Divonis 3 Tahun Penjara & Dicabut Hak Politik 2 Tahun, Bupati Nonaktif Lamteng Mustafa Peluk Istri
Bupati nonaktif Lampung Tengah, Mustafa dijatuhi vonis tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Penulis: Beni Yulianto | Editor: Teguh Prasetyo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Bupati nonaktif Lampung Tengah, Mustafa dijatuhi vonis tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Ia dinyatakan terbukti memberikan suap secara berlanjut sebesar Rp 9,6 miliar, kepada anggota DPRD Lamteng.
Baca: Beredar Video yang Menyebut Jenazah Imam Samudra Masih Utuh, Ini Penjelasan Mabes Polri: Hoaks!
Usai persidangan, Mustafa langsung mendatangi sang istri, Nessy Kalvia yang hadir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/7). Mustafa pun memeluk dan mencium kening Nessy.
Pantaun Tribun, Nessy hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta bersama puluhan kerabat dan rekan Mustafa dari Lampung.

Selama pembacaan putusan majelis hakim, Nessy terlihat tegar duduk di kursi pengunjung.
Namun, setelah pembacaan putusan, mata Nessy terlihat berkaca-kaca.
Terlebih saat didatangi oleh Mustafa, yang langsung memeluk dan mencium sang istri.
Baca: Jessica Iskandar Peluk Dinosaurus Lucu di Ultah El Barack, Richard Kyle Banjir Ucapan Terima Kasih
Sementara Mustafa terlihat tegang selama pembacaan putusan.
Usai persidangan, ia pun diam seribu bahasa dan langsung berlalu meninggalkan ruang sidang.
Mustafa divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Selain itu, "bupati ronda" tersebut diwajibkan membayar denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Baca: Verrell Bramastha Unggah Foto Berenang Bareng Kekasih, Malah Pakaian Natasha Wilona Diributkan!
"Mengadili menyatakan terdakwa Mustafa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut menjatuhkan pidana karenanya selama tiga tahun dan denda Rp 100 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan," ujar Ketua Majelis Hakim, Ni Made Sudani, saat membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Mustafa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Adapun hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan, belum pernah dihukum, masih punya tanggungan keluarga, menyesal dan mengakui perbuatannya.
Baca: Alami Kecelakaan Maut di Jalinbar Lampung, Dua Pelajar SMPN 1 Gadingrejo Tewas
Cabut Hak Politik
Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim juga memberikan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama dua tahun.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa menduduki jabatan publik selama 2 tahun, terhitung terdakwa selesai menjalani masa pemidanaan," kata Ni Made Sudani.

Dalam amar putusan, Mustafa terbukti menyuap anggota DPRD Lamteng sejumlah Rp 9,6 miliar.
Penyuapan dilakukan bersama Kepala Dinas Bina Marga Lamteng, Taufik Rahman, yang telah divonis 2 tahun penjara.
Baca: Berminat Icip-icip ke Sini? Daftar 7 Kota di Dunia dengan Wisata Kuliner Terbaik
Pemberian uang secara bertahap kepada legislator dimaksudkan agar DPRD memberikan persetujuan dan pernyataan rencana pinjaman daerah Lamteng ke PT Sarana Multi Infrastruktur (MSI) sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
Mustafa dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Vonis Mustafa ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada KPK, yakni 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Atas putusan majelis hakim, Mustafa menyatakan menerima.
"Hasil diskusi dengan kuasa hukum saya, saya terima keputusannya," ujar Mustafa.
Baca: Penjelasan PLN Lampung Mengapa Terjadi Pemadaman Listrik
Sementara kubu jaksa KPK menyatakan sedang mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
Sedangkan anak buah Mustafa, Kepala Dinas Bina Marga Taufik Rahman, divonis dua tahun penjara dalam sidang sebelumnya.
Adapun pihak-pihak yang menerima uang suap adalah Ketua DPRD Lamteng Achmad Junaidi Sunardi, Wakil Ketua DPRD Natalis Sinaga, dan anggota DPRD Rusliyanto, Raden Zugiri, Bunyana, dan Zainuddin.
Baca: GRATIS! Bisa Potret Pakai Teleskop Fenomena Blood Moon 27 Juli 2018 dari Kampus Itera
Sedangkan akademisi Unila Yusdianto mengatakan, skandal suap di Lampung Tengah yang melibatkan eksekutif dan legislatif harus diusut sampai tuntas.
Makanya dengan adanya putusan Mustafa ini, menruut diam, kasus ini sudah menemui titik terang.
Artinya, praktik suap di Lamteng benar-benar terjadi.
Dengan adanya putusan majelis hakim terhadap Mustafa, maka penyidik KPK perlu menindaklanjuti kasus ini.
Baca: Demo dari Pagi, Tak Ada Satu pun Pejabat Pemkot yang Temui Warga eks Griya Sukarame
Hal yang perlu didalami selanjutnya, menurut Yusdianto, adalah keterlibatan pihak-pihak dalam transaksi suap.
Pihak pemberi sudah jelas, yakni Mustafa dan Kepala Dinas Bina Marga, Taufik Rahman.
Sedangkan pihak penerima suap yang dijerat adalah Wakil Ketua DPRD, J Natalis Sinaga dan anggota DPRD Rusliyanto.
"Namun, melihat konstruksi kasus suap ini, sebagaimana dalam surat dakwaan, keterangan saksi, dan surat tuntutan, jaksa maupun penyidik KPK harus melakukan pengembangan terhadap para penerima uang suap tersebut. Meskipun sebagian besar penerima sudah mengembalikan uang kepada KPK," ujarnya.
Baca: Tak Terima Divonis 4 Tahun Penjara, Artis Jennifer Dunn Diam diam Tempuh Langkah Banding
Yusdianto pun menambahkan, misalnya kasus suap yang terjadi di Sumatera Utara dan Malang, Jawa Timur.
Kasus suap berjamaah itu, tak lantas berhenti dengan adanya putusan terhadap orang-orang yang terjaring OTT.
Kata akademisi Fakultas Hukum Unila ini, ada pengembangan kasus yang dilakukan penyidik KPK.
Sehingga satu per satu anggota DPRD, baik Sumut maupun Malang, mendapat sanksi hukum atas perbuataanya dalam praktik suap.
Baca: Alasan TGB Zainul Majdi Mundur dari Partai Demokrat dan Niat Bertemu SBY yang Tak Terwujud
Begitu pula dalam praktik suap di Lamteng ini.
Menurut dia, suap ini melibatkan banyak orang.
Bahkan, ada aliran uang untuk pihak di luar struktur DPRD.
Namun, nama-nama yang disebut menerima uang itu, masih melenggang bebas menghirup udara segar.
Karena itulah, KPK perlu mengembangkan kasus ini agar semua pihak yang terlibat mempertanggungjawabkan perbuatannya. (ben/tribunnetwork/fel/wly)