpang sepeda motor milik warga (seorang ibu-ibu).
"Tujuan ES datang ke rumah SU adalah berkeinginan untuk dinikahkan dengan SU," terang AKBP Raswanto.
Kapolres menambahkan, dua hari sebelumnya pada Senin (16/7) ES telah dijemput oleh SU di rumahnya yang berada di Kampung Dwi Warga Tunggal Jaya, Kecamatan Banjar Agung, untuk diajak larian (menikah) dan telah meninggalkan sepucuk surat beserta uang Rp 50 ribu sebagai uang adat.
Hal itu sesuai tata cara budaya kawin lari sebagaimana diatur dalam hukum adat orang Lampung yang telah berlangsung secara turun temurun.
"Pada malam harinya, pihak dari keluarga ES datang ke rumah SU untuk menjemput ES pulang. Kemudian telah terjadi kesepakatan hitam di atas putih, yang mana isi dari kesepakatan tersebut mengatakan, bahwa pihak dari keluarga ES akan menikahkan ES dengan SU setelah tamat sekolah," papar Raswanto.
Hasil konfirmasi pihak polres dengan tokoh adat Lampung Megou Pak yang diwakili Buya Herman TB dan Nurhaki, kejadian yang dialami oleh ES bukan penculikan.
Tetapi peristiwa tersebut menurut adat Lampung dinamakan "larian" dan sudah sah karena telah meninggalkan surat dan uang sebagai "tali pengendur".(end)
Hukum Adat
Sistem hukum di Indonesia (konstitusi) juga mengakomodir adanya hukum adat, sebagaimana terdapat dalam Pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :
"Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang".
Serta rujukan yurisprudensi salah satunya Putusan MA No. 1644 K/Pid/1988 tentang sebuah kasus perzinahan di Kendari yang mengatakan PN dan PT tidak berwenang mengadili perkara tersebut karena sudah diputus secara adat.
"Artinya bila permasalahan tersebut sudah diselesaikan melalui lembaga adat, maka semuanya sudah dianggap selesai. Bila ternyata tidak selesai juga, baru kemudian berjalan ke peradilan nasional," jelas Kapolres Tulangbawang AKBP Raswanto Hadiwibowo.